BAGIAN 10

47 7 2
                                    

XI IPA 2 menjadi kelas paling anteng pagi ini. Pak Baron dengan mata tajamnya berdiri di depan mereka untuk mengawasi ulangan bahasa inggris. Caca cemberut mengamati lembar soal dan lembar jawabnya yang masih kosong. Sudah berjalan tiga puluh menit, dan tersisa tiga puluh menit lagi untuk mengumpulkan jawaban.

Terlihat dari raut mukanya, Sisil lancar mengerjakan ulangannya berkat usaha belajarnya tadi malam. Caca juga belajar, tapi ia lupa dengan apa yang dipelajarinya tadi malam. Otaknya lebih didominasi dengan idolanya terhadap oppa-oppa korea. Bahkan ia hafal dengan semua tanggal lahir mereka.

“Sil, bagi.” Bisik Caca sambil menyenggol tangan Sisil.

Sisil mendelik, tak suka dengan cara Caca mengganggu konsentrasinya. Mendapati reaksi Sisil, Caca hanya mendengus.

Di sampingnya, Geo juga terlihat lancar jaya dengan semuanya. Bolpoinnya daritadi tak berhenti menari di atas lembar jawab miliknya. Rasanya Caca ingin meminta jawaban dari Geo, tapi gengsi.

“dua puluh menit lagi. kerjakan dengan benar. ingat, ada hukuman bagi siapapun yang nilainya di bawah enam.” Seru Pak Baron.

“Kapan ada perjanjian gitu? Mampus gue.” gerutunya pelan pada dirinya sendiri.

Saat Caca sudah pasrah dengan semuanya, Geo menyentil tangan Caca. Cewek itu kaget, mengira Pak Baron sudah menangkap basah dirinya.

“Kenapa?” tanya Caca pelan pada Geo.

Geo tersenyum sambil menunjuk lembar jawabannya yang sudah penuh itu. “Gue udah selesai. nyontek nggak?”

Mata Caca langsung berbinar. Secepat itukah ia mendapat solusi atas kebuntuan otaknya? Dengan semangat membara, Caca mengangguk cepat. Sisil mendesah pelan. bukannya dia iri, tapi dia hanya ingin Caca berusaha. Sisil nggak mau kalau Caca terus-terusan bergantung pada orang lain.

Belum sempat Caca menerima lembar jawaban milik Geo, suara nyaring pengeras suara di kelasnya memecah keheningan. Semua langsung terfokus pada benda tersebut sambil berharap akan adanya pengumuman menyenangkan. Pulang lebih awal misalnya.

“Halo. Tes woy, tes!” Ucap seseorang dari sana.

Seisi kelas langsung tercengang. Siapapun juga yakin kalau pastinya di kelas lain juga begitu. Bertanya-tanya siapa orang jahil yang berani main-main di ruang penyiaran.

“Ini udah nyala belum, sih, Ndo?” tanya orang itu, membuat mereka tertawa. Ternyata ada yang sekonyol itu.

“Udah, bege.” Jawab lawan bicaranya yang juga terdengar.

“Okedah.” Fahad mendekatkan mikrofon ke bibirnya. “SELAMAT PAGI KELUARGA BESAR SMA BUMANTARA. GIMANA KABAR KALIAN? BAIK DONG PASTINYA. DISINI, LEWAT BENDA INI, GUE MAU MEMBERIKAN PENGUMUMAN BESAR BUAT KALIAN. PLIS, PASANG KUPINGNYA. DUA-DUANYA, JANGAN SEPARO.”

“Cepetan, waktunya nggak banyak, bege.” Fernando mulai kesal.

“Iya, iya. BUAT YANG NAMANYA ‘YUDHA DANA ALGEO’, SISWA PINDAHAN DARI SMA TUNAS BANGSA, GUE MAU NANTANGIN LO BUAT DUEL NILAI DI UJIAN AKHIR SEMESTER INI. GIMANA? LO MAU NGGAK? TEMUIN GUE DI RUANG MUSIK BUAT KONFIMASI, TAPI SETELAH GUE MENJALANI HUKUMAN GUE. GUE TUNGGU JAWABAN LO. KALO LO COWOK, PASTI LO NGGAK AKAN NOLAK. GUE, DIRLY FAHAD FABIAN. CUKUP SEKIAN, TERIMAKASIH.” Fahad mematikan mikrofonnya.
Menantang seseorang yang belum ia ketahui wajahnya? Kenapa nggak? Yang penting Mamanya senang.

Caca melongo mendengar pengumuman dari orang yang tidak ia ketahui. Nggak Cuma Caca, Sisil juga sama. Mereka nggak percaya kalau ada orang yang berani menantang Geo.

Otak Geo, jangan diragukan lagi.

Caca melirik ke Geo. Cowok itu hanya menampilkan dengusan tak pedulinya. Caca tau, Geo nggak pernah meladeni siapapun yang akan membuat hidupnya repot.

Boys In ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang