BeHa | Satu

6.8K 538 13
                                    

Gifta berlari kecil menaiki undakan tangga yang ada di lobi mall. Ia ingin segera berada didalam mall merasakan sejuknya AC menggantikan hawa panas yang sedari tadi dirasakannya.

Hari ini matahari begitu semangat membagi hangatnya hingga Gifta merasakan tubuhnya hampir hangus terbakar. Dan harus segera diselamatkan dengan cara  bersembunyi didalam ruangan berpendingin. Dan pilihannya jatuh pada mall, tempat terdekat yang bisa ia jumpai.

Setelah merasakan dampak dari dinginnya AC pada tubuhnya, Gifta  beranjak dari kursi yang ia duduki selama lima belas menit lalu. Matanya melirik kanan kiri melihat sekitar, memastikan tempat yang akan ia datangi tak jauh dari posisinya sekarang.

Setelah menetapkan pilihan, Gifta melangkah pasti menuju gerai makanan cepat saji, tempat tercepat untuknya mengisi perut. Kalau saja ada pilihan lain selain gerai makanan cepat saji itu dalam jarak pandangnya  ingin Gifta ke sana. Karena makanan cepat saji bukanlah menu pilihan Gifta. Tapi apa daya Gifta terlalu malas melangkahkan kakinya menuju lantai empat tempat food court berada. Perutnya terlalu lapar untuk dibawa berjalan tak lebih dari sepuluh menit.

Gifta langsung memesan makanan untuk menyumpal cacing didalam perutnya yang sudah berteriak kelaparan. Chicken wings  beserta nasi dan sebotol air mineral. Tak perlu  banyak variasi  yang penting  cacing di perut tak bernyanyi lagi.

'Iya Ma.' Gifta menjawab panggilan telpon yang masuk di antara kunyahannya.

'Di mana?' tanya mama Gifta —Wulandari— diujung telepon.

'Gi lagi di mall, makan.' Jawab Gifta. Lalu meneguk air mineral kemasannya.

'Sama siapa?' tanya Wulandari ingin tahu.

'Sendiri kok.' beritahu Gifta. 'Kenapa?'  Gifta balik bertanya pada Mamanya di seberang sana. Tumben-tumbenan si Mama pengen tahu dia sama siapa.

'Jangan lama-lama. Habis makan langsung pulang.' pesan Wulandari.

'Nggak ah, Gi habis ini mau nonton dulu.'
Gifta memberitahukan rencananya.

'Ingat apa kata papa tadi pagi, Gi.'

Gifta sih ingat apa yang dipesankan Papanya tadi pagi saat ia pamitan hendak berangkat ke kampus. Tapi Gifta ada dalam mode membangkang kali ini, jadi ya bodo amat nanti papanya ngamuk.

'Ingat. Tapi Gi males, gimana dong.' Jawab Gifta santai. Tangan kanannya sibuk memisahkan daging dan tulang ayam yang dihadapannya.

'Ckk,' Wulandari berdecak mendengar jawaban Gifta. 'Jangan aneh-aneh Gi. Nanti Papa kamu ngamuk.' Wulandari mengingatkan Gifta tabiat suaminya.

'Udah biasa kali Ma, Papa ngomelin Gi. Yang aneh itu kalau dalam sehari papa calm, nah Mama baru boleh kuatir.' santai Gifta menjawab.

Helaan napas terdengar dari ujung telepon, Wulandari sadar kalau anak gadisnya yang keras kepala itu  tak akan bisa paksa. Jadi mengalah adalah pilihan. 'Ya udah habis nonton langsung pulang, jangan kelayapan lagi.' ucap Wulandari pasrah.

'Liat jadwal film yang mau Gi tonton dong Ma. Kalau adanya sorean ya Gi nggak bisa pulang sebelum makan malam.'

'Gi, Mama mohon nak.'  Wulandari memohon pengertian Gifta. Biasanya sih anaknya itu suka luluh.

'Iya, iya, Gi usahain.' Gifta mengalah.

'Nah gitu dong.' Gifta bisa membayangkan Mamanya tersenyum lebar diseberang sana.

'Emang kamu pede nonton sendiri?' Tanya Wulandari memecah keheningan yang terjadi.

'Kenapa Gi nggak pede?' Gifta balik bertanya.

Being Happy ...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang