DUA - PATAH HATI

13 0 0
                                    



Rana baru saja merebahkan diri di sofa dan bersiap untuk maraton America's Next Top Model ketika Sammy muncul dari pintu belakang. Jani yang sedang membawa kaleng coke dari dapur berteriak kaget mengira rumah Rana kedatangan maling.

"Anjrit! Sammy!" pekik Jani.

Rana buru-buru ke belakang dan mendapati Jani sedang melotot ke arah Sammy.

"Bel rumah lo rusak ya, Ran?" tanya Sammy.

"Hah? Masa sih?"

"Dari tadi gue pencet-pencet kok nggak ada yang bukain pintu sih? Gue telponin eh hape lo nggak aktif. Ini si nenek juga nggak angkat-angkat telpon." Sammy menunjuk Jani. "Untung pintu gerbang nggak dikunci, jadi gue masuk aja."

"Duh, sori Sam, hape gue emang lagi mati," kata Rana.

"Eh by the way, gimana keadaan lo, Ran?" tanya Sammy. "Ini tas lo, barang-barang lo di atas meja udah gue masukin semua. Moga-moga nggak ada yang ketinggalan."

"Thanks, Sam. Gue baik-baik aja," sahut Rana.

"Are you sure? Mata lo bengkak gitu, lo kenapa, Ran?" Sammy memandang Rana lekat-lekat. "Are you okay, babe?" Ia lalu mendekati Rana dan menyentuh pelan pundak Rana. Karena Rana diam saja, ia menoleh ke Jani. "Rana kenapa, Jan?"

Rana yang sebelumnya bertekad tidak ingin menangis lagi setelah sesi curhatnya dengan Jani berakhir, akhirnya meneteskan air mata lagi. Jani buru-buru mendekatinya. Sementara Sammy yang masih belum tahu permasalahan memandang Jani dengan panik.

"Aduh ini kenapa sih babe? Jangan bikin gue panik dong," kata Sammy.

"Diem dulu deh, Sam. Kasih Rana tenang dulu," pungkas Jani.

"Iya tapi gue nggak ngerti kenapa..."

"Sam." Jani mendelik.

"Okay okay." Sammy menyerah. Ia lalu mengikuti Rana dan Jani duduk di sofa panjang. Raut wajahnya masih khawatir. Ia tidak pernah melihat Rana seperti itu. Rana yang ia kenal adalah sosok wanita ceria dan menyenangkan. Rasanya aneh melihat Rana menangis.

Setelah tangisnya mereda, Rana pamit untuk beristirahat di kamar. Jani kemudian menjelaskan kejadian yang baru saja dialami Rana dengan suara pelan. Sammy mendengarkan dengan kedua mata terbelalak dan mulut menganga. Sesekali ia meremas kedua tangannya karena gemas. Selama ini ia juga sangat mendukung Rana dan Ryan, sama seperti Jani. Namun setelah mendengar cerita Jani, ia kini berbalik arah.

"OMG! Bener-bener keterlaluan! Tega-teganya dia nyakitin Rana kayak gitu," geram Sammy.

"Makanya! Gue juga nggak habis pikir. Kok bisa-bisanya sih?" Jani meneguk coke-nya. "Rasanya gue pengin bejek-bejek tuh orang!"

"Sama! Gue pengin bejek-bejek burungnya!"

"Sam!"

"Oh, sori. Eh by the way, meskipun bakalan sulit ngelupain bajingan itu, Rana harus cepat-cepat move on. Gue nggak mau lihat dia sedih terus."

"Exactly. Tapi gue nggak tahu harus gimana supaya dia nggak murung. Lo tahu nggak, tadi dia ngomel-ngomel di proyek cuma gara-gara satu biji batu bata pecah. Terus ada satu dinding yang lagi diplester mendadak kelihatan miring sama dia, padahal gue lihat lurus dan rapi. Sampel granit yang kemarin udah di-approve mendadak minta diganti, dia bilang motifnya murahan. Tukang-tukang pada kena semprot tanpa alasan yang jelas. Padahal yang biasanya ngomel-ngomel tuh gue."

"Serius?" Kedua mata Sammy membulat.

Jani mengangguk. "Dan tadi pas makan siang dia pesan makanan tiga porsi beda-beda! Gue curiga dong dia kenapa-napa. Biasanya dia begitu kalo lagi stres berat kan? Ternyata..." ia menghembuskan napas pelan.

Sweet EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang