D U A

8.9K 966 47
                                    

Agnia hanya dapat membungkam mulutnya ketika kedua sahabatnya dengan heboh membicarakan seseorang yang berhasil kepalanya terasa panas bagaikan bom yang siap meledak. Nama Bayu yang kerap terucap itu semakin membuatnya kesal tanpa sebab yang jelas. Entah sampai kapan dia mampu berpura-pura di hadapan kedua sahabatnya.

“Tapi lo perhatiin wajahnya dengan jelas nggak sih?” tanya Della—rekan sejawat yang sekaligus merangkap sebagai sahabat Agnia—serius, “Kayaknya Dokter Bayu habis berantem deh.”

Citra mengangguk antusias, “Gue lihat! Jelas banget di idungnya, Del! Kebayang nggak sih ternyata Dokter Bayu itu jago berantem.” Citra terkikik geli, “Makin keren.”

Agnia hanya dapat memutar kedua bola matanya dan kembali membaca jurnal yang sedari tadi terbuka di hadapannya. Tapi nihil, Agnia sama sekali tidak dapat mempelajari jurnal tersebut karena pembicaraan kedua sahabatnya yang berhasil menyulut emosinya.

“Tapi kasihan gue, Cit. Memang sih keren gitu, tapi nggak ada yang ngobatin lukanya itu loh.” Della mengela napas dengan sedikit hiperbola, “Coba Dokter Bayu mau sama gue, sudah pasti gue kecupin lukanya sampai sembuh.”

“Dih, lo mah setiap dokter ganteng dikit langsung di sosor.” Citra mencibir sahabatnya sembari tertawa geli, “Progress pendekatan sama Dokter Radit kemarin gimana? Nggak ada hasilnya?”

Della melengos pasrah, “Dokter Radit tuh brengsek banget, Cit. Gue kira dia single selama ini tahunya udah ada buntutnya dua!”

“Gila! Lo deketin laki orang, Del?”

“Tuh kan, lo juga kaget bukan?” Della mendengus sebal, “Jadi selama di rumah sakit tuh Dokter Radit nggak pernah pakai cincin-nya dan sok-sok-an misterius gitu bukan? Nyatanya dia playboy gagal insaf! Kesel gue.”

Citra meringis dan mengelus lengan Della lembut, “Seenggaknya lo tahu duluan sebelum lo sama Dokter Radit punya hubungan lebih lanjut.”

Della ikut mengangguk mengamini perkataan Citra. Kedua matanya lantas menghampiri sahabat lainnya yang sedari tadi diam saja. “Lo kenapa sih, Ni? Temben diem banget. Biasanya paling ribet.”

Agnia mengangkat kepalanya dan menatap kedua sahabatnya bergantian. “Gue lagi baca jurnal.”

Citra mengernyit bingung, “Tumbenan banget lo baca jurnal, Ni? Ada jadwal OK?”

“Memangnya kalau baca jurnal kalau ada jadwal OK saja?” Agnia balik bertanya.

“Ya nggak juga sih, Ni. Tapi elo biasanya setiap mau OK baru sibuk baca jurnal.” Ujar Citra, mengutarakan fakta yang tidak dapat disangkal oleh Agnia.

Agnia mendesah pelan dan menutup jurnalnya. Dia memanggil salah satu petugas kantin dan memesan rujak cocol sementara kedua sahabatnya memandangi Agnia dengan bingung.

“Lo berantem lagi sama Emir?” tanya Della berusaha memecahkan apa yang sedang mengganggu pikiran sahabatnya.

Agnia menggeleng sembari tertawa kecil, “Gue sama Emir baik-baik aja lagi, nggak lagi berantem atau apapun itu.”

“Terus, lo lagi kenapa, Ni? Serius deh, lo aneh gini tiba-tiba diem dan nggak banyak ngomong kayak biasanya.” Citra kembali membuka suara.

“Emang gue biasanya kayak gimana sih? Kok gue diem kayak gini kalian udah kayak menghadapi kiamat aja.” Agnia tertawa kecil sembari mencomot cireng goreng cocol sambal rujak yang di pesannya dari ibu kantin.

Della mengibaskan tangannya sebal dan memilih untuk ikut mencomot cireng tersebut. Memang ya, meskipun perut kenyang tetap saja, sewaktu melihat seseorang menyantap sesuatu, tetap saja tangan bergerak dan gigi ikut mengunyah.

“Lo minggu depan jadi liburan sama Emir ke Singapore?” tanya Della di sela kunyahannya.

Agnia mengangguk pelan, “Kalau Emir nggak ada halangan sepertinya jadi.”

“Berapa hari, Ni?” Citra mulai penasaran, “Tapi lo nggak satu kamar sama Emir dong?”

“Mana mungkin Emir mau tidur sendirian, Cit!” Della tertawa renyah, “This is Emir we’re talking about. Dia sama sekali bukan pangeran berkuda putih seperti Dokter Bayu, he’s the devil!”

Agnia kembali mengernyitkan dahinya. Entah sampai kapan sahabatnya itu terus membicarakan tentang Bayu. Lagipula, Agnia sama sekali tidak mengerti dengan obsesi sahabatnya itu dengan Bayu. Apa yang bagus dari pria brengsek semacam Bayu? Agnia lebih memilih untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan Emir yang super playboy dibandingkan Bayu yang tidak jauh berbeda dari penjahat kelamin? Setidaknya Emir tidak pernah menjanjikan masa depan kepadanya, tidak seperti Bayu.

“Ada apa sih antara lo dengan Dokter Bayu?” akhirnya Agnia angkat bicara saking tidak tahannya, “Udah sejak seminggu yang lalu lo terus ngomongin Dokter Bayu.”

Della mengerjapkan kedua matanya berulang kali sebelum akhirnya dia membuang muka ketika Agnia dan Citra sama-sama menatapinya dengan penasaran. Meskipun Della berusaha menutupinya, tapi Agnia tahu. Dia ingat dengan jelas raut wajah itu. Raut wajah yang pernah ditunjukannya ketika dia merasakan ribuan kupu-kupu di dalam perutnya hanya karena Bayu menyapanya.

“L-Lo nggak ngeceng Dokter Bayu ‘kan?” tanya Agnia antara penasaran dan khawatir. Jujur saja, dia lebih penasaran dibandingkan khawatir.

Paras ayu Della semakin menunjukkan semburat kemerahannya. Melihat wajah Della yang tersipu malu, Agnia justru bagaikan menyaksikan film horor. Bagaimana mungkin dia sampai tidak menyadari bahwa sahabatnya sendiri menaruh hati pada Bayu? Agnia memaki  dirinya sendiri karena terlalu fokus mementingkan kebutuhannya untuk membenci Bayu.

“I think I’m in love, Ni.” Della berbisik sambil terkikik.

Kalau hidupnya adalah gambaran komik, sudah pasti saat ini latar belakang Agnia adalah kilatan petir. Well, memang tidak salah lagi. Agnia bagaikan disambar petir di siang bolong, dia kecolongan dan tidak mungkin kalau dia mengungkap rahasia kelamnya bersama Bayu. Meskipun karakternya tergambarkan sebagai sosok yang antagonis, Agnia tidak sejahat itu. Dia tidak mungkin mengugurkan bunga-bunga yang baru bermekaran di taman hati Della. Tapi, Agnia juga tidak mungkin membiarkan Della terjerat masuk ke dalam lubang sempit yang tidak ada jalan keluarnya sama sekali. Apalagi ketika pria brengsek itu masih mencintai Ninis seorang.

“Lo gimana bisa jatuh cinta padahal lo nggak pernah berinteraksi sama Dokter Bayu?” suara nyaring Citra berhasil membangunkan Agnia dari keterkejutannya. Dia ikut mengangguk dan kembali menatap Della dengan penuh harap.

Agnia berharap bahwa sahabatnya kini tengah bercanda dan mengerjainya.

Della tersenyum kecil lalu berdeham, “Jadiiii…ceritanya gini…waktu gue tahu kalau Radit itu ternyata sudah punya istri dan dua anak, gue nangis histeris gitu di kamar mandi. Sampai banyak keluarga pasien yang ngeliatin gue bingung. Bahkan ada yang terang-terangan nanyain gue kenapa.” Della terkikik, “Karena gue merasa mengganggu fasilitas umum, akhirnya gue memilih keluar tuh dan entah dari mana gue nabrak seseorang dan orang itu Dokter Bayu. Gue jelas dong langsung minta maaf dan cepet-cepet ngacir, tapi doi nahan gue dan ngasih satu pack tissue kecil sambil bilang kalau gue terlalu baik untuk pria semacam Radit. Gue bingung tuh ya, gue tanya dong kok doi bisa tahu. Ternyata, doi ngelihat dong waktu Radit ngaku ke gue kalau dia sudah punya istri dan anak. Malu banget gue!! Doi bahkan sampai bilang kalau gue pasti akan mendapatkan pengganti Radit yang jauh lebih baik. Gimana gue nggak jatuh hati coba?!”

“Lo serius ya Del?” tanya Citra kembali ketika tidak ada seorang pun yang membuka mulut seusai Della membeberkan asal muasal perasaanya itu.

Della mengangguk pelan dan raut wajahnya seketika berubah menjadi serius. Dia menatap Citra dan Agnia bergantian. “Kalian berdua sahabat terbaik gue. Please dukung dan bantu gue untuk mendapatkan Dokter Bayu. I think I’ve finally found the one.”

Agnia hanya terdiam, dia tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun. Ini semua salah, apa yang dirasakan oleh Della itu salah. Agnia ingin sekali berteriak di hadapan Della dan memberitahukan segala kebusukan Bayu. Hanya saja, raut wajah bahagia dan gelak tawa yang keluar dari Della berhasil menghentikannya. Semenjak berpisah dari Radit, Della tidak pernah terlihat seceria ini. Agnia tidak mungkin membunuh kebahagiaan sahabatnya itu hanya demi perasaan insecure-nya. Tetapi, Agnia tidak mungkin diam saja. Dengan diam, Agnia sama saja menjerumuskan Della ke dalam lubang sempit itu.

Dulu, Agnia juga pernah merasakan hal serupa dengan Della. Agnia ingat betul bagaimana hatinya berdegup kencang ketika Bayu berada di dekatnya. Baginya, Bayu adalah pangeran berkuda putih yang siap menyelamatkannya dari penyihir jahat yang siap menghancurkan hidupnya. Kenyataannya, Agnia justru menyerahkan jiwa dan raganya untuk penyihir jahat yang berkedok sebagai pangeran berkuda putih.
Dan yang paling disesali, Agnia terlambat menyadari hal itu.

Tanpa disadari, jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga sore dan kedua sahabatnya sudah sedari satu jam lalu beranjak karena urusannya masing-masing. Della yang harus ikut asistensi operasi pasien dan Citra yang harus kembali siap-siap membuka klinik sore-nya. Tinggalah Agnia seorang diri dengan segala pikiran yang berkecamuk di dalam kepalanya.

Terima kasih kepada Della dan pengakuannya, kini Agnia tak lagi fokus dengan jurnalnya. Dia menghela napas panjang, dia tidak dapat melakukan apapun selain diam dan melihat perkembangannya. Agnia menutup jurnal dan membereskan barang-barangnya. Dia sempat melirik ponselnya sebentar yang sedari tadi sepi. Seharian ini Emir tidak mengabarinya—meskipun dia terbiasa akan hal tersebut, tetap saja Agnia merasa kesal. Seharusnya Emir bersikap sedikit lebih romantis dengan menjemputnya dan mengajaknya makan malam. Nyatanya, Emir hanya menghubunginya ketika lelaki itu butuh belaiannya. Menyadari hal itu, Agnia menjadi kesal sendiri.

Setelah memesan transportasi online, Agnia meninggalkan kantin dan memilih untuk menunggu driver yang mengambil order-nya di lobby utama rumah sakit. Sembari menunggu, Agnia memainkan ponselnya dan melihat-lihat feeds media sosial milik Emir. Agnia hanya dapat mengerutkan keningnya melihat “kekasihnya” itu dikelilingi oleh wanita-wanita cantik.

“Cowok seperti itu yang kamu jadikan pacar?”

Agnia nyaris menjatuhkan ponselnya karena suara khas yang dikenalnya itu. Sembari mengatur degup jantungnya, dengan cepat dia menyimpan ponsel ke dalam tas tangannya dan menatap sosok tersebut dengan kesal.

“Cowok yang sehari-hari dikelilingi oleh wanita cantik, rasanya tidak akan mungkin setia dengan satu wanita saja.” Bayu tersenyum kecil, “He just want to bed you, y’know?”

Agnia melipat kedua lengannya di depan dada dan menatap Bayu tajam. Meskipun perban menutupi hidungnya, wajah tampan lelaki itu sama sekali tidak tersembunyikan. Justru, Bayu nampak semakin menarik dengan perban di hidungnya dan rambut acak-acakan seperti di pagi hari.

Menyadari Agnia memperhatikan penampilannya, Bayu impuls merapikan rambutnya. “Sori, habis jaga malam dari kemarin, baru off sore ini.”

Agnia kembali mendesah dan berbalik mengabaikan Bayu. Meskipun beribu-ribu kalimat sudah berada di ujung lidahnya, dia berhasil menahannya. Bayu is not worth it…Agnia berulang kali merapal di dalam hati.

“Kamu tahu, Nia? Kamu berhak mendapatkan lelaki manapun yang kamu mau tapi kamu memilih untuk menghabiskan waktu dengan lelaki seperti itu?”

Impuls Agnia memutar tubuhnya kembali dan menatap Bayu. Sesaat dia mendengar Bayu menuturkan kata-kata tersebut, seketika juga seluruh pertahanan Agnia hancur.
“Gue rasa ini bukan kepentingan lo untuk mengomentari lelaki mana yang gue pacari.” Agnia akhirnya membuka suara, “Mau dia tidur dengan wanita lain di luar sana gue nggak peduli. Satu hal yang gue pelajari adalah, it doesn’t matter who you are sleeping with as long as love doesn’t involve.”

“Kamu yakin sekali? Kamu nggak mau pacarmu itu cinta sama kamu?”
Agnia tertawa renyah, “Apa lo nggak inget? Gue berpengalaman tidur sama lelaki yang nggak cinta sama gue. Jadi, mau Emir cinta sama gue atau nggak, gue nggak peduli sama sekali. Yang terpenting kebutuhan gue terpenuhi dan gue belajar langsung dari ahlinya.”

Bayu tertegun, dia mengerjapkan kedua matanya beberapa kali namun tetap, tidak ada sepatah kata pun yang dapat dilontarkannya pada Agnia. Bayu sadar bahwa Agnia menyindirnya, tentu saja dia ingin membela diri. Hanya saja, Bayu tidak memiliki pembelaan untuk masa lalunya.

Bayu hanya dapat menatap kedua manik mata Agnia yang juga menatapinya. Amarah, benci, sakit hati, bahkan rindu—Bayu dapat melihat dan merasakannya meskipun Agnia bersikap begiti defensif. Tangan kanan Bayu impuls bergerak menggapai Agnia. Bayu bagaikan terhipnotis oleh kedua manik mata yang dulu sempat membutakannya itu.

TEEEEEEET!!!!

Suara kencang klakson mobil berhasil mengejutkannya. Impuls, Bayu menarik tangannya kembali dan pandangan mata mereka terputus begitu saja.

“Mbak, pesan Grab?!” pekik driver dari dalam mobilnya.

Agnia menarik napas panjang—berusaha menenangkan degub jantungnya yang begitu kencang—dan mengangguk. Dia bergerak melewato Bayu menuju pintu belakang mobil tersebut, namun tangannya digenggam oleh Bayu dengan cepat.

“Aku antar kamu pulang, Nia.” Tukas Bayu tanpa melepas tatapannya dari Agnia.

Agnia menatap Bayu sesaat lalu tertawa kecil, “Sampai kapan pun gue nggak sudi berduaan doang dengan lo!”

Agnia menarik tangannya dengan paksa dan masuk ke dalam mobil tersebut dengan cepat. Jantungnya kembali berdegup kencang meskipun kini tubuhnya terpisahkan dari Bayu. Genggaman tangan Bayu di pergelangan tangannya bagaikan kecupan si jago merah. Sekujur tubuh Agnia terasa panas dan dia membenci itu.

“Jalan, Pak.” Cicit Agnia nyaris berbisik.

Ketika mobil sudah bergerak, barulah Agnia dapat bernapas dengan lega.

“Lagi berantem sama pacarnya, Mbak? Kasihan loh mbak, Mas-nya sampai sedih gitu mukanya.”

Agnia hanya dapat membisu, jantungnya yang berdegup begitu kencang seakan-akan mengkhianatinya. Dan tanpa Agnia dapat kendalikan, sepanjang jalan menuju apartemennya, Agnia menangis tersedu-sedu.

Entah apapun itu yang ditangisinya…


###

NOTE:

Hai semuanya! Ada yang nunggu-nunggu Bitter Truth? Semoga ada yaaaaa! Aku tahu ada beberapa teman-teman yang kurang setuju sama aku bikin ceritanya Bayu, tapi semoga setelah baca teman-teman jadi tertarik.

Aku juga mau minta maaf sama penulisanku yang jadi lusuh banget. Aku sudah lama nggak nulis jadi yaaaaa begini, kayak baru belajar lagi. Jadi maafkan aku.

Lalu, untuk teman2 yang dokter boleh tolong revisi aku kalau salah ya. Sumberku itu hanya adikku yang lagi koas, dan itupun dia dokter gigi bukan dokter umum.

Terakhir, semoga teman-teman suka dan jangan lupa untuk tinggalkan komen dan bintang kalian. Aku baca semua komen teman2 meskipun nggak aku balas satu2.

Btw, aku nulis dari hp jadi harap maklum ya kalo ada typo dan bahasa serapan yang belum aku italic. Harao maklum!

Update berikutnya adalah Until You! Semoga sesuai jadwal!

See you!
A.

Bitter TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang