BeHa | Limabelas

3.5K 355 18
                                    

"Jadi, kering dong lo semingguan ini?"

Gifta memutar bola mata mendengar pertanyaan Mili. "Gitu banget bahasanya." Tegur Gifta.

"Ya, mau pake bahasa apalagi coba? Lagian lo a to neh alias aneh deh. Orang berumahtangga ena-enak tujuannya apa coba kalau nggak berkembang bi—."

Gifta menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.  "Astaga bahasa lo, Mil. Semili pun nggak ada yang bener. Malu gue dengernya." Akunya.

Gifta heran dengan temannya yang cuma sebiji ini. Makin hari pemilihan kosakatanya nggak ada yang sesuai kbbi. Out of kamus semua. Entah belajar dimana dia.

"Ya, karena gue ngomongnya hadap-hadapan ama lo makanya gue pakai bahasa yang kiranya bakal lo tangkep dengan cepat. Dan gue yakin lo pasti nangkep, trust me!" Mili menyeringai, membuat Gifta melemparinya dengan bantal sofa yang tengah ia peluk.

"Auk ah bete gue!" Gimana nggak bete kalau punya teman curhat tapi nggak bisa diajak curhat. Iya, seringnya Mili malah memojokkan Gifta dengan celetukan-celetukannya yang entah kenapa malah ngena di hati Gifta. Bikin  kesel, kan?

"Nama tengah lo kan itu." Sindir Mili. Ia mendudukkan dirinya disamping Gifta. Menaruh minuman yang baru diambilnya di atas meja kopi. "Gue heran sama lo dan laki lo, hobi banget berantem." Lanjutnya.

Bibir Gifta mengerucut. "Lo kok gitu sih." Rajuknya.

"Kan bener Gifta Aluna. Coba lo hitung udah berapa kali kalian berantem selama pernikahan kalian yang masih seumur jagung ini. Udah Ada sekepalan tangan kayaknya malah lebih."

"Habisnya si Febe itu egois." Gifta membela diri.

"Sama-sama egois lebih tepatnya. Eh, nggak tau ding. Kali aja lo doang yang egois, kan selama ini gue cuma denger curhatan lo."

"Mili, lo kok nyalahin gue sih? Yang sahabatan ama lo itu gue apa si Febe sih?" Gifta tak terima.

"Gue itu harus netral Gi. Nggak boleh asal kasih masukan. Nanti malah menyesatkan."

Bibir Gifta makin maju mendengar ucapan Mili. Sejak ia menikah memang topik curhatannya sedikit lebih kepermasalahan dia dan Febe. Ya, mau gimana lagi, teman yang bisa Gifta jadikan tong curhat hanya Mili. Walaupun mulutnya suka nggak ngenakin dan juga belum nikah tapi Mili enak diajak curhat. Kayak Mili itu udah expert aja, padahal kisah cintanya masih kalah dari anak SMP, tapi ya itu, Mili jago teori bahkan untuk masalah orang yang udah berumahtangga. Mungkin efek punya saudara yang udah pada nikah kali ya, jadinya dia paham gitu.

"Seharusnya si Febe ngertiin gue dong, Mil."

"Seharusnya lo ngertiin laki lo juga."

Mata Gifta melotot mendengar pembelaan Mili. "Ih, kok, lo gitu sih, Mil."

"Nah, lo maunya dingertiin, tapi nggak mau mengerti. Kali aja alasan laki lo pengen punya anak cepet-cepet itu gegara dia udah tu—."

"Adau sakit, monyet." Mili mengaduh kesakitan. Mengusap tangannya yang dicubit Gifta. "Awas lo ya gue bilangin Mak gue, lo!" Kesalnya, menjauh dari Gifta.

"Habis lo-nya nyebelin, masak bilang laki gue udah tua. Dia itu masih 32 ya, masih muda, lagi hot-hotnya sebagai laki-laki."

32 just a number, right? Apalagi buat cowok.

"Buat apa hot tapi nggak bisa bikin lo tekdung. Tau nggak lo, keperkasaan laki-laki akan dipertanyakan kalau dia nggak mampu bikin perut istrinya buncit."

"Ih, nggak bisa gitu dong."

"Bisa aja. Lo mana tau pikiran orang. Makanya lo denger dulu omongan gue. Jangan asal motong aja, gue pulang juga nih, kesel gue lama-lama jadi penasehat lo, nggak dapet fee tapi badan gue memar semua." Sungut Mili.

Being Happy ...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang