"Makasih ya Mbak untuk ilmunya dua bulan ini." Gifta menyalami dan tak lupa cipika-cipiki dengan Mbak Ine.
"Sama-sama, Gi. Dan selamat juga, dua bulan ini kamu berhasil merahasiakan statusmu sama orang-orang di sini. Dan aku nggak sabar ingin melihat wajah kaget mereka saat kamu ke sini lagi bukan sebagai mantan anak magang." Bisik Mbak Ine.
Gifta tersenyum mendengar ucapan Mbak Ine. Lalu balas berbisik, "Dendam hanya bikin hati panas Mbak."
"Baik banget sih buk bos aku ini." Puji Mbak Ine disertai pelukan.
Gifta geleng-geleng kepala mendengar pujian Mbak Ine lalu membalas pelukan Mbak Ine. "Dendam itu penyakit yang dicari-cari. Dan aku nggak mau mengundang penyakit untuk diriku sendiri. Biaya berobat mahal coy!" Ucap Gifta disertai tawa.
"Benar-benar." Mbak Ine mengiyakan ucapan Gifta.
Penyakit datang tanpa diminta jadi tak perlu mencari-cari penyakit dengan memupuk dendam di hati. Biarkan orang-orang dengan pikiran negatifnya cukup tunjukkan kualitas diri guna membungkam orang-orang yang suka meremehkan kita.
"Ya udah aku pamit ya Mbak." Pamit Gifta pada Mbak Ine.
Mbak Ine menjadi orang terakhir yang Gifta salami di divisi ini. Tadi dia sudah berpamitan dengan semua orang diruangan, tempat dia mencari ilmu baru selama dua bulan ini.
Tak terasa dua bulan telah berlalu. Status Gifta sebagai anak magang di Nusantara technologi akhirnya berakhir juga. Banyak pengalaman yang Gifta dapat selama dua bulan ini yang belum tentu Gifta dapatkan di kampus. Dan Gifta sangat berterimakasih pada orang-orang yang sadar maupun tidak sadar sudah memberikan pengalaman itu padanya.
Gifta melangkahkan kakinya menuju lift yang sepi. Karena ini last day nya di NT, Gifta mendapat kelonggaran waktu, yang mana biasanya dia meninggalkan mejanya pukul 5 tepat, maka untuk hari ini, dia bisa turun lebih cepat 15 menit.
Di mana akan digunakannya untuk berfoto-foto di depan gedung NT bersama tiga orang teman satu universitasnya. Dan sesuai janji, mereka akan bertemu di lobi gedung satu.
"Gue berharap bisa bekerja di sini nanti." Ucap Tina, salah seorang teman Gifta setelah sesi foto-foto mereka.
Sekarang mereka berempat tengah duduk di bangku taman yang ada di depan gedung NT.
"Gue juga." Nita, teman Gifta yang lain menyetujui.
"Kita berempat berharap bisa kembali ke sini, bukan?" Tanya Gifta.
Gifta pernah memimpinkan berkerja di NT.
"Yap," sahut Tina, Sasa dan Nita kompak.
"Walaupun dunia kerja tak seperti yang gue bayangkan tapi berdasarkan pengamatan gue selama dua bulan ini, apa yang dikerjakan sebanding dengan recehan yang mengalir ke rekening. Loadnya emang gede, tapi gajinya juga gede. Besar banget cuy!!" Sasa berbinar ketika membicarakan gaji. Seolah gaji besar itu sudah ada di rekeningnya.
"Darimana Lo tau gaji orang orang di sini gede?" Gifta tertarik dengan ucapan Sasa. Walaupun dia bersuamikan orang NT, tapi dia tak pernah mencaritahu besaran gaji karyawan NT.
"Gue denger seniornya cerita. Lagian ini NT loh, Gi. Inceran para pencari kerja. Terkenal dengan gajinya yang besar. Ditambah dengan tunjangan-tunjangan yang bikin sejahtera. Kerja di sini terjamin lah pokoknya." Beritahu Sasa. Matanya memandang gedung NT yang ada di depan mereka.
"Tapi susah masuk sini kabarnya." Tina ikut menatap gedung NT. Sekarang sudah jam pulang kantor, sudah banyak karyawan yang berkeliaran di halaman NT.
"IP yang masuk sini minimal 3.5 kabarnya."
"Gue sempet nanya-nanya gitu sama senior di sini, IP mungkin jadi pertimbangan tapi yang lebih penting itu CV Lo harus memuaskan." Beritahu Tina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Happy ...
General FictionPernah merasakan kau tak punya pilihan untuk hidupmu sendiri? Pernah berada dalam posisi di mana kau tak punya kuasa untuk menentukan apa yang kau inginkan dalam hidupmu? Gifta selalu berada dalam posisi itu. Sepanjang hidupnya, selama dua puluh sat...