Don't think too much!
Sering Gifta mendengar kata-kata itu digaungkan namun sulit baginya untuk mempraktikkan.
Kecemasan tak berdasar yang dialaminya semalam hingga membuatnya susah tidur tak terbukti adanya.
Seharian ini tak sekalipun Gifta menerima gangguan dari Febe. Orang yang menjadi sumber utama kecemasan Gifta disamping kebiasaan buruknya yang memang suka berprasangka buruk akan suatu hal padahal belum jelas kebenarannya.
Jangankan gangguan, melihat nama Febe dilayar ponselnya pun tidak. Sepertinya Febe begitu sibuk dengan pekerjaannya hingga ia tidak sempat merealisasikan ucapannya semalam.
Atau Febe bohong tentang ia yang memiliki banyak fans di kantornya.
Buktinya, seharian ini tak sekalipun Gifta mendengar nama Febe disebut oleh karyawan perempuan yang ada di divisinya —accounting department. Beda dengan pemilik nama Tara. Semenjak menempati kursi sementaranya di divisi ini, nama itu selalu disebut-sebut oleh para wanita penghuni divisi. Pak Tara begini. Pak Tara begitu. Banyak lagi. Membuat Gifta penasaran seperti apa sih rupa pak Tara ini. Dan menurut Mbak Ine, salah seorang senior di accounting department Pak Tara adalah pimpinan dari plant division yang artinya hanya sedikit kesempatan yang didapat anak accounting untuk melihat rupa Pak Tara. Selain karena beda divisi, plant juga berada di gedung yang berbeda. Jadi maklum aja kalau melihat ke norakan cewek-cewek accounting hari ini. Mereka jarang dapat asupan gizi untuk mata sih.
•••
Tunggu aku di lobi.
Isi pesan yang dikirim Febe lima menit sebelum pulang membuat Gifta terdampar di lobi utama Nusantara Technology.
Gifta melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Lima belas menit telah berlalu dari jam pulang. Namun Febe yang menyuruhnya menunggu belum juga tampak batang hidungnya. Dan karena Gifta bukanlah orang yang memiliki kesabaran tinggi maka dilangkahkan kakinya keluar lobi utama Nusantara Technology menuju jalan besar tempat angkutan umum biasanya lalu-lalang.
'Di mana?' Nada kesal tertangkap telinga Gifta begitu ia mengangkat telpon dari Febe.
'Di lobi ...'
Belum selesai Gifta menjawab Febe langsung memotong kata-katanya. 'Nggak ada! Kamu di mana?'
Gifta menjauhkan ponsel dari telinganya yang berdengung karena bentakan Febe. Keningnya berkerut. 'Dih, seharusnya yang marah-marah itu gue bukan Lo!' gumam Gifta lalu mematikan sambungan ponsel begitu saja. Ponselnya kembali bergetar namun Gifta mengabaikannya.
Dengan santai Gifta melenggang memasuki lift yang kebetulan terbuka, memencet tombol menuju unit tempat tinggalnya. Sudut bibirnya berkedut menahan senyum, 'Jangan pernah bikin Gifta Aluna menunggu, Feberani.' gumam Gifta.
•••
Setengah jam kemudian Febe pulang dengan tampang murka. Febe menghampiri Gifta yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan bercekak pinggang.
"Di lobi bagian mananya kamu, ha?'
Gifta melirik Febe dengan sudut matanya. Tangannya sibuk mengusap rambut basahnya, tak terpengaruh dengan kemurkaan yang diperlihatkan Febe.
"Di lobi apartemen." Jawab Gifta santai. Dia berjalan melewati Febe. Menaruh handuk kecil yang dipakai untuk mengusap rambut basahnya di kursi meja rias. "Makanya kalau orang ngomong itu jangan main potong aja." Dari pantulan cermin Gifta melihat rahang Febe yang mengeras, menahan emosi.
"Apa salahnya kalau kamu beritahu aku. Kirim pesan kalau memang kamu malas mendengar suaraku."
Gifta tak menjawab tanya Febe, tangannya sibuk menyisir rambutnya yang basah. Setelah selesai Gifta meninggalkan Febe tanpa berniat merias wajahnya terlebih dahulu. "Mandi dulu gih biar panas di kepalamu reda." Ucap Gifta sebelum benar-benar berlalu dari kamar mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/139088375-288-k677069.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Happy ...
General FictionPernah merasakan kau tak punya pilihan untuk hidupmu sendiri? Pernah berada dalam posisi di mana kau tak punya kuasa untuk menentukan apa yang kau inginkan dalam hidupmu? Gifta selalu berada dalam posisi itu. Sepanjang hidupnya, selama dua puluh sat...