TUJUH - STRANGERS

2 0 0
                                    

Rana keluar apartemen pukul enam sore dan berjalan menuju stasiun bawah tanah. Kepalanya masih pusing memikirkan kekacauan yang telah ia ciptakan. Ia merasa harus menghubungi Sammy secepatnya dan menjelaskan persoalan yang sebenarnya. Namun sejak pagi ia selalu mengurungkan niat untuk menelepon. Akhirnya Rana membiarkan dirinya berutang penjelasan pada Sammy.

"Gue harus happy di sini, gue bisa jelaskan nanti," gumam Rana pada diri sendiri.

Ia menuruni tangga menuju stasiun bawah tanah. Suasana stasiun bawah tanah cukup ramai. Mungkin karena malam minggu dan orang-orang ingin berkumpul untuk minum-minum atau kencan. Seandainya Rana punya banyak teman Korea mungkin ia akan pergi minum, karena sudah pasti ia tidak bisa berkencan.

Rana menunggu kereta berikutnya datang bersama calon penumpang lain yang kebanyakan anak muda. Saat menunggu, ponsel Rana bergetar di dalam saku jaket. Rana melihat nama Jani di layar ponsel. Ia kemudian mencari pojok yang agak sepi untuk menerima telepon. Saat ini ia tidak punya ekspektasi apa-apa tentang mengapa Jani menelepon. Mungkin saja Sammy sudah cerita padanya.

"Ran? Gimana malam minggu disana? Lo baik-baik aja kan?"

"Not really," Rana memutuskan untuk jujur. Rasanya kesal sejak pagi menyimpan perasaan.

"Kenapa? Sammy bilang lo agak aneh, jadi dia mau bawa temennya ke rumah sewaan lain."

"Oh udah dapat rumahnya?" tanya Rana.

"Udah, tapi si Rina belum pindah. Kayaknya dia sebel deh Ran, soalnya lo tiba-tiba batalin perjanjian padahal dia udah bayar DP. Sammy nggak enak aja nelpon lo, takut lo kepikiran."

Rana menghela napas. "Sori guys, gue jadi ngerepotin kalian."

"Lo kenapa sih? Sori ya gue mesti gangguin lo, tapi gue khawatir lo kenapa-napa. Soalnya lo nggak biasa kayak gini."

Rana menimang-nimang antara bicara jujur saja atau menunda jujur sampai ia kembali ke Indonesia. Namun menyimpan rahasia yang menyebalkan itu bikin kesal setengah mati. Rasanya mau meledak. Ia tahu ia harus ngomong ke Jani atau Sammy. Hanya saja lidahnya seperti kelu saat ingin jujur.

"Ran? Are you okay? Tuh kan, lo pasti kenapa-napa deh," keluh Jani. "Lo tuh ke Korea buat move on dan mencari ketenangan di tengah kekacauan yang dibikin sama si brengsek Ryan itu. Lo harus enjoy your trip. Lo mikirin apa lagi sih?"

"Dia memang ditakdirkan untuk bikin kacau hidup gue kayaknya."

"Bukannya lo bilang udah ngomong sama Ryan? Lo sendiri bilang keputusan lo udah bulat dan Ryan nggak mampu mengubah itu."

"Iya. Tapi ada masalah lain, Jan."

"Ya apa?" desak Jani.

Rana mengelus tengkuk yang mendadak terasa berat. Setelah menghembuskan napas ia bicara pelan, "Lo tahu siapa Rina itu?"

"Kenapa dia? Gue cuma tahu dia temennya Sammy."

"Gue belum kasih tahu lo siapa selingkuhan Ryan kan?"

"Oh shit!" samar-sama kemudian terdengar Jani mengeluarkan sumpah serapah. "Serius lo? Jadi si Rina itu..."

"Yes, she is."

"Fuck!"

"Gue baru tahu setelah video call sama Sammy dan Rina nongol. Sammy ngenalin Rina sebagai temennya dan gue..."

"Dan lo nggak enak sama Sammy?" potong Jani. "Ran! Please, lo harus kasih tahu Sammy! Dia harus tahu temennya itu bangsat!"

"Jan, gue pengen ngasih tahu Sammy, tapi tiap mau ngomong entah kenapa gue jadi nggak bisa ngomong."

Sweet EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang