3. Ego Mengalahkan Segalanya

611 62 38
                                    

"Aku melepaskanmu dari segala tanggung jawab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Aku melepaskanmu dari segala tanggung jawab. Sebagai gantinya, aku minta padamu untuk melepaskan Myungsoo dan jangan pernah menemuinya lagi." ㅡ Kim Jae Joong

***

Seharusnya aku bisa menerka pertanda-pertanda ganjil yang kualami sepanjang perjalanan pulang. Seperti...

Tiba-tiba menginjak kotoran anjing atau terciprat air kubangan dari bus yang melintas.

Namun, seolah tidak peduli, aku mengabaikan peringatan itu hingga firasat terburuk benar-benar menggetik sepenuhnya.

Saat aku memasukan sepeda ke halaman depan, hawa dingin menyapa kulit leherku. Aku menengok ke kanan-kiri, mencari-cari sesuatu yang mencurigakan.

Halaman depan terlihat lebih bersih dari semestinya. Maksudku, bukan mengatakan bahwa setiap hari halaman ini sangat kotor dan berantakan. Tidak, tidak. Ibu biasa membersihkannya tapi tidak sekeren hari ini. Mengerti? Karena pada bulan November sampai Maret, ibu memiliki kebiasaan yang awalnya tidak kumengerti. Katanya di luar sangat dingin dan ia tidak tahan cuaca dingin. Jadi untuk menghindari kematian yang sia-sia, ibu tidak akan menyapu halaman rumah lebih dari lima menit.

Aku membuka pintu rumah. Masing-masing dari kami memiliki kunci duplikat. Tapi aku jarang sekali menggunakannya, aku lupa kapan terakhir kali menaruhnya. Beruntung pada jam segini, jika ibu berada di dalam rumah, ia tidak akan mengunci pintu.

Aku masuk setelah melepas sepatuku tanpa menimbulkan banyak suara. Ketika aku mulai melewati lorong depan dan hendak menaiki tangga menuju lantai dua, aku melihat ibu duduk bersedekap di depan televisi. Padahal saat itu layarnya hitam, tidak menyala. Aku menangkap radar bahwa ia memang sedang menantiku.

Instingku berkata sesuatu yang buruk akan terjadi. Sesuatu yang benar-benar buruk.

Otot-otot di sekitar wajah ibu terlihat tegang. Sorot matanya juga tidak memancarkan kehangatan alih-alih tajam dan dingin seperti kristal es yang menggantung di atap-atap rumah.

Aku menahan napas saat tatapanku bergulir ke sepucuk surat di atas meja. Kertas itu tergeletak dalam keadaan terbuka dan lebih lusuh dari kondisi awal.

Shit.

Aku lupa menyembunyikan surat itu di tempat yang lebih aman. Aku lupa kalau setiap pagi ibu membebenahi kamarku yang selalu berantakan.

Sekarang apa yang harus  kulakukan?

Menyapa ibu dan melengos pergi ke kamar? Atau langsung kabur ke lantai atas dan menganggap ibu makhluk ghaib? Atau memasang senyum khas anak manis dan menghampiri ibu seolah-olah tidak tahu apa-apa?

BABY'S BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang