7. Perasaan yang Tidak Dapat Dijelaskan

534 54 57
                                    

"Dia memang pernah menyatakan perasaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dia memang pernah menyatakan perasaannya."ㅡ Kim Myungsoo.

***

"Apa kau melihat Myungsoo?"

"Tidak."

Jawaban itu kontan mengusir ketenangan di wajahku. Desah lelah mencelos setelahnya.

Dari sekian anak yang kutanya, tak satupun balasan dari mereka yang membuatku lega.

Myungsoo merajuk terang-terangan. Pesan singkat yang kukirim sejam lalu tidak terbalas. Saat aku mencoba menghubungi nomer ponselnya, alih-alih diangkat, malah direject.

Aku memutuskan ke gedung sebelah, menjemputnya seperti rutinitas beberapa hari lalu yang mulai kami tanamkan. Pergi ke kelasnya usai jam pelajaran sudah menjadi kewajiban. Ini seperti ritual sore yang tidak bisa ditinggalkan.

Namun, disini lah aku, dalam keadaan linglung menanyai setiap siswa yang lewat. Sialnya, mereka sendiri sibuk dengan urusan masing-masing, tidak sempat memperhatikan orang macam Myungsoo.

"Aish... kemana sih anak itu?" Grundelku ketika melewati koridor kelas.

"Kau mencari Myungsoo?"

Aku menoleh ke balik bahuku begitu seseorang yang wajahnya familiarㅡtapi aku tidak ingat namanyaㅡ menyebut nama Myungsoo. Kepalaku mengangguk sebagai respon dari pertanyaannya.

"Kulihat tadi dia buru-buru ke gerbang depan. Kurasa dia sudah pulang."

Sorot mataku otomatis bersarang ke arah yang ditunjuk siswa itu.

"Sendirian? Err maksudku apa dijemput supirnya?"

"Aku tidak tahu kalau soal itu."

"Ah, baiklah. Terimakasih." Mataku terpejam sepeninggalnya orang itu. Kepalaku mendadak berkedut hebat. Mendengar kabar Myungsoo pulang sendirian menciptakan kekhawatiran berlebih.

Yang kutak mengerti, apa yang benar-benar kucemaskan? Dirinya atau ceramahan dari ibu yang menanti jika menemukan fakta bahwa aku tidak bersama Myungsoo saat anak itu sampai disana.

Myungsoo seharusnya tidak gegabah. Tidak seenaknya pergi tanpa memberi kejelasan. Ia pikir dirinya anak kecil yang bebas melakukan sesuatu atas kehendak sendiri? Kalau benar begitu, berarti dia sama egoisnya. Ia tidak memikirkan soal nasibku di tangan ibu kelak.

Sudah dipastikan aku akan mendapat kuliah selama dua jam non-stop soal bagaimana aku harus bertanggung jawab sebagai laki-laki dan calon kepala keluarga bla..bla..bla sampai kemungkinan besar telingaku tuli.

BABY'S BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang