AUTHOR POV
Pagi ini dengan bersemangat Shela menghabiskan sarapannya. Mamanya sampai geleng-geleng kepala melihat kelincahan putrinya itu.
"Mah, Shela berangkat yah, pah, Shela deluan yah, dah Mama, dah Papa." Shela memghampiri mama dan papanya. Mencium sekilas pipi kedua orang yang ia sayangi itu. Lalu berlari-lari kecil.
"Shela, pelan-pelan." Tegur mamanya lembut. Shela tak menoleh maupun menjawab, ia sudah hampir terlambat.
Shela tadi hampir kesiangan, kebiasaan tidurnya yang tengah malam semenjak libur ikut terbawa hingga malam tadi. Untung ia mengatur volume alarm hingga batas maksimal.
Shela tersenyum simpul melihat supirnya sudah siap mengantarkannya pagi ini. Dengan semangat ia masuk ke mobil semi sedan hitam yang sudah siap membawanya ke sekolahnya.
"Berangkat, Pak." Perintahnya lembut kepada lelaki yang usianya hampir setengah abad itu, alias supir pribadi keluarganya.
"Siap, Non." jawab Pak Husni—supirnya, singkat.
Shela melihat jam tangan Elle pinkish girl series yang melingkar dipergelangan tangannya, "Astaga. Udah jam tujuh aja," gumamnya. Setelahnya Shela mengambil earphone putih dari dalam tasnya, memutar lagu Cheap Thrills milik singer dari negeri paman sam, Sia. Hentakan lagu itu membuatnya semakin semangat dan tidak sabar sampai disekolah. Ia rindu suasana kelas dan teman-temannya.
Dua puluh menit berlalu tapi Shela belum juga sampai disekolah.
"Pak kok belum sampai? Agak dipercepat dong, 10 menit lagi shela masuk ni." Protesnya dengan raut wajah cemas.
"Iya, Non. Ini jalan nya macet sekali. Gak biasanya kayak gini."
"Yauda deh, Pak dipercepat ya." Katanya pasrah.
***
Shela lega sekarang ia sudah sampai disekolahnya. Hari ini ia resmi menjadi siswi kelas 11.
Jam sudah menunjukkan pukul 07:31. Di lihatnya gerbang masih terbuka, tak seperti biasanya yang sudah ditutup pada jam tujuh tiga puluh tanpa kurang dan lebih semenit pun. Segera saja Shela berjalan memasuki sekolah dan menuju ke kelas.
"Huh untung aja tu gerbang belum ditutup." katanya dalam hati sambil memasukkan earphone kedalam tas.
BRUUKKK.
"Awww, duh! Kalau jalan pake mata dong! Sakit tau ini." cerocos Shela spontan.
"Sorry gue lagi buru-buru. Lo gak kenapa-kenapa? Ada yang sakit?" Kata orang tersebut yang tidak lain adalah Bima ketua OSIS sekaligus kakak kelas yang terkenal killer sewaktu MOS.
"Kok kaya kenal suaranya, ya?" Bisik Shela dalam hati. Dengan cepat ia mendongak dan matanya refleks melebar. "Eh? K-—kak Bima? Maaf-maaf kak, Shela fikir temen sepantaran. Maaf ya kak? Shela gak sopan tadi,"
Bima hampir saja menyemburkan tawanya melihat gadis cantik dihadapannya ini mati ketakutan. "Lo bener gak kenapa-kenapa kan?" Tanya Bima memastikan.
"Beneran, Kak. Shela gapapa kok." Jawab Shela terburu-buru, takut Bima merasa tidak enak.
"Bagus deh. Eh iya, Nama lo Shela bukan? Yang waktu MOS dulu digugus 2 paling cantik?" tanya Bima.
"Hehehe iya kak, gimana gak paling cantik kan shela sendiri cewek digugus 2." Jawab Shela sambil tertawa kecil.
"Iya sih, tapi lo beneran cantik kok dah gitu imut lagi." Kata Bima jujur yang sukses membuat pipi Shela terasa panas. Pipinya pasti memerah. Memalukan, batinnya.
"Haha kakak bisa aja," Balas Shela sebisa mungkin mengatur ekspresi dan suaranya.
Bima adalah orang yang bisa dibilang cukup populer disekolah. Selain terkenal sebagai ketua OSIS, dia juga terkenal dengan wajahnya yang tampan. Tak hanya itu, ia juga terkenal sebagai pemegang saham terbesar dihati semua gadis disekolahnya, alias tukang gombal. Tapi walaupun begitu, saat MOS, sebagai ketos, Bima tidak pernah mencari-cari kesempatan untuk menggoda gadis-gadis anak baru. Ia terkenal tegas, alias killer.
"Yaudah, Shela ke kelas dulu ya, Kak. Udah telat nih." Pamit Shela sambil beranjak pergi tanpa menunggu anggukan dari cowok didepannya. Ia terlambat dan tidak punya waktu untuk bercengkrama saat ini.
Baru dua langkah ia berjalan ia dihentikan oleh tangan Bima yang menarik pergelangan tangan Shela. Shela menoleh dan mengangkat sebelah alisnya.
"Gue boleh minta no hp lo?" Tanya Bima.
"Buat apa kak? Tanya Shela balik.
"Gue nanya kok lo malah balik nanya, intinya boleh gak ni?"
"Boleh kok kak" jawab Shela cepat, ia tidak punya waktu untuk berlama-lama lagi. Dengan cepat Shela mengetikkan nomor teleponnya di ponsel Bima.
"Thanks ya"
"Iya kak sama-sama. Shela ke kelas ya"
"Oke, awas nabrak lagi lo" Goda Bima.
"Apaan sih, Kak." setelah itu Shela malah santai berjalan menuju kelas, seakan lupa bahwa Ia udah terlambat. Ia grogi, takut jika berjalan cepat, godaan Bima tadi malah benar-benar terjadi.
***
Sampai didepan pintu kelas, Shela terdiam. Guru kimianya-Bu Dian sudah masuk dan mulai mengajar tanpa basa-basi. Bu Dian terkenal kedisiplinan dan ketegasannya. Dengan membranikan diri Shela mengetuk dua kali pintu kelas yang terbuka lebar. Teralihkan lah seluruh perhatian kelas, termasuk bu Dian.
"Maaf bu saya terlambat" Cicit Shela pelan. Kepalanya tertunduk dan tak berani menatap mata Bu Dian.
"Kenapa kamu terlambat?" Bentaknya.
"Kan udah saya bilang saya paling gak suka dengan murid yang terlambat. Kelas 10 kamu belajar sama saya kan?, masa iya masih belum paham juga. Udah liatkan jadwal Mapel di website sekolah?" Sambungnya lagi.
"Iya bu maaf tadi jalan macet." Jawab Shela memelas.
"Gak ada alasan. Sekarang kamu keluar, jangan ikut jam pelajaran saya hari ini. Dan kamu bersihkan lapangan belakang kalau mau masuk dipelajaran saya berikutnya." Kata Bu Dian tanpa belas kasihan. Benar-benar ya Bu Dian, gerutu Shela dalam hati. Mana berani ia menggerutu didepan gurunya ini. Sial.
Shela menaruh tas di bangku kosong tak jauh dari tempatnya berdiri. Matanya tidak sengaja bertubrukan dengan mata hitam gelap milik Rio. Tiba-tiba Rio berdeham, dan bangkit dari kursinya.
"Saya rasa terlambat sepuluh menit di hari pertama wajar, Bu. Masih banyak yang harus menyesuaikan jam tidur ataupun kebiasaan bangun pagi mereka." Suara Rio terdengar meyakinkan. Shela menelan salivanya kasar. Rio berani banget, pikirnya.
"Itu bukan urusan saya. Saya tidak mau tahu. Ikuti aturan saya atau kamu juga ikut keluar dengan Shela." Kata Bu Dian mutlak.
"Baik kalau begitu." Balas Rio dingin, ia memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana abu-abunya.
***
"Rio, makasih ya udah belain Shela tadi. Gara-gara Shela, Rio jadi di hukum juga." Kata Shela membuka pembicaraan setelah hening yang cukup lama.
"Santai aja sih. Lo kenal gue baru semalem?" Balas Rio tanpa merasa diberatkan.
"Kenapa sih Rio baik banget sama Shela? Mau bantu Shela? Kenapa?" Tanya Shela penasaran.
"Karena lo itu penting buat gue, dan sebenernya gue itu—-"
***
TO BE CONTINUE
Terima kritik dan saran, jangan lupa vomment ya :-)

KAMU SEDANG MEMBACA
SUGAR
Teen FictionKamu manis. seperti gula, Iya gula. Hanya kamu yang tau seberapa takaran pas tuk melengkapi hidupku, melengkapi hari-hariku. Dan kamu sukses membuatnya seimbang serta menjadikanku luar biasa. Author Note. Efek samping : Diabetes