BAGIAN 1

118 20 23
                                    

BRAKK!

Kakinya mulus mendarat di belakang perpustakaan. dengan pagar yang nggak terlalu tinggi dan nggak ribet, sepatu hitamnya bisa dengan mudah membantunya menjalankan misi. Bangga. Dia yakin, pasti hari ini berhasil lagi. berhasil, berhasil, dan kelihatannya selalu berhasil.

Dia menepuk-nepukkan telapak tangannya yang sempat terkena debu saat melakukan pendaratan. Lalu, pandangannya mengelilingi gedung besar abu-abu di depannya. Sepi. Nggak akan ada yang tau kalau dia terlambat, lagi.

"Jadi ini jalan rahasianya?"

Saat kakinya hendak mengambil langkah menuju kelas, seseorang membuatnya terlonjak kaget. Ekspresi kemenangannya lenyap, berganti ekspresi gelisah. Seperti maling tertangkap basah, mau tidak mau, dia harus berbalik untuk melihat siapa yang akhirnya mengetahui misi rahasianya.

"Pagi, Pak Baron." Sapanya, menunduk sebentar lalu nyengir tak bersalah.

"Pernah ikut upacara berapa kali kamu?" kesadisan mukanya membuat siapapun bergidik ngeri.

"Berkali-kali, Pak." Dia tampak menghitung dengan jarinya.

"Fahad Fabian? Hukuman apa yang paling kamu suka?"

"Ck, Dirly Fahad Fabian, Pak." Dia memutar bola matanya. Nggak ada yang lebih membosankan selain lagi dan lagi harus mengingatkan Pak Baron saat memanggil namanya. "Emang harus ada hukuman, Pak?"

"Teman-teman kamu sudah baris di lapangan, upacara, rela panas-panasan, berangkat pagi biar nggak telat. Sedangkan kamu, jam segini baru berangkat dan dengan bangganya kamu memperlihatkan keteledoranmu di depan saya?! Apa yang ada di pikiran kamu, Fahad?"

"Maaf, Pak. Tadi malam saya gantiin Bapak saya ngeronda." Bohongnya. Jangankan gantiin ngeronda, sehabis isya saja dia sudah tenggelam di alam bawah sadarnya. Dan, nggak ada kegiatan ronda di kompleknya.

"Ikuti saya!"

So, welcome to the hell.

Saat pembina upacara mulai menaiki mimbar, saat peserta upacara harus lebih siap menantang sinar mentari, saat semuanya sudah merasa energinya makin berkurang, disitulah keadaan tiba-tiba berbalik.

Pak Baron berjalan ke tengah lapangan diikuti Fahad yang harus siap mempermalukan diri sendiri. Saat itu juga, seluruh peserta upacara bersorak-sorai menyuarakan kekaguman mereka pada satu murid ter-abstrak di SMA Bumantara. Tepuk tangan riuh memenuhi atmosfer lapangan.

"Diam... diam.. jangan ribut. Kita kedatangan tamu istimewa pagi ini." Suara pembina upacara berhasil mengomando mereka. Untung, pembinanya adalah wakil kepala sekolah yang orangnya selalu santai menyikapi apapun. "Sini kamu." lanjutnya.

Fahad berjalan mendekati pembina. Pundaknya ditepuk-tepuk. Lalu, dengan nada khasnya, pembina itu kembali mendekatkan bibirnya ke pengeras suara. "Siswa yang seperti ini, yang nanti akan kalian kenang seumur hidup. Kalian harus kenalan dengannya."

"Pak, saya juga mau terkenal di sekolah ini!" celetuk satu murid cowok di baris paling depan, deretan kelas dua.

Secepat kilat, Fahad melempar tatapan mematikan ke orang itu. Seorang teman emang kadang serupa ular beracun. Nanti, Fahad pasti akan membalas kelakuan Fernando.

"Kenalkan dirimu." Lanjut Pak pembina.

Dengan ragu-ragu, langkahnya membawa tubuhnya naik ke mimbar untuk memperkenalkan diri. Hening. "Nama saya-"

"Caca!"

Belum sempat Fahad menyelesaikan perkenalannya, dari barisan belakang terlihat beberapa orang berkumpul disana. Pusat perhatiannya terganti. Yah, sebagian besar memang masih melihat ke Fahad. Namun, Fahad lebih tertarik untuk berlari kesana daripada menjadi buron-buronan pagi ini.

Boys In ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang