1. Bayangan

65 5 0
                                    


"Rasanya ingin cepat berakhir. Tentang lelah semua rasa yang belum juga berakhir, dia yang ku paksa pergi nyata nya hanya bayangan karena sesungguhnya dari awal hanya aku dan bayangan nya. Tak ada dia yang sungguh-sungguh ada."

💕💕💕

Aku mencoba biasa tersenyum dibalik luka. Tertawa menahan tangis. Berucap menutup keluh kegelisahan hati yang tak redam meski waktu cukup lama terbuang dengan tangis yang tak membawa kesah itu pergi.

Bertemu mu lagi apalah daya. Bisa bersekolah saja sudah cukup baik untuk ku tak membuat masalah agar tetap bisa bertahan disini. Jangan usir aku untuk pindah untuk mencari obat luka di seberang sana.

Biar aku yang menahan nya. Ini tak akan lama sebentar lagi selesai. Seperti kisah kita.

Nama ku syifa yang artinya obat. Orang lain tak butuh aku menjadi obat nya. Hanya aku lah yang membutuhkan diri ku sendiri untuk menjadi obat, membuktikan doa yang di sematkan pada nama ku.

"Dua minggu lagi ujian Fa."

"Iya," jawabku malas.

"Kamu udah gak papa kan?"

Aku tersenyum getir, menahan beban yang tak juga enyah pada diri. Dan tersenyum adalah cara terbaik mengobati luka.

"Emang aku kenapa Nai? Aku ngak papa." Pertanyaan yang ku jawab sendiri.

"Entah kenapa liat kamu nangis lebih buat aku lega, dari pada aku liat kamu ketawa yang buat kamu nambah terbebas."

"Katanya kemarin aku gak pantes nangis cuman karena laki-laki itu?

"Kenapa sekarang malah beda?"

"Iya lagian kamu... Aku sedih liat kamu kek gini."

"Aku cuman butuh waktu nai. Percaya sama aku, kasih aku waktu yah."

"Sampai kapan?"

"Besok. Iya besok aku janji akan baik-baik aja." yakin ku

"Nanti izinin aku les yah."

"Lah kenapa?"

"Capek mau pulang aja. Biar besok bisa tepatin janji akan baik-baik aja buat kamu," ucap ku sok manis.

"Yaudah, maka nya jangan pacaran sama orang gede --- eh.. Maksudnya jangan pacar-pacaran."

"Iya.. Iya.. Kalau ayah tau juga aku pasti kena marah abis-abisan. Untung putus." aku terkekeh miris pada diri sendiri.

Ayah satu-satunya laki-laki yang mencintai ku dengan tulus itu pasti kecewa pada ku. Dia selalu wanti-wanti agar aku berhati-hati dengan laki-laki. Gak boleh deket-deket, gak boleh pacar-pacaran.

Itu yang selalu beliau khawatir kan. Tapi dia lupa menitipkan aku pada laki-laki itu. Harus nya dia juga tak membuat ku mempercayai nya.

Haah! Sudah lah, salah ku yang tak menjaga batasan seperti kata ayah.

"Jadi gak sedih lagi nih," kata nairin membuyarkan lamunan ku.

"Udah lah. Aku duluan ya."

Hufh! Harus nya aku tak buru-buru sampai tak melihat seseorang yang sedang berdiri di belakang ku saat beranjak dari kursi taman depan kelas ku.

Laki-laki berkemeja putih ada logo osis tertulis dalam lambang disaku nya, dengan celana abu-abu.

Ngapain dia kesini?. Sejak kapan dia disini. Gak mungkin kan sengaja nyamperin aku. Untuk apa lagi?

Dulu aja gk pernah nyamperin.

"Mau kemana?"

'Dia ngomong sama siapa sih'
Aku memandang sekilas tak ingin memeduli nya dan memastikan langkah untuk segera pergi tanpa perduli dengan detak jantung yang masih saja sama berdetak meraton saat bertemu dia. Mungkin dengan rasa yang berbeda.

"Mau kemana?" pertanyaan yang diulang nya mampu membuat ku menahan langkah. Dia beneran ngomong dengan aku?

"Pulang!" kilas ku masih berusaha sopan

"Bukan nya ada les?" ucap nya datar tak pernah kah dia merasa bersalah. Apa dia gk sadar apa salah dia?

Astagfirullah, "Apa urusan mu?" celetukan itu yang ingin sekali ku lonjakan.

Tapi lagi-lagi menjaga tutur kata adalah ajaran ayah yang sudah melekat.

"Izin, mau pulang. Kenapa?" kata sopan, seperti nya tidak. tak terdengar ramah di telinga. sebutan 'kak' tak sanggup lagi ku lontar kan pada nya.

"Ayah kamu nganterin ini," ucap nya menyerahkan kotak bekal familiar itu pada ku, lalu pergi begitu saja. Tak ada komentar apa gitu. Tanya kenapa juga ngak.

Halah.. Ngarep banget aku.

Lagi-lagi aku hampir salah sangka dengan sikap nya. 'Kotak bekal' kupandangi kotak terbalut plastik hitam yang sudah ada ditangan kanan ku.

Kenapa dia bisa sebiasa itu, saat aku rasa nya hampir kehabisan nafas ngadepin dia.

"Makasih," ucap ku sebelum dia benar-benar pergi.

SD, SMP, SMA Mahaka ada di ruang lingkup yang sama. Sekolah satu atap kata nya.

Syifa anak kelas tiga SMP Mahaka, anak kecil yang genit kata mereka. selalu nempel kemana pun kak Arkan pergi. Pulang mau pun jalan sekolah. Lagi kecil udah pacaran dengan anak SMA itu. Yah Kak Arkan anak SMA Mahaka kelas dua.

'Pacaran' entah lah apa benar itu pacaran. Hanya berselang tiga hari dari penerimaan ungkapan cinta ku. Tetiba harus berakhir dengan cara yang menyakitkan.

Yah memang aku masih terlalu dini mengenal kata pacaran. Yang ayah selalu wanti-wanti untuk tak pernah melakukan nya.

Entah lah rasa anak remaja yang terpatri tak bisa memungkiri rasa, sampai malu pun tak lagi ada. Seorang wanita mengungkapkan cinta?. Huuft! Mengenaskan, apalagi semua berakhir dalam waktu yang singkat dan dengan cara yang tak kalah Mengenaskan.

Aku sudah cukup besar kok, untuk tau tentang cinta dan pacaran. Mungkin lingkungan yang membuat anak SMP seperti ku di zaman sekarang sudah terlihat sok jadi remaja. Berlomba-lomba untuk tak ketinggalan tren zaman.

Beberapa hari ini jadi bahan gunjingan sana-sini, yang dari awal mungkin memang sudah tak suka pada ku. Membuat mereka senang, tertawa dengan semangat sambil mencibir mengeluarkan semua keburukan ku.

Lihat lah tak ada baik-baik nya aku di mata mereka. Berita atau gosip itu berjalan cepat seperti debu yang di hembus angin mengikuti arah, merata melekat pada tempatnya mendarat.

Rasanya ingin cepat berakhir. Tentang lelah semua rasa yang belum juga berakhir, dia yang ku paksa pergi nyata nya hanya bayangan karena sesungguhnya dari awal hanya aku dan bayangan nya. Tak ada dia yang sungguh-sungguh ada.

"Nai buat kamu, aku titip yah. Isi nya di makan! Kotak makannya Bawa besok ke sekolah. Jangan lupa isi makanan lagi," ucap ku berlalu setelah menyodorkan makanan pada Nai.

"Dasar!. itu hati baik-baik aja kan?" ucap nya sedikit berteriak.

Aku mengangguk Samar sambil terus melanjutkan langkah untuk kembali kerumah atau pergi ketaman dekat rumah.

Mungkin pulang kerumah lebih baik. Aku Tak ingin membuat ayah khawatir.

Tidak ikut jam tambahan saja sudah membuat ayah khawatir apalagi kalau sampai ayah tau aku tidak ikut jam tambahan dan tak pulang kerumah.

Aku berjalan mengikuti langkah nya dengan tertunduk. Tak ingin melihat dia sedikit pun. Namun pergerakan tak mampu di tahan. Mata selalu mencuri pandang melihat dia yang berjalan santai di depan ku.

💕💕💕

📌31 oktober 2019
🖇️rasama

Jangan lupa Vote+comment 🙏🙏

Cinta itu DIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang