BAGIAN 4

67 18 19
                                    

Mata cowok itu terpejam saat guru di depan sedang menerangkan tentang Discussion Text. Tidur ya tidur. Obatnya ngantuk ya tidur. Capek ya tidur. Seakan semua masalah bisa teratasi dengan tidur.

Bukunya dijadikan sebagai penutup kepala. Dia yakin, guru dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi itu nggak akan lihat dia yang lagi tidur di belakang. Pak Baron tidak seteliti itu. tapi galak.

"Siapa itu yang tidur?"

perkiraan memang tidak selalu benar.

Ian mencubit lengan Fahad saat Pak Baron sudah berjalan mendekat ke tempat duduk mereka. Tubuh Ian ikut gemetaran, padahal dia tidak melakukan kesalahan. Fernando yang duduk di bangku sebelah mereka malah sudah setengah mati menahan tawa yang siap meledak.

"Apa, Yan?" tanya Fahad. Matanya masih setengah merem. Ian yakin, Fahad belum sadar sepenuhnya.

Apa ada orang lain yang tidur di kelas saat masih jam pertama? Pules lagi tidurnya.

"Fahad Fabian?" suara Pak Baron terdengar ngeri.

Fahad dengan malas harus menegakkan duduknya, mengucek kedua mata, dan tersenyum pada Pak Baron. "Dirly Fahad Fabian, Pak."

"Kamu bisa ikut kelas saya besok setelah pulang sekolah. Di ruang musik. Sekarang kamu keluar."

"Tapi saya nggak mau nambah jam belajar saya, Pak."

"Keluar, Fahad." Sedikit bicara, namun Pak Baron harus tetap dituruti perintahnya kalau Fahad nggak mau kena masalah.

Fahad melengos dengan ogah-ogahan menuju pintu kelas. Anak-anak yang lain memandangi Fahad yang sebentar lagi tangannya akan meraih gagang pintu. Kesadaran Fahad masih belum sempurna. Sialnya, saat sedikit lagi dia berhasil menarik gagang pintu, satu kesialan menimpanya.

BUGH!

Kepala Fahad nyaris oleng ketika pintu yang hampir saja ia buka, didahului orang lain yang membukanya dari luar. Saat itu juga Fahad langsung sadar secara penuh. Dia mengaduh, mengusap jidat berliannya yang menjadi korban.

Kelas yang awalnya hening, langsung ramai ketika melihat Fahad oleng beberapa centi ke belakang.

"S-sori. Gue nggak sengaja. gue nggak tau kalau ada lo di belakang pintu." Sesal orang yang membuka pintu.

Fahad menggertakkan giginya, geram. Sembilan puluh sembilan persen malu, satu persen sakit.

"Jidat lo, nggak apa-apa?" cewek itu menggigit bibir bawahnya. Khawatir.

Fahad memerhatikan cewek itu teliti. Sepatu hitam, kaos kaki putih selutut, baju rapi, berdasi, wangi, dan manis.

"Nggak apa-apa, kok. Santai aja." Fahad melunak.

"Fahad, keluar!" Pak Baron kembali mengingatkan.

Seenggaknya Fahad bersyukur atas hukuman Pak Baron kali ini. Hukuman yang menghadirkan cinta pada pandangan pertama.

"Jidat lo kenapa?"

Senyum Fahad lenyap, detak jantungnya juga tak semeriah tadi. Wajah manisnya berganti wajah sangar. Ia mendengus ketika melihat cewek dengan postur mungil di depannya jeli memerhatikan jidatnya.

"Kepo. Nggak usah sok kenal." Jawab Fahad ketus.

"Dirty, gue nggak kepo, tapi gue ngeri lihat jidat lo."

Jidat yang memar itu sangat indah bagi Fahad. Kadang cinta memang segila itu.

"Dirly, bukan Dirty. Sori."

Boys In ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang