MCBF 12

1.5K 155 5
                                    

Gais vs Papa Marko

"Boleh anterin, tapi jangan sampai rumah." Baru beberapa detik berucap demikian, ponselnya bergetar. Dirogohnya dari saku dan memeriksa pesan masuk.

Chat.

Papa: Ajak cowok yang udah ngajak kamu keluar sampai bikin kamu bohong sama Papa itu ke rumah

Seketika, bola mata Naya membulat, dia langsung menoleh pada pemuda yang berjalan di belakangnya.

"Kenapa?" tanya Gais yang melihat ada kepanikan di wajah gadis itu.

"Papa nyuruh aku buat ngajak kamu ke rumah, pasti Papa tau kalau aku keluar buat ketemu seseorang, pasti dia bakal—"

"Ayok!" ajak Gais lalu menarik tangan Naya menuju rumah gadis itu, dan hal itu semakin membuat pusing tujuh tanjakan.

"Kenapa Gais malah sengaja ke rumah?"

Gais tidak mengindahkan berbagai pertanyaan dan protes dari gadis itu. Dia terus menarik tangan Naya untuk pulang menemui Papa galak gadis itu.

Sampai di depan gerbang rumah, keduanya melihat sesosok lelaki separuh baya yang masih memiliki otot lumayan besar, tengah berdiri di depan gerbang dengan kedua tangan terlipat di atas dada.

"Permisi Om, saya mau nganterin anak Om pulang, maaf karena saya udah ngajak anak Om buat keluar sebentar, karena ada sesuatu yang harus kami bicarakan. Kalau Om mau hukum saya, saya siap!" cerocos Gais dengan sangat tenang dan santai.

Marko dengan santainya langsung menyuruh Gais untuk ke belakang rumah, di sana sudah ada Gio yang menunggu hukuman juga, yaitu berenang di kolam renang malam-malam.

Naya melirik Agata yang tengah duduk santai di pinggir kolam, menikmati tontonan gratis malam ini.
Namun, Naya begitu takut, takut kalau Gais akan marah besok di sekolah.

"Sekarang kalian lepas baju kalian dan mulai berenang, lima belas putaran kolam!" Suara berat dan tegas Marko keluarkan layaknya komandan militer.

Kini Naya tahu, kalau Gio dan Agata juga tertangkap basah, dan sepertinya gadis itu sengaja mengadukan Gais tengah bersamanya.

Naya ikut duduk di sebelah kursi Agata, melihat betapa malangnya dua pemuda SMA yang akan berenang malam-malam begini.

Keduanya lalu melepas baju mereka, hanya menyisakan celana saja. Akan tetapi, tubuh mereka tidak buruk saat masih SMA,.

"Lumayan," gumam Agata membuat Naya melirik dan bergidik. Sepertinya hanya Naya yang merasa malam ini sangatlah horor.

Kejadian tadi malam itu membuat Naya harus merelakan waktu tidurnya menjadi sangat-sangat tidak nyenyak.

Memikrkannya saja sudah membuatnya depresi. Bukan hanya kejadian hukuman itu yang membuat Naya sulit tidur, tetapi peristiwa di mana Gais meminta izin untuk mengantar-jemput Naya selama sekolah. Anehnya, papanya mengizinkan dengan mulus dengan jawaban yang begitu mengusik telinga.

"Baik, kamu boleh antar-jemput Naya setiap hari, tapi jangan macam-macam sama anak saya. Kalau sampai kenapa-kenapa, bukan hanya hukuman militer, tapi saya akan meminta sekolah untuk mengeluarkan kamu dari Starga, dan dilihat-lihat, badanmu juga lumayan, bisalah jagain Naya dari penjahat." Entah apa yang merasuki Marko, intinya Naya tidak setuju dengan pendapatnya.

Gais pun saat itu menjawab lantang. "Makasih Om, saya akan jagain Sanaya, buat Om dan saya."

Seandainya Naya boleh memilih, dia ingin sekali terlahir kembali tanpa mengenal Gais.

Pagi ini, dia juga dijemput oleh Gais dengan motor ninjanya. Awalnya Naya mendongkol, tetapi saat tahu Agata dijemput gengnya, sudah dapat dipastikan Naya terlantar jika tidak bersama Gais. Papanya juga mulai kembali dengan kegiatannya setelah pensiun.

"Ga!" Naya memanggil, tetapi tidak didengar, atau memang pemuda itu sengaja tidak mengacuhkannya.

"Kalau emang kamu mau awasin aku, 'kan, bisa awasin kapan aja. Tanpa harus aku ngikutin semua kemauan kamu." Naya berseru agar pemuda itu mendengarnya. Akan tetapi, Gais tetap diam, Naya curiga kalau pemuda itu tuli, padahal tadi sengaja berteriak di samping telinganya. Memang, dia sedang pakai helm.

Sebenarnya, Gais mendengarnya. Kenyataannya memang berbeda, kalau dia bukan hanya mengawasi Naya, tetapi juga menjaga. Entahlah, mengapa Gais berpikir mau menjaga gadis yang sama sekali tidak pernah mau dia kenal sebelumnya.

"Enggak bisa. Tadi malem aja pasti Gio hampir buat kamu jujur, 'kan?" Barulah Gais menyahut.

"Enggak! Aku bisa jaga rahasia!"

Gais melihat gadis itu dari kaca spion, lalu kembali fokus ke jalan. "Turutin apa kata aku. Menolak juga enggak ada gunanya."

"Kalau aku bilang ke Papa tentang ini gimana?"

Seketika Gais langsung menginjak rem secara mendadak, membuat tubuh keduanya terdorong ke depan. Gais melepas helm, lalu menoleh ke belakang.

"Sa, kamu milih mana, antara jadi pacar Gais dan jaga rahasia, atau bilang ke Om Marko kalau kita pernah kepergok Bima di gudang?"

Naya gelagapan, kini dia sudah terjebak dan tidak lagi bisa keluar dalam situasi yang Gais ciptakan. Beruntung Gais berhasil menutup mulut Bima agar tidak memberi tahu siapa pun. Kalau sampai tahu, pasti akan ada pemikiran kotor dari orang-orang. Meskipun sebenarnya, yang terlihat kotor hanya Gais. Tidak, semua orang mengenal pemuda itu baik, Pak Basuki saja tidak percaya kalau Gais nakal, sial.

"Apa itu merugikan? Uang kamu berkurang?" tanya Gais masih memberi tatapan menunggu.

Naya akui Gais memang tampan, pintar, tetapi dia membenci pemuda itu karena menutupi keburukannya pada semua orang. Namun, Naya bingung mengapa yang tahu Gais merokok hanya dirinya. Bahkan, Gio dan Ronald pun tidak tahu.

"Enggak ada untungnya buat aku," jawab Naya lantang.

"Jaga rahasia aku sekali ini aja enggak bisa? Seenggaknya, kalau bukan buat aku, kamu melakukan ini demi sekolah supaya menjaga citra siswa peraih juara olimpiade."

Naya mengatupkan bibir, ingin menjawab, tetapi rasanya kesulitan. Sebenarnya, ada hal yang selama ini membuat Naya penasaran. Naya yakin ada banyak rahasia yang pemuda itu simpan rapat-rapat.

Motor mereka sampai di parkiran. Setelah Naya turun, dia melepas helm dan menatap pemuda pemaksa itu.

"Ga ...."

"Hm?" Gais menyahut singkat.

"Kita enggak beneran pacaran, kenapa harus posesif?"

Gais ingin tertawa, gadis itu masih saja berusaha keluar dari lingkaran miliknya. "Bukannya kita udah pacaran?"

"Tapi aku enggak pernah setuju sama hal itu, itu cuma keputusan kamu, bukan aku." Naya menyilangkan kedua tangan di depan dada.

"Kalau aku tembak kamu sekarang, apa kamu bakal nolak juga?"

Naya mengangguk, jelas dia akan menolak Gais, walau dulu sempat mengaguminya sebelum tahu pemuda itu merokok dan arogan. Apalagi setelah tahu Gais adalah pemuda yang sangat nekat. Pemuda itu bisa melakukan apa pun tanpa rasa takut, bahkan menghadapi papanya.

"Tapi aku enggak pernah mau ditolak," tegas Gais penuh penekanan.

"Egois!"

"Egois, dingin, itulah Gais yang akan kamu kenal."

.

*****

Jangan lupa kasih voment ya

Mohon dukungannya.

Partnya pendek-pendek, soalnya banyak.
Makasih udah baca.

My Coolkas Boyfriend | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang