Part 9

41K 1.6K 20
                                    

Yovella tercengang mendengar perkataan yang baru saja keluar dari mulut Dean, "Maaf pak, tapi saya tidak mengerti maksud bapak apa?" bohong Yovella sambil memaksakan senyumannya. Tentu saja dia mengerti apa maksud Dean.

Dean menyenderkan punggungnya pada sofa dan menyilangkan kedua kakinya. Sebuah cengiran muncul dari bibirnya, "Saya juga tidak mau mempunyai seorang ibu yang bodoh."

Glek!

Astaga, kesabaran Yovella hampir habis mendengar ucapan yang keluar dari mulut bosnya yang dikagumi oleh para wanita-wanita di kantor ini. Dari tadi pria ini terus membicarakan sesuatu yang tidak masuk akal. Sepertinya ia sedang menguji kesabaran Yovella. Jika memang begitu, maka...baiklah. Yovella tidak akan lemah dan rapuh hanya karena ucapan seperti itu. ia sudah berada sejauh ini dan tidak akan mundur.

Yovella menyampirkan anak rambutnya ke belakang telinga. "Kalau saya bodoh, tidak mungkin saya bisa berada di posisi sekarang. Seorang wakil direktur harus mempunyai otak yang brilian. Bukankah begitu?" ucap Yovella sembari mengulas senyum tipis.

Dean mengangkat sebelah alisnya, "Benarkah? Saya kira karena anda adalah wanita simpanan ayah saya."

Yovella membulatkan matanya lebar. Apa ia tidak salah dengar? Ia kehabisan kata-kata untuk menyerang balik. "Apa-"

"Sekedar untuk anda tahu saja. Saya sangat membenci seorang pekerja yang hanya mengandalkan fisualnya saja. Mereka terlihat lebih murahan dibandingkan dengan para pekerja di kelab malam. dan saya-"

"Saya tidak seperti itu!" sela Yovella dengan nada agak menyentak. Entah dari mana asalnya keberanian itu datang.

"Anda baru saja menyela omongan saya?!" rahang Dean mulai mengeras. Matanya menyorot tajam.

Dengan segala emosi yang tertahan, Yovella segera beranjak berdiri, "Dengarkan baik-baik wahai bapak Dean yang terhormat. Saya tidak pernah mengandalkan fisik saya untuk memikat orang lain agar jabatan saya dinaikkan. Saya sudah bekerja disini selama dua tahun, jika saya adalah wanita yang seperti bapak kira itu, maka sudah dari dulu saya lakukan. Bahkan dalam hitungan bulan saya bisa dapatkan perusahaan ini dengan menjual tubuh saya!" tegas Yovella.

Dean ikut berdiri. "Sepertinya anda mulai berani dengan atasan."

"Saya hanya membela diri." balas Yovella tak mau kalah.

Dean menggeram, "Kam-"

"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi? Pekerjaan saya masih banyak." Sela Yovella.

"Tidak ada?" Tanya Yovella lagi.

Tidak ada tanggapan dari Dean selain suara napas yang terdengar memburu.

"Kalau tidak ada, saya permisi dulu. Terima kasih." Yovella melenggang keluar dari ruangan tanpa memedulikan Dean yang menatap tajam punggungnya sambil mengepalkan kedua tangannya erat.

***

Resty dan Adi masuk ke dalam ruangan Yovella. Ia menyuruh mereka berdua untuk datang ke ruangannya pada saat jam makan siang.

"Wowww, ruanganmu tampak cantik. Sama seperti wajahmu." goda Adi sambil mengembangkan senyuman di wajahnya.

"Terimakasih. Pujianmu itu cukup ampuh memadamkan api di kepalaku." Ucap Yovella sambil mengibaskan tangannya ke udara.

"You're welcome." Adi mendaratkan pantatnya pada sofa, berhadapan dengan Yovella. Disusul Resty yang kemudian duduk berdampingan dengannya.

"Ada apa dengan wajahmu, huh?" tanya Resty.

"Smile, baby. Ini kan hari pertamamu bekerja sebagai wakil direktur." timpal Adi.

Yovella menghela napas panjang. "Aku tidak bisa tersenyum. Memikirkan ucapan manusia arogan itu benar-benar membuatku sangat marah."

Yovella (END ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang