"Febe, ih!" Dengan sikunya Gifta menyikut perut Febe yang memeluknya dari belakang "Revisianku masih banyak ini." Gifta berusaha menghindari rengkuhan Febe.
Febe tak mengindahkan keluhan Gifta. Ia makin erat memeluk Gifta, menumpukan dagunya di bahu Gifta. "Kangen tau." Dikecupnya pipi Gifta. Dadanya menempel erat dipunggung Gifta. Memeluk Gifta dengan posisi ini sebenarnya kurang nyaman bagi Febe tapi apa daya, istrinya yang sedang duduk bersila di lantai dengan laptop dihadapannya tak mungkin bisa diganggu walaupun dengan alasan kangen.
"Siapa suruh ninggalin istri lama-lama." Nah, bener kan, Gifta dalam mode serius tidak akan mempan dibujuk rayu seperti apapun.
"Tugas dan kewajiban, Gi." Febe menjawab. Hidungnya mengendus leher Gifta, membuat Gifta menggeliat kegelian.
Maunya Febe sih dia nggak kemana-mana. Maunya Febe sih dia bisa tidur memeluk Gifta setiap malamnya. Tapi apa daya seminggu ini ia mendapat tugas ke Jepang. Bukan untuk ekspansi NT, tapi untuk memperkokoh NT di Indonesia. Lagipula pasar NT di Indonesia sangat-sangat bagus. Febe hanya harus melakukan pengembangan dibeberapa sektor. Dan untuk itu, Febe sebagai penerus NT dan saat ini juga menjabat sebagai bos-nya bagian produksi harus melakukan gebrakan dan untuk membuat gebrakan ia butuh ke Jepang guna mempelajari beberapa hal.
"Ya udah, aku juga mau menjalankan tugas dan kewajibanku." Gifta mengedikkan bahunya, bermaksud menjauhkan dagu Febe dari bahunya.
Febe mengabaikan kode yang diberikan Gifta. Mulutnya berpindah menciumi tengkuk Gifta. Sementara tubuhnya semakin merapatkan diri ke tubuh Gifta. Telapak tangannya mengelus-elus perut Gifta. "Ya udah lakuin." Jawabnya.
"Gimana aku bisa ngelakuin tugasku kalau kamu gelendotan kayak gini. Tanganku nggak bisa gerak ini." Gifta berusaha lepas dari belitan Febe.
"Ya udah tugas istri dulu lakuin nanti aku bantuin ngerjain tugas mahasiswanya." Usul Febe.
"Itu mah maunya kamu." Gifta Masih mencoba lepas dari belitan Febe. "Kenapa susah banget sih lepasnya ini." Keluh Gifta.
"Ini namanya jurus ular menangkap mangsa. Belit sampai mangsanya nggak berkutik." Bisik Febe di telinga Gifta.
"Ular dong kamuuuh." Jawab Gifta disertai desahan karena ulah Febe yang bermain-main dengan telinga Gifta.
Febe senang dengan tubuh responsif Gifta. "Iya, ular yang lagi kelaparan." Jawab Febe yang sekarang menciumi batang leher Gifta. "Mau ya, Gi." pintanya disela-sela kegiatan membangkitkan hasrat Gifta.
Akhirnya Gifta hanya bisa mengangguk pasrah. Dan membiarkan Febe mewujudkan keinginannya.
**
"Ingat loh janjinya." Gifta mengingatkan Febe tentang janjinya.
"Aman itu. Asal jatahku lancar aja. Jangankan bantuin revisi bab tiga, bantuin revisi dari bab satu ampe enam aja aku rela." Jawab Febe tanpa menoleh, telor balado dihadapannya sangat sulit untuk diabaikan.
"Dilarang makan sambil ngomong nanti keselek!" Ingat Gifta.
"Dilarang ngobrol sama orang yang lagi makan." Gifta cemberut mendengar balasan Febe. Dasar Febe jahat.
Jadi sehabis memangsa Gifta, Febe mengeluh lapar. Dia merengek minta dibuatkan makanan, sambil berkata, "Kenapa ya olahraga selalu bikin lapar," dibumbui dengan adegan memegang perut layaknya anak kecil yang sedang kelaparan. "Lapar banget ini." Adunya. "Gi, kasih makan dong, telor balado kayaknya enak." Rengek Febe.
"Tekor banyak nih aku." Gerutu Gifta.
"Aku bayar nanti, jangan kuatir."
Setelah banyaknya rengekan disertai drama akhirnya Gifta mengalah. Ia beranjak dari depan laptopnya. Lagipula mana mungkin Gifta tega membiarkan Febe terus merengek minta makan Gifta hanya senang saja mengusili Febe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Happy ...
General FictionPernah merasakan kau tak punya pilihan untuk hidupmu sendiri? Pernah berada dalam posisi di mana kau tak punya kuasa untuk menentukan apa yang kau inginkan dalam hidupmu? Gifta selalu berada dalam posisi itu. Sepanjang hidupnya, selama dua puluh sat...