Pintu gerbang rumah sakit sekitar dua puluh meter lagi ketika mendadak sebuah motor sport berwarna hitam berhenti di sampingnya agak ke depan, membuat seketika langkahnya terhenti.
"Dokter Tama?" tanyanya nyaris tak percaya. Dia tak pernah membayangkan Tama mengendarai motor sport.
"Selamat pagi, Suster Vio."
"Selamat pagi juga, Dokter. Dokter pagi-pagi sekali sudah datang?"
"Saya memang selalu datang pagi-pagi. Kamu jalan kaki ke rumah sakit?"
"Iya, Dok. Tempat kos saya nggak jauh. Bisa jalan kaki sekalian olahraga."
"Ayo, bareng saya. Lumayan bisa lebih cepat sampai."
Violet ternganga mendengar tawaran Tama itu. Jika menuruti kata hati, tentu saja dia akan langsung mengangguk dan melompat ke boncengan motor dokter tampan itu.
Namun dia masih bisa berpikir jernih. Rasanya tidak pantas jika pegawai rumah sakit lainnya melihatnya datang berboncengan dengan Tama. Selain itu, dia masih belum tahu status Tama. Apakah dokter itu masih single, sudah bertunangan atau sudah menikah?
"Nggak usah, Dok. Tanggung, tinggal jalan sedikit lagi. Silakan Dokter duluan saja."
"Serius nggak mau bareng?"
"Terima kasih tawarannya, Dokter."
"Baiklah kalau begitu. Sampai ketemu nanti di rumah sakit."
"Baik, Dokter."
Tama menutup lagi kaca helmnya. Kemudian melajukan motornya menuju rumah sakit. Violet masih terpana memandangi kepergian dokter yang sejak awal sudah membuatnya terpesona. Dan di matanya kini, Tama tampak semakin memesona. Sangat laki-laki.
Tiba-tiba Violet teringat ada yang ingin dia tanyakan pada Tama. Dia penasaran ingin tahu siapa saja dokter yang bertugas dua tahun lalu ketika Elsa dirawat.
Dia tak berharap bertemu Tama lagi hari ini. Dia tahu, waktu bagi seorang dokter sangat berharga. Biasanya setelah tugasnya selesai, para dokter langsung pergi meninggalkan rumah sakit.
Namun Violet tak menyangka, dia melihat seseorang berjaket kulit hitam dan membawa helm berjalan sekitar enam meter di depannya. Dia mempercepat langkahnya mengejar orang itu. Jantungnya berdebar keras.
"Dokter Tama," panggilnya setelah jaraknya hanya satu langkah di belakang orang itu.
Sosok itu berhenti dan menoleh. Dugaan Violet tepat sekali. Orang itu memang Tama.
"Suster Vio, ada apa?" sahut Tama sambil mengangkat alis. Dia tampak terkejut melihat Vio sudah ada di belakangnya.
"Dokter sudah mau pulang?"
"Ya. Saya harus segera pulang. Suster Vio ada perlu dengan saya?"
"Sebenarnya ada yang ingin saya tanyakan. Tapi saya khawatir nanti menghambat Dokter."
Tama melihat jam tangannya. Kesempatan bagi Violet untuk memperhatikan jari-jari tangan dokter itu. Dia merasa malu sendiri saat diam-diam tersenyum lega melihat tak ada satu cincin pun di jari-jari tangan Tama.
"Saya punya waktu sepuluh menit kalau ada yang mau dibicarakan."
"Kita ngobrol sambil jalan saja menuju parkiran motor. Supaya nanti Dokter bisa langsung pergi."
"Baiklah. Jadi, ada apa?" tanya Tama sambil melangkah lagi diiringi Violet.
"Apakah dua tahun lalu Dokter Tama sudah bekerja di sini?"
Dahi Tama berkerunyut tanda heran. Tapi dia tetap menjawab pertanyaan itu.
"Dua tahun lalu saya baru bekerja di sini. Baru saja menjadi dokter spesialis anak."
"Berarti Dokter sudah bekerja di rumah sakit ini ketika terjadi kasus hilangnya pasien anak bernama Elsa?"
"Ya, benar. Saya baru bekerja di sini sekitar dua bulan ketika itu."
"Lalu apa ketika itu polisi nggak dapat petunjuk ke mana kira-kira Elsa pergi?"
"Tidak. Polisi sudah memeriksa seluruh ruangan di rumah sakit ini."
"Hanya ruangan yang diperiksa?"
Tama mengernyit mendengar pertanyaan Violet itu."Memangnya menurutmu harusnya mana lagi yang diperiksa?" tanyanya penasaran.
"Taman, kebun, di balik pepohonan, di bawah tanah."
Tama berhenti dan terbelalak.
"Maksud kamu, di ruang bawah tanah atau dikubur di bawah tanah?"
Violet sadar, kata-katanya itu terdengar mengerikan.
"Dikubur di bawah tanah," jawabnya.
"Saya rasa waktu itu nggak ada yang berpikir begitu. Polisi cuma menduga Elsa hilang, bukan mati. Sepertinya mereka curiga ibu Elsa yang menyembunyikan anaknya. Tapi dugaan itu nggak pernah terbukti."
"Dan sekarang apa kasus itu dianggap selesai?"
"Saya kurang tahu soal itu." Tama menatap Violet hingga matanya menyipit.
"Suster Vio, kamu terdengar seperti sedang menyelidiki sesuatu di rumah sakit ini. Dan jujur saja, itu mengherankan sekali. Belum pernah ada suster di rumah sakit ini yang menanyakan ke saya semua yang kamu tanyakan tadi. Ada apa sebenarnya?"
Violet tersentak menyadari sikapnya telah membuat Tama curiga.
"Eh, nggak ada apa-apa, Dokter. Saya memang seperti ini. Sering penasaran dengan sejarah masa lalu suatu tempat."
Untuk sementara ini, Violet belum berniat menceritakan yang sebenarnya pada Tama. Biarlah dia selidiki sendiri dulu. Dan lain kali dia harus lebih berhati-hati agar tidak dicurigai.
"Selamat melaksanakan tugas selanjutnya, Dokter. Maaf sudah mengganggu waktu Dokter. Permisi," ucap Violet.
Tanpa menunggu Tama menyalakan motornya dan pergi meninggalkan rumah sakit, dia berbalik dan melangkah cepat kembali masuk gedung rumah sakit.
Bersambung ...
Penampilan Dokter Tama naik motor kayak gini. Gimana nggak bikin melongo 😁
**===================**
Cerita ini sudah pernah tamat Desember 2018 dengan judul ROH. Sekarang aku ganti judulnya menjadi "Mereka Sudah Mati".Bab ini aku publish ulang untuk sementara sebelum nanti dihapus lagi sebagian.
Jadi, buruan baca ya.
Terima kasih buat yang sudah berkenan komen positif dan ngasih vote 😊🙏
Oh iya, cerita horor yang aku tulis lebih fokus ke misteri. Hantu/jin nggak punya kemampuan membunuh manusia. Yang menentukan umur manusia adalah Allah. Hantu/jin cuma mengganggu manusia, bikin manusia menjadi ketakutan dan ceroboh, lalu membuat dirinya sendiri celaka.
Instagram-ku @arumi_e 😊
Salam,
Arumi
KAMU SEDANG MEMBACA
Mereka Sudah Mati (Judul awal : ROH) Telah Terbit Dan Akan Difilmkan
Horror#1 in horror/28/12/2018 Cerita ini awalnya dulu berjudul ROH, sekarang diganti menjadi MEREKA SUDAH MATI. SINOPSIS : Sejak pernah hampir tenggelam di sebuah danau di desa kakeknya dan ditolong sesosok pemuda misterius, Violet memiliki kemampuan tak...