“Haloooo, Paiiiii... Pipi bakpouku...” seru Median menghambur menghampiri Pai yang baru saja melangkahkan kaki melewati pintu otomatis gedung kantornya.
“Eh, kamu, Med. Tumben jam segini kamu udah ke sini aja?” sahut Pai asal. Dia sedang tidak mood berhaha-hihi dengan sahabat sejak zaman puber itu. Maklum masuk masa PMS[1] bawaannya sensitif melulu.
“Ah, lemot banget sih, Pai. Aku ke sini sekalian mau ngecengin itu...” Medi sengaja memberi kode.
“Siapa?” Pai bertanya tidak tahu. Sebenarnya bukan dia tidak tahu tapi pada detik ini dia memang lupa tentang kode yang dimaksud Medi.
“Ah, kamu ini, pasti kelaperan sampai lemot begitu. Kamu duluan aja deh, ke tempat makan biasa. Kata Robin dia mau makan di tempat kita makan. Dan dia ngajak Erika,” ujar Medi bersemangat.
Pai langsung merasa berdebar. Robin? Siang ini Medi mau lunch sama kakaknya? Tumben. Biasanya Robin memilih membawa bekal sendiri dan memakannya di kantin. Kalaupun pergi ke luar pasti ke restoran menengah ke atas, bukan resto cepat saji murah seperti pilihan Pai dan Medi bertahun-tahun lamanya. Medi memang berbeda dengan Robin. Medi itu hidupnya seenak-gue-aja sedangkan Robin hidupnya teratur bin rapi. Dan Erika? Oh, kenapa sekarang Erika jadi sering ngintilin Robin, sih?
Pai mengerjap-ngerjapkan matanya mencoba meyakinkan diri bahwa omongan Medi tidak salah.
“Kamu serius? Robin sama gadis pujaan kamu itu mau makan bareng kamu? Di resto cepat saji? Emang kakakmu udah pindah selera makan?”
“Pindah haluan sih, kagak tapi katanya mau ada meeting cepet jadi terpaksa ngikut kita lah.”
“Kita?”
“Iya, kamu sama aku. Kita.”
“Ogah!” Pai menolak segera. Dia tak mau pas lagi lemes-lemesnya dan tampangnya kucel binti kusam begitu bertemu Robin yang setiap hari selalu kinclong dari pagi sampai malam pulang bekerja. Bawaan orok memang tak bisa dibantah.
“Kenapa? Emang kamu mau makan di mana, hah? Kamu kan, nggak bisa lepas dari paha dan dada resto biasanya. Sayuran juga kagak mau.”
“Nyinyir banget sih, kamu. Kayak kita mau double date aja. Kamu ngrasa nggak, sih? Aku mah ogah disangka nge-date sama kamu.”
“Mulai lebai deh, ah. Udah sono berangkat duluan ke tempat biasa. Ngomelin aku di sini tuh sama lamanya kayak perjalanan kamu ke sana. Nanti kita nyusul, deh. Booking tempat, ya?”
“Sontoloyo!” kata Pai menoyor ringan kepala Medi. “Giliran gini aku jadi jongosnya. Awas kamu!”
“Udah sana, cepetan! Aku mau menjemput gadis impianku,” kata Medi dengan berkacak pinggang di mulut pintu masuk gedung Rajendra and Associates, perusahaan konsultan yang bergerak di beberapa bidang seperti pajak, akuntansi dan pengembangan organisasi dan karir.
Pai mendengus. Centil banget sih, si Medi ini kalau lagi suka sama cewek?
Pai bergegas pergi ke tempat yang dimaksud Medi. Pai memang memesan tempat untuk empat orang tapi dia sendiri memilih memesan makan siangnya sendiri untuk dibawa kembali ke kantor. Ia akan memakannya di kantin kantor. Dia tak mau duduk makan bersama Robin dan Erika. Bisa mati cemburu Pai.
Dengan segala upaya, Pai berhasil melarikan diri dari Medi, Robin dan Erika setelah meminta seorang pramusaji menyiapkan empat bangku untuk temannya. Namun kelegaannya kembali terusik ketika sebuah pesan whatsapp masuk.
Heh, kabur ke mana, kamu? Dicariin Robin sama Erika, nih.
Harus beralasan apa, ya?, pikir Pai.
Yang terketik di layar sentuh ponsel pintar Pai adalah...
Perutku mules
Kamu mau aroma kentang gorengmu dicampuri aroma kentutku?
Medi segera membalas.
Sialan, hahaha
Oke, Pai bisa bernapas lega. Dia lolos dari suasana yang pasti akan membuatnya keki bukan main. Bertemu Robin saja dirinya sudah sering lemas apalagi melihat Robin duduk bersampingan dengan Erika dan keduanya terlihat begitu akrab lalu saling bertukar lirikan dan senyuman sedangkan kepadanya Robin justru bicara dan tersenyum seperlunya dan seakan tidak ikhlas begitu. Sudah pasti perasaan Pai makin kacau. Cemburu, sebal dan tak berdaya. Ah, tambah runyam nanti. Padahal ia harus kembali membereskan pekerjaannya segera. Robin itu ancaman berbahaya dan mengerikan terhadap konsentrasi Pai. Tapi juga menggiurkan untuk dicintai, tentunya.
*
[1]Pre Menstrual Syndrome