Bab 9

4.8K 380 71
                                    

"What I resist, persists,

And speaks louder than I know

But I resist, you love,

No matter how low or high I go" Alanis morisette

Forth POV

"Jadi, akhirnya kalian pacaran?" Lam menatapku. Aku duduk disebelah lam sambil mengatur nafasku. Aku melihat teman-temanku berlari kesana kemari mencoba merebut bola dari pihak lawan.

"Entahlah" jawabku asal. Beam sedang ke kamar mandi. Aku mengajaknya makan malam setelah bermain futsal. Akhir-akhir ini beam lebih terbuka kepadaku. Dia banyak menghabiskan waktu bersamaku saat kit dan phana sibuk pacaran. Kami bahkan menghabiskan waktu makan siang berdua. Jika dia sibuk dan tidak punya waktu ke kampusku untuk makan siang, aku akan mengunjunginya dan jika aku sibuk dia akan mengunjungiku. Tidak akan ada lagi yang heran jika melihat beam muncul di kantin fakultas teknik. Mereka sudah menganggap beam bagian dari keluarga kami. Begitu juga di kantin fakultas kedokteran, tidak akan ada yang heran jika melihatku muncul disana. Mereka tidak lagi berbisik atau memandangku curiga.

"Damn, forth. Kamu tidak menanyakannya?" Lam memandangku heran.

"Aku memintanya jadi pacarku berkali-kali dan dia menolakku mentah-mentah. Ehm.... Aku pikir begini juga tidak apa. Aku tidak ingin merusak hubungan kami dengan sebuah status. Dulu juga aku tidak peduli dengan satusku dan para wanita yang aku tiduri" ujarku sambil masih menatap teman-temanku yang mencoba mencetak gol ke gawang lawan.

"Tapi kali ini beda" ujar Lam kesal

Aku memalingkan wajahku dan menatap Lam

"Kamu bahkan tidak tidur dengannya. Kalian menghabiskan lebih banyak waktu berdua dibandingkan aku dan pacarku. Tidakkah kamu ingin dia menjadi milikmu seorang? Tidakkah kamu khawatir? tanpa komitmen dia bisa tidur dengan siapapun yang dia mau jika dia bosan" Lam terdengar kesal.

Aku mendesah dan menyisir rambutku dengan jemariku "Aku tahu tapi... Bagi beam ini tidak mudah. Aku pria pertamanya. Kamu sendiri mengetahui betapa besar egonya. Dia tidak akan mau mengakui kalau dia menyukai seorang pria. Apa lagi menyerahkan dirinya padaku. Saat ini, aku hanya bisa mencoba untuk membuatnya tidak merasa bosan padaku" aku tersenyum tipis. Lam memukul kepalaku kesal.

"Dasar idiot" bentaknya. Dia berdiri dan meninggalkanku. Aku tertawa pelan. Tiba-tiba aku merasakan bangku disebelahku bergerak. Beam duduk dengan santai dan menatap handphonenya.

"Apa masih lama?" ujarnya kesal. Dia terlihat tampan dengan jeans abu-abu sobeknya dan kaos putihnya. Aku melirik jamku

"Lima belas menit lagi" ujarku

Beam mengerang kesal. Dia memalingkan pandangan dari handphonenya ke wajahku.

"Shit. Kamu menyuruhku menunggu lima belas menit dan menyaksikan permainan menyedihkan kalian"

Aku menatap beam penuh rasa bersalah

"Setidaknya tunjukkan kalau waktuku kemari menyaksikanmu bermain permainan bodoh ini tidak sia-sia"

Aku tertawa pelan.

"Jika aku berhasil menghiburmu apa yang akan kamu berikan" ujarku sambil menatapnya lekat.

"Aw... Kenapa aku harus memberikanmu sesuatu. Bukankah kamu yang mengajakku makan malam" protesnya.

"Oh ayolah" pintaku.

Beam mendesis kesal "Fine. Makan malam aku yang bayar jika.....jika kamu mencetak minimal tiga gol" ujarnya sambil tersenyum jahil.

"Deal!" ujarku sambil berdiri dan mulai merenggangkan ototku.

EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang