MCBF 35

758 92 15
                                    

Gelang Rumah Sakit

Tubuhnya terasa pegal-pegal setelah menguras air kolam. Apa ini risiko memiliki Papa seorang pensiunan militer? Meski dimanja, tetapi olahraga dengan cara membersihkan kolam adalah kewajiban ketika libur. Setelah selesai, Sanaya melangkah menuju kamar saudarinya, tentu ingin menagih janji.

Naya mengetuk pintu, setelah ada sahutan barulah dia masuk. Gadis dengan rambut sedikit pirang di atas kasur memicingkan mata menatapnya.

Tentu, Agata curiga karena Naya datang tiba-tiba. Melihat wajahnya saja dia sudah mengerti kalau kedatangannya bukan untuk hal biasa.

"Kalau lo mau nagih janji gue sebelum lo putusin Gais, jangan harap," ujar Agata dapat menebak dari mata gadis yang tidak lagi berkacamata.

Naya heran, entah sifat Agata itu mewarisi dari siapa, yang pasti papanya tidak sekejam dia. "Kita dari bayi udah bareng, setega itu? Kamu juga enggak pernah ketemu sama Mama dari bayi, apa enggak ada belas kasihan sedikit aja?"

Agata lalu bangkit dan mendekati gadis yang beberapa hari lalu menjadi pusat perbincangan di sekolah. "Justru itu, karena gue juga enggak pernah lihat Mama, jadi kita satu sama. Lagian kasih sayang Papa juga buat lo, bahkan lo rebut cowok yang gue taksir."

Apa? Naya tidak percaya dengan ucapan Agata. Bukankah dia sendiri yang menolak Gio dan membenci Gais sejak awal? Lalu mengapa seolah kini Naya yang salah. Pergaulannya dengan Kakak kelas yang salah juga membuat gadis itu merokok, meski sudah tidak lagi semenjak bosan masuk ruang BK. Apalagi, Marko selalu tahu kenakalannya, sehingga Agata hanya menikmati hidupnya dengan hukuman. Akan tetapi, ini bukan salah Naya, jelas itu salahnya sendiri.

"Aku udah putus sama Gais."

Penuturan yang baru saja keluar dari mulut Naya membuat Agata membuka mulutnya lebar. "Lo serius?"

Naya mengangguk dengan rasa bersalah. Demi informasi orang tuanya, dia harus mengakhiri segalanya dengan Gaiska, pemuda yang ingin dia rengkuh karena sakitnya.

"Ok, gue akan kasih tau. Lo tinggal ke kamar Papa." Agata berucap enteng.

Naya membulatkan mata, kepalanya menggeleng, merasa tidak mungkin karena selama ini Marko selalu melarang siapa pun untuk ke kamarnya.

"Enggak mungkin. Apa cuma itu petunjuk dari kamu? Aku udah akhiri semua sama Gais dan petunjuk dari kamu cuma itu? Kamu menjebak aku?!" seru Naya mulai curiga, matanya berkaca-kaca karena tidak percaya.

Tidak ingin dituduh penipu, Agata memegang dua bahu adiknya. "Jujur gue enggak punya buktinya di tangan, tapi gue enggak bohong. Lo masih inget waktu kita kecil umur enam tahun main petak umpet?"

Naya berusaha mengingatnya, tetapi dia tidak ingat. Akhirnya, Agata memberi penjelasan.

"Waktu itu, kita main petak umpet dan gue masuk kamar Papa."

Agata kecil mencari persembunyian paling aman dari Naya ketika bermain petak umpet bersama. Dia menemukan lemari di dalam kamar papanya, karena tidak berani, jadi dia membawa senter.
Akan tetapi, di dalam dia mendapati sebuah kotak berukuran sedang berwarna kuning. Penasaran, Agata membukanya, matanya membulat ketika tahu isinya adalah bedung dan selimut bayi.

Agata yang masih berumur enam tahun mendadak gemas melihat bedung yang dia pikir bekas miliknya. Alhasil, dia membuka dan memeluk selimut berbulu tersebut. Namun, senternya membawa mata beralih pada gelang kertas di dasar kotak, seperti gelang rumah sakit yang biasa digunakan pasien.

My Coolkas Boyfriend | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang