Rana sudah memutuskan. Ia tidak bisa hanya mengurung diri di rumah. Ia juga tidak bisa bekerja dengan pikiran kosong. Ia hanya menyusahkan rekan kerja karena tidak fokus mengerjakan proyek. Parahnya lagi, ia juga hanya menyulitkan pekerja di lapangan yang sebetulnya tidak salah apa-apa.
Rasanya cuti panjang adalah pilihan yang tepat. Tidak tanggung-tanggung, ia ingin pergi ke tempat yang tidak bisa dijangkau Ryan selama tiga bulan. Ia harus move on. Kalau Ryan tidak mau enyah dan terus-terusan menggedor pintu rumah Rana, maka Rana yang akan enyah dan menghilang dari pandangan pria itu.
"Lo yakin mau cuti 3 bulan? Emang bisa?" tanya Jani.
Rana mengangkat bahu. "Harus dicoba."
Jani mengerucutkan bibir. "Kalo misalnya Pak Kevin nggak ngizinin lo balik kerja setelah libur 3 bulan gimana?"
"Ya gue nggak balik kerja," sahut Rana.
"Ish... kok gitu sih."
"Gue bener-bener pengen pergi, Jan. Ke tempat yang jauh sekalian. Masa udah capek-capek bikin visa cuma pergi sebentar."
"Wait! Lo mau kemana emang?" Jani mencondongkan badannya ke meja Rana yang berada tepat di depannya.
"Ke Korea," jawab Rana pelan. "Bahasnya nanti aja, gue lagi sibuk." Ia kemudian menenggelamkan diri pada tumpukan gambar di atas meja. "Gue harus beresin ini semua sebelum cabut."
Jani sempat akan protes, tetapi Rana menyuruhnya diam. Jani pasti kaget dengan keputusan Rana. Namun keputusan Rana sudah bulat. Ia harus segera mencari tempat terbaik untuk memulihkan hati dan mental sebelum ia membenci dirinya sendiri karena tampak menyedihkan.
"Lo udah urus visa?" tanya Jani bandel.
Rana tidak menyahut. Ia tetap sibuk memeriksa gambar meskipun pikirannya sedang kalut karena sebenarnya persiapan keberangkatannya belum matang. Dokumen visa sudah ia serahkan pada agen dan tinggal menunggu kabar. Tiket pesawat sudah ia pesan, sebagian pakaian sudah ia kemas, barang-barang dari Ryan sudah ia buang. Namun ada satu hal yang belum sanggup ia lakukan.
Ia belum bicara pada orangtua mengenai pembatalan pernikahan. Setiap ingat hal itu mendadak kepalanya terasa pening. Ia sudah memikirkan berbagai cara untuk mengungkap hal itu. Namun bayangan Papa dan Mama akan sedih bikin dia selalu mengurungkan niat.
"Ran, gue ikut ke Korea ya?" tanya Jani lagi.
"Ehemm..." Pak Kevin, bos Rana tiba-tiba muncul di belakang Jani dan berdehem pelan. Jani spontan menegakkan badan dan fokus pada layar komputer yang sialnya sedang menampakkan video Super Junior lagi joget-joget. "Siapa yang mau ke Korea?" tanya Pak Kevin.
Jani buru-buru menutup layar Youtube dan membuka program autocad yang menampilkan gambar terakhir yang sedang ia kerjakan.
"Saya, Pak," sahut Rana.
"Oh, jadi alasan kamu mau cuti tiga bulan karena mau lihat oppa-oppa Korea?" tanya Pak Kevin.
Jani melotot seolah hendak protes, "Lo udah ngomong ke Pak Kevin soal cuti tiga bulan tapi nggak ngomong ke gue?"
"Ya sudah, ikut saya ke ruangan deh, Ran. Kita ngobrol dulu," kata Pak Kevin. "Dan kamu Jani, jangan nonton oppa Korea aja, beresin dulu tuh revisi dari saya."
Rana tersenyum ke arah Jani sebelum mengikuti Pak Kevin ke ruangannya. Sementara itu Jani hanya bisa menggerutu karena merasa Rana telah mengerjainya.
Rana tidak menyangka Pak Kevin akan menyetujui permohonan cutinya secepat itu. Bosnya hanya bertanya kenapa minta cuti tiga bulan sementara jatah cuti setahun hanya 14 hari. Ditambah sisa jatah cuti tahun lalu, total jatah cuti Rana hanya 20 hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Escape
Ficción General"The heart wants what it wants." Rencana pernikahan Rana dan Ryan terpaksa batal karena Ryan ketahuan selingkuh. Rana patah hati dan ingin bepergian sendiri ke Seoul demi cepat move on. Kemudian ada Stefan, host acara jalan-jalan yang merasa lelah m...