Sorry untuk update yang luamaa ini ya Gaess. Well, sebenarnya setiap aku posting chapter baru aku udah menyelesaikan setengah bagian untuk chapter berikutnya. But idkw, aku selalu susah untuk melanjutkan sisanya itu. Aku terlalu asik dengan dunia nyataku sehingga aku butuh waktu lama untuk memosting chapter berikutnya dan membuat kalian bosan menunggu. I'am so sorry Gaess. Aku tahu menunggu itu sangat membosankan, tapi aku blm bisa janji untuk bisa menghapus rasa bosan kalian dengan rajin update, sorry again 🙏 (but i'll try karena ada kalian yang menantikan cerita recehku)
•••
"Pak, lepas ih!" Tepis Gifta pada lengan kekar yang melingkar di pinggangnya.
"Nggak mau." Jawab si empunya lengan, mengencangkan pelukannya di pinggang Gifta membuat tubuh mereka semakin menempel rapat.
"Pak, ih, malu tau kalau yang ada liat." Gifta mengerakkan tubuhnya berharap pria yang dipanggilnya 'Pak' itu berkenan melepas rengkuhannya di tubuhnya.
Pria itu menumpukan dagunya di bahu Gifta tak peduli dengan keengganan si wanita ,"Malu sama siapa? Toh hanya kita berdua yang ada di sini." Si pria mengecup pipi Gifta hingga menimbulkan sensasi dingin di kulit lembut Gifta yang lembut.
"Sama yang liat lah." Jawab Gifta, masih mencoba terlepas dari kungkungan pria yang ada di belakangnya. "Ayo dong pak lepasin, malu." Mohon Gifta.
"Malu sama siapa? Papi Mami? Nggak usah malu ah kalau sama dua orangtua itu. Mereka juga suka pamer mesra kok." Febe yang sedari tadi dipanggil Pak oleh Gifta menjawab.
Saat ini mereka berdua sedang berada di dapur rumah keluarga Febe karena semalam mereka menginap di kediaman orangtua Febe.
"Ya biarin aja Papi Mami pamer, ngapain kita ngikut-ngikut."
"Ya masa yang muda kalah sama yang tua, gengsi dong." Febe yang dasarnya tidak mau kalah dengan orangtuanya memberi alasan.
"Pak ih, lepas!" Pinta Gifta, ia yang tidak terbiasa PDA di tempat terbuka masih mencoba keberuntungannya untuk lepas dari dekapan Febe.
"Panggil sayang dulu, baru aku lepas." Febe berbisik di telinga Gifta mencoba bernegosiasi.
"Nggak ah, enakan panggil pak," tolak Gifta atas permintaan Febe.
Sejak tau kalau Febe adalah pak Tara, bos yang diidolakan cewek-cewek di NT, Gifta memanggil Febe dengan sebutan Bapak atau Pak. Awalnya Febe komplain dengan panggilan yang disematkan Gifta untuknya itu namun lama-kelamaan ia terbiasa, terpaksa terbiasa lebih tepatnya. Tapi Febe tetap berharap Gifta merubah panggilan pak itu menjadi sayang atau honey. Terasa lebih sweet dan enak di dengar.
"Panggil Sayang dulu dong." Febe mengecupi pipi Gifta gemas.
"Udahlah 'Pak' itu udah paling keren."
"Keren dari mananya?" Ya masa manggil suami sendiri Pak kayak bawahannya di kantor aja.
"Ya keren aja." Gifta tetap kekeuh dengan pemikiran absurdnya
"Beda ya sensasinya? Berasa sayang-sayangan sama sugar Daddy ya kalau manggil Pak gitu?"
"Dih mana ada!" Gifta menghentikan kegiatannya, tangannya yang sedang memotong buah berhenti bergerak. Gifta membalikkan tubuhnya dengan paksa, "Bapak sering ya jadi sugar Daddy? Siapa aja korbannya dulu?" Tangan Gifta bersedekap di dada. Matanya menatap Febe tajam.
"Nggak ada Nyah. Aku mana pernah gitu. Kayak yang aku pernah bilang ke Mami dulu kalau aku malas berurusan sama cewek karena mayoritas cewek itu bawel dan manja dan caper dan banyak maunya, sementara aku nggak punya waktu untuk ngeladenin semua itu, jadi ya aku nggak pernah jadi sugar Daddy. Tapi kalau sama nyonyah aku mau kok main sugar daddy-sugar daddy-an." Ucap Febe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Happy ...
Ficción GeneralPernah merasakan kau tak punya pilihan untuk hidupmu sendiri? Pernah berada dalam posisi di mana kau tak punya kuasa untuk menentukan apa yang kau inginkan dalam hidupmu? Gifta selalu berada dalam posisi itu. Sepanjang hidupnya, selama dua puluh sat...