T I G A B E L A S

3.3K 498 88
                                    


"Nggak mungkin kalau sekedar pasiennya! Lo harus lihat bagaima—"

Agnia menghentikan langkah kakinya ketika kedua pasang mata seketika menatapinya dengan tajam. Tampak Della menghela napas lega dan Citra yang segera berjalan menghampiri Agnia dan menariknya sebelum menutup pintu polikliniknya dengan rapat.

Agnia mengernyit bingung, melihat tingkah kedua sahabatnya yang aneh. "Ada apaan sih? Kok kalian kayak ketakutan sehabis lihat hantu?"

Maksud Agnia menghampiri poliklinik Citra adalah untuk membahas finalisasi rundown untuk charity event esok hari. Ia sudah berhasil mendapatkan beberapa donatur yang memang dengan murah hati mau menyuntikkan dana dalam jumlah yang cukup besar ke dalam tabungan yang dengan sengaja dibuat Agnia sebagai dompet penyimpanan dana bagi pasien-pasien anak yang memang membutuhkan bantuan. Ia juga ingin menyampaikan berita bahagia lainnya kepada kedua sahabatnya itu bahwa terhitung bulan depan, rumah sakit mereka akan memberikan dana subsidi kepada pasien yang kurang mampu sehingga biaya pengobatan lainnya yang tidak ditanggung oleh BPJS milik pemerintahan bisa sedikit lebih murah dibandingkan sebelumnya. Proposal yang Agnia bawa kepada dewan komisaris yayasan rumah sakit tempatnya bekerja lolos sehingga mereka menyetujui permintaan Agnia untuk memberikan dana subsidi tersebut.

"Gue kira lo suster, Ni!" Sembari mengelus dada dengan tangan kirinya, Della menepuk-nepuk bangku disamping kanannya sebagai tanda kepada Agnia untuk duduk.

"Lo paham betul 'kan gimana suster-suster kalau sudah ngobrol dan diskusi? Bukan masalah penyakit saja, tapi merembet ke arah ghibahin orang." Citra mengeluarkan buah potong dari dalam lemari pendingin yang ada di dalam ruang prakteknya dan menaruh kotak bekal transparan tersebut di hadapan Agnia dan Della.

"Memangnya ada apa? Sampai serahasia ini." Agnia membuka kotak bekal transparan tersebut dan mencomot melon madu dengan potongan bulat-bulat tersebut. Agnia tidak dapat menyembunyikan senyumannya melihat potongan buah bulat-bulat tersebut. Sahabatnya Citra memang sedikit lebih ekstra dari yang lain.

Della menarik napas panjang dan tersenyum kecut, "Kemarin gue lihat Dokter Bayu."

Jemari Agnia yang sedang menusukkan garpu ke potongan buah melon madu lainnya terhenti seketika. Tapi, sebelum Della dan Citra sadar, Agnia lantas memperdalam tusukan garpu tersebut ke potongan buah dan memakannya dengan cepat.

"Della agak patah hati gitu deh, Ni." Lapor Citra sambil menatap Agnia, lalu tertawa ke arah Della. "Kemaren Della lihat Dokter Bayu sama perempuan lain."

Agnia tersenyum gugup sambil berdiri dan membelakangi kedua sahabatnya, tidak ingin terlihat bahwa laporan Citra barusan berhasil mempengaruhinya. Ia berjalan mendekati meja kerja Citra dan melihat-lihat rekam medis yang tergeletak meskipun perhatiannya tetap pada percakapan dengan kedua sahabatnya itu. Agnia tidak ingin kedua sahabatnya menyadari bahwa sebenarnya yang lebih terpukul saat ini adalah dirinya. Bagaikan dibangunkan dari mimpi indah secara paksa, ia semakin sadar bahwa usaha Bayu selama ini dalam mendekatinya kembali hanyalah sebuah permainan semata. Kalau bukan permainan, Bayu tidak akan kepergok tengah bersama wanita lain bukan?

"Gimana gue nggak patah hati sih, Cit?" Jawab Della lesu, "Lo harus lihat bagaimana Dokter Bayu menatapi perempuan itu. Orang awam pun bakal langsung menyadari perasaannya Dokter Bayu dari tatapannya itu."

Agnia membeku. Rekam medis yang sedang dilihatnya semakin kabur. Tanpa disadarinya, setitik air mata jatuh ke pipinya. Dengan cepat ia mengusap air mata itu sambil sedikit bersyukur bahwa ia masih memunggungi kedua sahabatnya. Belakangan ini perasaan dan pikirannya tidak karuan. Ada saat dimana secara tiba-tiba ia merasa senang, sedih, dan bahkan tertekan. Itu semua dirasakannya sepulangnya dari Yogyakarta—setelah pertemuan dengan Bayu yang seharusnya menjadi titik balik dalam hidupnya.

Bitter TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang