BAGIAN 8

24 12 7
                                    

Fahad menguap. Ian menumpukan kepalanya di tangan kiri, tangan kanannya mencoret-coret buku. Fernando sudah terlelap di balik jaket yang menutupi kepalanya. hawa malas di kelas itu mulai terdeteksi. Siswa-siswa yang lain berulang kali mengucek matanya untuk mengembalikan penglihatannya yang mulai kabur dan pedas karena menahan kantuk.

Pak Baron masih setia dengan presentasinya. Pasti sebentar lagi beliau akan memberi latihan soal. Sudah tertebak, dan memang selalu seperti itu.

Fahad membuka handphonenya, menekan aplikasi chatting untuk mengirim pesan pada Saka dan Robin.

Habis ini gue kesana.

Sent.

Setelah terkirim, Fahad memasukkan lagi benda kotak ajaib miliknya. Ia menepuk punggung Ian yang masih terlihat malas. "Gue konser dulu, ya?"

Sontak Ian langsung menegakkan badan, melotot pada Fahad. "Gila. Ini masih pagi, man. Belum jam bolos lo."

"Bodo amat dah. Bosen disini. Ntar kalo pulang bawain tas gue, oke?"

"Paling belum jam pulang lo udah diseret duluan sama nyokap lo." Ian menyeringai. Sebenarnya ia khawatir kalau Fahad akan bolos sepagi ini, mengingat jadwal bolos Fahad yang biasanya setelah istirahat kedua. Sifat ke-emak-an Ian memang selalu nyata.

"Kalo nggak diseret, botakin rambut lo, ya?"

"Oke. Siap." Jawab Ian penuh keyakinan.

Ian selalu tau kalau Fahad nggak pernah bisa lolos dari Mamanya. Biasanya, baru sekitar tiga puluh menit konser di ruang musik sekolah Mamanya, Fahad sudah ketahuan. Esoknya, pasti fahad dapat hukuman dobel, yakni dari guru di SMA Bumantara, dan dari mamanya. Namun meski begitu, Fahad tetap tidak kapok.

"Jangan lupa bangunin Fernando di jam istirahat." Fahad berdiri, dengan sikap santai seperti biasanya. "Pak, ijin ke toilet."

Tanpa menunggu jawaban dari Pak Baron, Fahad melesat keluar dengan mulus. Kadang, ia bangga dengan aktingnya yang bisa dengan gampang mengelabui Pak Baron dan Bu Set.

Setelah berhasil melewati dua ancaman, yakni dua satpam penjaga gerbang yang dikelabui Fahad dengan alasan izin fotokopi, akhirnya cowok itu bisa keluar dari area SMA Bumantara.

"Mantap dah. Bisa banget gue." pujinya pada dirinya sendiri.

Jarak SMA Bumantara dengan SMA Mamanya cukup jauh. Fahad memutuskan untuk ngojek sampai kesana. Begitu sampai, ia merogoh kantongnya dan mengeluarkan selembar uang sepuluh ribuan sebagai ongkos.

"Makasih, Bang." Kata Fahad sebelum bergegas pergi memasuki tempat tujuan.

Fahad menatap sekilas ke gerbang hitam yang berdiri gagah dengan tulisan 'SMA Tunas Bangsa' di atasnya. Ia tersenyum, bangga dengan keluarga Mamanya yang sudah mendirikan sekolah ini dengan susah payah, sampai akhirnya bisa menyabet peringkat satu SMA terbaik.

"Pagi, Pak." Sapa Fahad pada Pak Yono, satpam.

"Mas Fahad kenapa kesini lagi? kan udah dilarang sama Ibu?" sergah Pak Yono.

Untung, Fahad sudah menyiapkan semuanya. Seperti biasa, ia akan beralasan, "Disuruh Mama kesini, Pak. Katanya, mau dimarahin soalnya kemarin bandel."

Setelah itu, pasti Pak Yono hanya akan mengangguk dan 'oh' saja. Pak Yono tidak pernah memahami kebohongan Fahad.

"Lo serius mau konser sekarang?" todong Robin begitu melihat Fahad yang mulai memasuki ruang musik. Saka masih sibuk membenarkan senar gitar.

Konser dadakan di ruang musik yang kedap suara, untuk sejenak bisa membuat Fahad melupakan semua penat di sekolah. Padahal, sebenarnya di sekolah pun dia tidak pernah berpikir terlalu berat. Fahad mana mau mikir soal pelajaran? Nilai seadanya. Sayang sih, pinter tapi nggak dimanfaatin. Terlanjur menang malesnya.

Boys In ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang