I wanna thank to all of you who read, giving heart, giving commen in every chapter (it's mean alot for me), share, and saving my story ini library. Thank you so much, Gaes! And also i wanna say thank to you who understand me to not pushing me to update new chapter as soon as i have to do. My more 3000 love i give it to you, Gaess!!! ♥️♥️♥️
Happy reading^^
***
Sinar matahari yang menyeruak masuk melalui gorden kamar yang dibuka membuat Gifta menyipitkan mata karena silaunya. Dengan enggan Gifta memaksa retinanya membuka menyesuaikan dengan cahaya yang ada. Gifta melirik sisi sampingnya tempat Febe biasa berbaring, tak dilihatnya suaminya itu. Diedarkannya pandangan mencari keberadaan Febe tak jua ia temukan. Bunyi gemericik air tertangkap pendengarannya, sadarlah ia di mana Febe berada. Tak lama pintu kamar mandi membuka, menampilkan sosok seksi yang hanya berbalut handuk coklat yang mengantung menutupi perut hingga batas lutut. Tangannya yang memegang handuk putih kecil menyeka rambutnya yang masih basah. "Are you oke!" Pertanyaan Febe menyadarkan Gifta dari keterpaksaannya.
Tergeragap Gifta menjawab, "Ya." Lalu bertanya, "Udah jam berapa?" Matanya mencari keberadaan handphone.
"Jam setengah tujuh."
Jawaban Febe membuat serta merta membuat Gifta panik. "Kok aku nggak dibangunin?" Gifta menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, lalu berlari ke kamar mandi.
"Ya, aku kira kamu butuh istirahat setelah kegiatan menyenangkan kita semalam." Seru Febe yang masih bisa didengar Gifta.
"Nggak ada hubungannya antara apa yang kita lakuin semalam sama aku yang kerja." Kepala Gifta menyembul dari balik pintu kamar mandi.
"Ada dong." Febe menjawab enteng.
"Apa?"
"Kamu butuh istirahat lebih."
Gifta memutar bola mata, "Bagaimana bisa?"
"Tentu bisa. Sebagai suami, aku tahu kamu pasti capek karena memenuhi keinginanku semalam. Dan sebagai atasan yang juga merangkap suami aku memberikan kamu izin hari ini untuk recovery tenaga." Jawaban Febe membuat Gifta memutar bola matanya.
"Terserah kamu!" Gifta malas melawan Febe berdebat. Lebih baik dia segera mandi agar tak semakin telat. Demi Tuhan jam kerjanya dimulai pukul 8 dan dia sudah menghabiskan beberapa menitnya untuk berdebat dengan Febe yang pagi ini sangat menyebalkan menurutnya.
Gimana tidak menyebalkan kalau dengan seenak hatinya dia menyuruh slash memaksa Gifta libur hanya karena kegiatan yang menurut Febe menguras tenaga Gifta.
Oh demi Tuhan! Gifta tak merasa tenaganya terkuras. Yah, memang dia merasa tidak nyaman dibeberapa bagian tubuhnya tapi dia yakin dia bisa mengatasinya. Anggap saja kemarin dia sudah melakukan marathon 10 kilo dan pagi ini dia merasakan pegal.
***
"Beneran udah nggak papa?"
Gifta memutar bola matanya mendengar pertanyaan Febe yang entah sudah keberapa kali itu.
Dan sebagai balasan dari perilakunya Gifta menerima sentilan di dahi di sertai ucapan, "Nggak sopan!" Seru Febe kemudian melanjutkan kegiatannya menyantap sarapan ala kadarnya. Roti dan secangkir kopi.
"Habisnya kamu nyinyir sih. Udah dibilang nggak papa masih aja nanya." Gifta mengusap bekas sentilan Febe di keningnya.
Febe menaruh roti yang baru digigitnya separuh di atas piring, "Sakit ya? Maaf." Tanyanya kuatir, tangannya mengusap kening Gifta menggantikan tangan Gifta.
Perasaan sentilannya biasa aja. Tak keras. Tapi melihat reaksi Gifta sepertinya dia salah.
Gifta menikmati usapan tangan Febe di keningnya yang memang sedikit sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Happy ...
General FictionPernah merasakan kau tak punya pilihan untuk hidupmu sendiri? Pernah berada dalam posisi di mana kau tak punya kuasa untuk menentukan apa yang kau inginkan dalam hidupmu? Gifta selalu berada dalam posisi itu. Sepanjang hidupnya, selama dua puluh sat...