Prolog

15.8K 896 78
                                    

Memiliki seorang sahabat sejak kecil. Sahabat sejati, yang selalu ada saat suka maupun duka? Tapi sayangnya, kau telah menaruh hati kalian pada orang itu? Apa lagi jika sahabat kalian yang lain juga menaruh hati kepada orang yang sama? Apakah ada kemungkinan untuk mengalah?

Sebuah kejadian yang di alami oleh dua pemuda ini. Keduanya adalah sepasang sahabat, sepasang sahabat yang menyukai sahabat mereka yang lainnya, seseorang dengan nama Huang Renjun. Seorang lelaki manis nan lugu yang berhasil menarik afeksi keduanya.

Karena persoalan cinta, keduanya mulai mengenyampingkan hubungan persahabatan mereka. Tak sadarkah keduanya jika lelaki manis itu merasa tak nyaman? Bahkan mungkin keduanya tak peduli, apakah ini termasuk rasa egois dalam perasaan? Bahkan Huang Renjun pun mulai mengingat kapan awal pertengkaran kedua sahabat karibnya tersebut.

Rasa tak nyaman pun kembali mendera, di hadapannya saat ini. Kedua pemuda jangkung tersebut tengah berebut untuk mengantarkannya ke dalam sekolah. Sungguh menjengkelkan.

"Giliran mu sudah! Hari ini giliran ku! "Pemuda dengan surai coklat gelapnya itu menggelengkan kepalanya, membetulkan kembali letak kacamatanya dengan gaya mencemooh.

"Tidak tidak... Yang mengantarnya akan tetap diriku. "Balas si kacamata, menarik cibiran malas dari sahabat karibnya.

Para pemuda tanggung di depannya masih terus berdebat, tak memperhatikan dirinya yang dengan sengaja mendengus keras - keras. Kejadian ini bisa sangat menjengkelkan sewaktu - waktu, bahkan hanya karena berdebat untuk memperebutkannya. Kedua pemuda itu juga tak meliriknya sama sekali, kan?

"Jika kalian terus berdebat. Aku akan berangkat dengan Sicheng ge. "Kecamnya, kedua pemuda tersebut hanya melirik, melanjutkan kembali perdebatan mereka yang berhasil menarik lototan marah dari Renjun.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan berangkat menggunakan bis. "Kedua tungkainya ia gerakkan dengan langkah santai menuju luar gerbang perumahan mereka. Ia sudah melihat jam tangannya, masih tersisa waktu setengah jam lagi sebelum gerbang sekolah di tutup rapat - rapat.

"Lihat! Sekarang Renjun memilih untuk meninggalkan kita kan, bodoh! "Cibir sang pemilik surai jelaga, mulai membenahi helm yang di pakainya dan menyalakan motor besarnya. Sebuah dengusan di sampingnya menarik sedikit atensi milik Jeno.

"Kau yang bodoh. Aku tidak. "Jaemin dengan sigap melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata - rata. Meninggalkan sahabat jangkungnya yang hanya diam menatap jengkel.

"Sialan! Aku sial sekali hari ini! "

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kedua tangannya di julurkan guna mengembalikan helm berwarna hitam tersebut, "Kalian bisa tidak tak usah bertengkar hanya untuk mengantar ku? "Tanya nya penuh harap, namun bibirnya mengerucut saat gelengan lah yang di dapat sebagai jawaban dari pertanyaannya.

"Kau merubah rambut mu lagi? "Renjun berjinjit, mengusap helaian hitam legam milik Jeno yang mencuat berantakan akibat gesekan di dalam helm tadinya.

"Ada apa? Apakah terlihat buruk? "tanya Jeno seraya menggenggam tangan Renjun yang bertengger di atas helaian surainya. Pemuda manis itu harus bersusah payah mengimbangi tubuh Jeno yang tinggi dengan sedikit berjinjit, bersyukur sang sahabat mau berbaik hati untuk menundukkan kepalanya.

"Aku hanya bercanda Jeno. Kau masih tetap tampan. " Kekehnya dengan senyuman manis. Tak sadarkah Renjun jika ia baru saja membuat hati Jeno berbunga - bunga dengan perkataan yang di keluarkan olehnya baru saja?

"Kau terlalu mendramatisir Lee. Lebih baik kita masuk, sudah ada beberapa orang yang melihat kalian sedari tadi. "Sarkas si pemuda Na sambil menarik lengan kurus Renjun yang di tahan oleh sahabat tingginya tadi. Tanpa mereka sadari jika wajah manis salah satu sahabat mereka menyembulkan semburat merah di kedua pipi gembilnya.

𝑾𝒉𝒚 𝑨𝒍𝒘𝒂𝒚𝒔 𝑴𝒆? ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang