Part 2

59.6K 1.8K 16
                                    

Yovella sedang duduk di pondok yang menghadap ke pantai. Semilir angin sore terasa sangat menyejukkan, ia dibuat terlena oleh keindahan pantai. Suara deburan ombak dan kicauan anak-anak yang sedang berlari kesana-kemari membuat suasana menjadi lebih hidup. Ia merasa tidak kesepian disini.

"Ehem," suara dehaman itu membuat kepala Yovella otomatis menoleh.

"Rian?"

Rian berjalan menghampiri Yovella disertai dengan senyuman yang terbit dari kedua sudut bibirnya.

"Kamu dari mana? kenapa lama sekali?"

"Ke Toilet. Kenapa? Kangen?" goda Rian. Kemudian ia duduk tepat di samping Yovella.

Yovella mengangguk manja.

Rian mengacak-acak rambut Yovella dengan gemas. Sesekali ia mencium puncak kepala gadis itu penuh kasih sayang dan menyenderkan kepala Yovella di bahunya.

"Kamu harus janji. Kamu tidak boleh meninggalkanku." ucap Yovella tiba-tiba.

Rian mengernyit heran. "Kenapa tiba-tiba berbicara seperti itu?"

Yovella mendongak, menatap garis-garis wajah Rian. "Janji?" ia menunjukkan kelingkingnya di hadapan wajah pria itu.

Tanpa membutuhkan waktu lama dan berpikir panjang, rian langsung mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Yovella. "Aku berjanji." Ucapnya serak.

Yovella tersenyum lega. Ia kembali menyenderkan kepalanya pada bahu Rian.

"Akhir-akhir ini firasatku sering tidak enak,"

Rian mengernyit, "Firasat apa?"

Yovella menggeleng, "Entahlah. Aku tidak ingin menjelaskannya. Sekarang aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu,"

Rian terkekeh pelan. "Oke, kalau begitu mari ganti topik."

Yovella mengangguk setuju. "Tidak terasa ya, sebentar lagi kamu lulus SMA,"

"Hem,"

"Kamu ingin langsung kerja atau kuliah dulu?"

"Kuliah," sahut Rian.

Yovella menegakkan tubuhnya. "Dimana?"

Rian mengedikkan bahunya. "Mungkin di Harvard."

Wajah Yovella perlahan memucat. "H-harvard?" tanyanya sekali lagi.

Rian mengangguk cepat.

"Harvard ya..." Yovella memalingkan wajahnya yang lesu ke samping.

Hening.

"Hey," Rian meraih wajah Yovella namun gadis itu menepisnya.

Rian menghela napas, beberapa saat kemudian, ia langsung memeluk tubuh Yovella dari samping. Giliran kepalanya yang ia senderkan di bahu gadis itu. "Jangan menangis. Aku sudah berjanji tidak akan membuatmu bersedih. Dan melihatmu seperti ini membuatku merasa sangat bersalah." rengek Rian.

"Dulu kamu pernah berjanji untuk tidak meninggalkanku. Kurasa kamu tidak bisa menepati janji itu." ucap Yovella.

Rian menghela napas. "Bukan berarti aku akan meninggalkan kamu untuk selamanya, kan?"

"Tapi sama saja! Aku akan sendiri nanti." Balas Yovella sembari mencebikkan bibirnya.

"Kalau aku tidak kuliah, baimana bisa bekerja? Nanti kalau kita menikah dan punya anak, kalian akan makan apa? Tidak mungkinkan aku membiarkan kalian kelaparan." goda Rian.

Seketika Perkataan Rian terasa menggelikan bagi Yovella. Menikah? Anak-anak? Astaga Yovella tidak bisa membayangkannya. Akhirnya ia tergelak karena tidak bisa menahannya lagi.

"Hahahaha..." Yovella terbahak-bahak.

Rian ikut tertawa melihatnya.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba Rian menegakkan tubuhnya dan berdiri dengan tangan berkacak pada pinggang.

"Sambil menunggu senja, ayo kita bermain-main." Ajaknya.

Yovella mengangguk dan ikut berdiri. "Ayo. Apa yang akan kita mainkan?"

"Bagaimana kalau sepak bola?"

"Aku tidak bisa."

"Aku akan mengajarimu."

Yovella menggeleng. "Aku tidak bisa."

"Ayolah," bujuk Rian.

"Aku punya pengalaman buruk saat bermain sepak bola. Hidungku pernah ber...DARAHHHH!!!" tiba-tiba Yovella berteriak histeris sambil menunjuk wajah Rian.

"DARAH!" teriak Yovella lagi.

Rian mengernyit. "Darah?"

"Hidung kamu berdarah!" teriak Yovella panik.

Rian menyentuh hidungnya dan...

Brukkk!!!

***

Rian membuka matanya perlahan. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali untuk memfokuskan penglihatannya.

Setelah penglihatannya membaik, matanya mulai menelusuri seluruh isi ruangan dari sudut ke sudut.

Rumah sakit? Kenapa dia bisa disini?

Rian berusaha untuk mengingat-ingat.

Ah! Terakhir kalia, ia sedang berada di pantai untuk merayakan anniv yang ke satu bulan dengan Yovella..Tunggu, Yovella?

"Yovella?" Rian membenarkan posisinya menjadi duduk. "Yovella?" teriaknya panik.

"Rian?" suara Adriana terdengar. Mamanya yang sedang tidur di sofa itu langsung terbangun mendengar suara Rian.

"Mama? Dimana Yovella?" tanya Rian.

Adriana menghela napas kemudian beranjak dari sofa lalu mendekatinya.

"Tenang dulu Rian. Yovella tidak akan kemana-mana. " ucap Adriana sambil membenarkan selang infus Rian.

"Iya, mama. Aku sudah tenang... Lalu dimana Yovella?"

"Kamu itu baru bangun dari koma, Rian!" bentak Adriana.

Rian mengernyit, "Maksud mama?"

"Kamu sempat koma empat hari." jelas Adriana.

Rian mengerjap-ngerjap dan menggaruk tengkuknya, "Oh begitu.. Lalu dimana Yovella sekarang?"

Adriana berkacak pinggang. Anaknya ini sepertinya telah kecanduan gadis bernama Yovella.

"Kenapa harus ke pantai?" tanya Adriana dengan nada menginterogasi.

Rian menggaruk alisnya, "Untuk merayakan anniv yang ke satu bulan,"

Adriana memutar kedua bola matanya. "Astaga. Kamu itu alergi sama pasir, Rian! Apa tidak ada tempat lain?"

Rian menggeleng dengan wajah polos, "Yovella menyukai pantai...Oh iya. Mama belum menjawab pertanyaanku. Yovella dimana? Aku rindu sekali dengannya."

Adriana mendesah, "Yovella sedang sekolah, Rian. Ini masih jam sepuluh pagi. Kamu ingin dia membolos hanya karena harus melihatmu setiap hari? Dia itu siswa berprestasi di sekolah."

Rian menghela napas lega. "Syukurlah..."

"Jangan khawatir. Yovella sering kesini saat kamu koma. Terkadang dia membawa pastor dan biarawati untuk mendoakan kesembuhanmu." kata Adriana.

Rian mengulas senyum kecil, "Astaga, gadis itu. Dia pasti sangat mengkhawatirkanku."

"Mama tahu kamu sangat menyayanginya. Mama meminta dokter untuk tidak memberi tahu penyakitmu kepadanya. Mama-" Adriana seketika menghentikan ucapannya saat menyadari apa yang baru saja ia katakan.

Kening Rian mengernyit, "Penyakit?"

Adriana memejamkan matanya sejenak. Ia tahu cepat atau lambat Rian harus mengetahui hal ini.

"Rian,"

"Hem?"

"Mama ingin mengatakan sesuatu."

Yovella (END ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang