D U A P U L U H

6.1K 569 94
                                    


Yogyakarta, beberapa tahun yang lalu.

Agnia menatapi refleksi wajah kusutnya di cermin. Sudah hampir dua bulan berlalu semenjak ia mengetahui isi hati Bayu yang sebenarnya. Amarah yang kerap mendorongnya untuk menanyakan dan meminta penjelasan secara langsung dari Bayu berhasil di tekan dan tak di hiraukannya. Tetapi, rasa penasarannya justru yang kian membuncah. Sudah berulang kali Agnia mengumpulkan niatnya untuk menghubungi Niki. Ia perlu tahu apakah yang dikatakan oleh sahabat kekasihnya itu benar.

Dan lagi-lagi, Agnia seketika ciut dan mengurungkan niatnya. Pagi ini adalah ke delapan kalinya Agnia tidak jadi menghubungi Niki. Ia melirik ponselnya yang terletak di atas sink counter kamar mandi dan tangannya secara impulsif bergerak meraih benda pipih tersebut. Sebelum rasa gatal untuk membuka kunci pengaman ponsel tersebut menggerogotinya, ia segera menaruh benda tersebut di dalam lemari penyimpanan yang berada di samping sink counter kamar mandinya. Namun, tangannya terhenti ketika Agnia mendapati satu bungkus sanitary pad-nya yang belum tersentuh sedikit pun. Agnia lantas segera menutup lemari tersebut dan membuka ponselnya. Jemarinya bergerak di atas layar sentuh untuk membuka aplikasi kalendar bulanan yang di unduhnya untuk mencatat jadwal rutin tamu bulanannya.

Dengan jantung yang berderap begitu kencangnya, jemari Agnia yang ikut bergetar pun terhenti begitu saja begitu aplikasi kalendar tersebut terbuka. Kedua matanya terbelalak tidak percaya mendapati bahwa tamu bulanannya sudah lama tidak datang menyapanya. Seketika tubuhnya terhuyung lemas dan Agnia tidak mampu berkata-kata. Ia berusaha mengontrol tarikan napas lalu membuangnya dengan ritme teratur meskipun jantungnya memompa lebih kencang dari batas normal. Ia kembali meraih ponselnya dan menekan nomor ponsel yang di hapalnya di luar kepala.

Begitu terdengar nada panggil, Agnia bisa sedikit menghela napas lega karena setidaknya Bayu tidak dalam kondisi sedang mematikan ponselnya. Beberapa detik sudah berlalu dan Bayu masih tak kunjung mengangkat teleponnya. Butiran peluh sudah mulai bermunculan di sekitar dahi dan lehernya, tubuhnya mulai bergetar kencang dan Agnia hanya bisa menggigiti bibir dan kuku-kuku jemari tangan kanannya.

"Ya sayangku?" Suara berat Bayu yang menyapanya di seberang sana terdengar seperti baru bangun tidur.

Agnia nyaris meneriaki kekasihnya itu namun ia teringat bahwa Bayu baru saja pulang pagi hari karena salah satu dosennya meminta Bayu ikut serta jaga malam di departemennya. Agnia menarik napas panjang dan berdeham pelan. "Mas baru bangun?"

Bayu terdengar mengerang pelan. "Hmmm, capek banget aku semalem nggak bisa tidur sama sekali. Kamu kesini dong, aku kangen. Aneh banget pulang ke rumah nggak ada kamu."

Agnia mengulum senyum meskipun rasa takut yang menyerangnya tak hilang begitu saja setelah mendengar kata-kata manis yang keluar dari mulut Bayu. "Kemarin sore Bagas nyuruh aku pulang karena pesawat Ibu dan Bapakmu landing malem-malem. Jadi aku nggak bisa nginep."

Beberapa hari ini Agnia bisa menginap di rumah Bayu karena Ibu dan Bapaknya Bayu sedang liburan ke luar negeri selama satu minggu. Nyaris satu minggu penuh Agnia menghabiskan malam bersama Bayu.

"Shit, aku lupa kalau Ibu dan Bapak sudah pulang." Gumam Bayu. Mereka terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya Bayu membuka suaranya kembali, "Kalau gitu nanti agak siangan aku kerumah ya? Kangen banget aku sama kamu. Pengen peluk dan cium."

Biasanya Agnia akan tertawa mendengar gombalan dari Bayu, tapi untu kali ini ia sama sekali tidak bisa tertawa. "Mas Bayu...kalau Mas kesini aku boleh nitip sesuatu?"

"Boleh dong sayang. Kamu mau aku bawain apa? Makanan? Es krim? You name it and I'll grant it right away."

Agnia menarik napas panjang, "Aku mau beberapa test pack."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bitter TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang