Bab 8

4.9K 394 38
                                    

"Cause I don't need the sunlight shining on my face
And I don't need perfection to have the perfect day
I just want to see you happy a smile on your face
Nothing else matters cos you're everything to me, to me, to me...
You're everything to me...." Shane Filan

Forth POV

Setelah memecahkan 5 piring dan meletakkan garam ke dalam jus, ayahku melarang beam mendekati dapur dan menyuruh dia melayani pelanggan yang datang ke restoran. Beam melakukan pekerjaan sempurna sebagai pelayan. Daya ingatnya tinggi dan wajahnya tampan, membuat restoranku jadi penuh. Kami bahkan harus membuat nomor antrian pengunjung.

"phi... Phi.... siapa dia?" tanya sekelompok remaja putri di depanku. Bai dan teman-temannya tinggal didekat sini.

"Pacarku" jawabku ringan sambil menyetak tagihan untuk meja nomor 10.

Bai dan teman-temannya memandangku dengan cemberut

"Cih.... Jangan bohong" ujar mereka. Aku meletakkan tanganku di pinggang dan menatap mereka kesal. Memangnya tampang sepertiku tidak bisa mendapatkan pria seperti Beam?

"Hei.... Kalau kalian kemari hanya karena ingin melihatnya maka pergilah" ujarku kesal. Mereka bertambah cemberut.

"Oh ayolah.... Semua pengunjung wanita disini ingin melihatnya. Bahkan perkumpulan bibi-bibi disana juga"

Aku melihat ke arah yang dituju bai. Beam sudah berdiri disana hampir 10 menit hanya untuk melayani satu meja. Aku berdecak kesal melihat para bibi yang sepertinya menahan Beam.

"Beam!" panggilku. Beam menoleh dan menatapku penuh harap. Sepertinya dia kewalahan menghadapi para bibi.

"Gantikan aku disini" ujarku. Beam tersenyum bahagia dan berpamitan dengan para bibi. Aku bisa mendengar suara keluhan para bibi dari meja kasir.

"Cih... Jadi benar dia pacar phi?" bai dan empat temannya menatapku syok.

Aku tertawa.

"tanyakan saja padanya" jawabku sambil berjalan ke meja para bibi. Beam menyerahkan daftar menu dan pena padaku.

"Thanks" ujarnya lega. Aku menepuk kepalanya. Dan berjalan ke arah meja para bibi.

"hah.... Kenapa harus kamu sih" protes para bibi.

"Siang bibi. Kalian tidak memasak hari ini? Bagaimana nasib para paman kalau kalian berkeliaran siang-siang begini" ujarku.

Mereka cemberut

"Mereka sedang bekerja" jawab mereka serempak. Aku mengangguk

"Lalu kalian mau apa?" tanyaku

"Kami ingin nong tampan itu" ujar bibi may yang disambut anggukan yang lain.

"Maaf dia tidak ada di menu dan dia pacarku jadi dia bukan konsumsi publik" ujarku sambil tersenyum pada mereka. Para bibi menatapku syok. Sebagian dari mereka bahkan memegang jantungnya. Apa aku begitu tidak pantas untuk beam.

"Tuhan?! Jangan bercanda" jawab mereka sambil menepuk pantatku. Aku hanya bisa meringis.

"Jika tidak percaya tanya saja padanya"

Para bibi terlihat kecewa.

"Jadi kalian akan memesan atau tidak? Jika kalian tidak memesan dan tetap duduk disini, aku terpaksa harus memanggil paman David" ujarku.

Perkataanku membuat Para Bibi duduk tegak dan mulai menyebutkan satu persatu menu pesanan mereka. Aku mencatat pesanan mereka dan berjalan ke dapur dan menyerahkan pesanan ke Paman David. Sejujurnya walau semua Paman di tempatku begitu menyeramkan, dengan otot, tato dan tindikan tapi mereka sangat baik hati. Hanya saja rumor beredar kalau ayahku dan mereka adalah anggota mafia yang insaf dan beralih profesi. Ayahku tidak menyangkal atau mengiyakan rumor tersebut. Lagi pula, rumor tersebut tidak menghalangi pengunjung datang ke restoran kami jadi ayahku membiarkannya. Tapi para penduduk tetap takut jika berurusan dengan para Paman.

EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang