"Ingat ya, jangan jalan-jalan ke tempat sepi sendirian. Kamu belum kenal desa ini. Nanti nyasar."
Perempuan berusia empat puluh lima tahun itu menyadari rasa ingin tahu anak gadisnya yang sangat besar. Untuk ke sekian kalinya dia mengulangi pesannya itu.
"Di sini kan memang nggak ada tempat ramai. Bosan, Bu, di rumah terus," sahut putrinya.
Ibunya diam sesaat, memberi tatapan khas tiap kali tak suka mendengar putri satu-satunya itu membantah ucapannya.
"Jalan-jalan boleh. Tapi jangan sendirian. Tunggu kakek ada waktu nemenin kamu."
"Kakek kan sibuk terus di perkebunan teh." Gadis berusia tujuh belas tahun itu masih mencari-cari alasan.
"Ya sudah, kamu ikut ibu ke perkebunan teh."
"Nggak ah. Bosan juga tiap hari Minggu ikut ibu. Aku pengin lihat tempat lain di desa ini."
Ibunya hanya menghela napas. Tak ingin berdebat panjang dengan anaknya. Lalu ibu dan kakeknya berangkat ke perkebunan teh yang cukup jauh dari rumah. Keduanya naik sepeda beriringan.
Sementara gadis itu membereskan rumah sebelum melaksanakan niatnya menjelajahi desa ini. Dia memberi makan ayam-ayam di kandang, menyirami pohon-pohon cabai dan lemon di belakang rumah. Semua itu dia lakukan sambil bersenandung riang. Sesekali dia mengajak bicara ayam-ayam kampung peliharaan kakeknya itu, sekadar supaya dia tak merasa sendirian.
Menjelang pukul sepuluh pagi, dia bersiap keluar. Dia menyiapkan satu botol minum dan penganan kampung yang dibuat ibunya semalam. Semua bekal itu dia masukkan ke dalam tas ransel kecilnya.
Tidak banyak yang dia ingat mengenai desa tempat kakeknya tinggal ini. Terakhir dia diajak ke tempat ini tiga tahun lalu. Itu pun hanya liburan selama seminggu.
Namun ada satu tempat yang tak bisa dia lupakan. Tempat yang menyisakan kenangan bersama bapaknya. Sebuah danau buatan yang terletak di dataran lebih tinggi dari sawah. Danau itu dibuat untuk menampung air hujan yang di musim kemarau dialirkan ke sawah di bawahnya.
Letaknya cukup jauh dari rumah-rumah penduduk. Untuk mencapainya, dia harus berjalan menyusuri pematang sawah, lalu mendaki dataran cukup tinggi tapi tidak curam.
Dari depan halaman rumah kakeknya, dia memandang hamparan sawah yang membentang di seberang jalan. Dia masih ingat jalan menuju danau itu.
Dia berharap danau itu masih seindah dulu. Walau hanya danau buatan, tapi pemandangan di sekelilinginya cantik dan asri. Dari tepian bukit dia bisa memandang ke bawah, melihat hamparan hijau sawah dan di kejauhan tampak perbukitan teh.
Dia melangkah menyeberangi jalan desa yang sudah diaspal. Mulai menyusuri pematang sawah. Menikmati hidup yang sangat berbeda dengan tempat tinggalnya dulu, Jakarta yang padat. Di sini, dia hanya melihat beberapa orang di kejauhan sedang mengurus sawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mereka Sudah Mati (Judul awal : ROH) Telah Terbit Dan Akan Difilmkan
Horror#1 in horror/28/12/2018 Cerita ini awalnya dulu berjudul ROH, sekarang diganti menjadi MEREKA SUDAH MATI. SINOPSIS : Sejak pernah hampir tenggelam di sebuah danau di desa kakeknya dan ditolong sesosok pemuda misterius, Violet memiliki kemampuan tak...