Pai mengutak-atik iklan lowongan kerja yang ada di layar laptop kantornya. Tinggal sedikit lagi selesai. Masalah layout. Ia ingin layout iklan untuk beberapa posisi yang diperlukan pihak perusahaan Kencana Group (perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor) ini simpel tapi tidak remeh temeh dan tetap menarik perhatian pembaca yang sedang mencari pekerjaan. Pai merasa beruntung bisa kuliah di jurusan psikologi dulunya. Di sana diajarkan juga mata kuliah psikologi komunikasi. Bermodalkan mata kuliah dua SKS[1] ini, Pai bisa merancang iklan lowongan kerja yang informatif dan persuasif. Lagipula di mana pun bekerja yang berhubungan dengan manusia, ilmu psikologi itu dasar dari interaksi yang terjalin. Jadi ilmu psikologi itu penting di banyak aspek aplikasi ilmu.
BBM for android Pai berbunyi.
Herdi.
Pai, aku udah di lobi Rajendra, nih. Aku tunggu, ya J
Pai tersenyum semringah membaca BBM Herdi.
Well, tunggu yah, Pak Bos. Tinggal sedikit lagi. Hehehe.
BBM terkirim dan Pai dengan cekatan melakukan finishing iklan lowongan kerja tersebut. Masalah publishing, ia akan mengirim file iklan tersebut ke bagian IT Rajendra nanti sampai di rumah. Lagi pula deadline iklan tersebut masih besok jam sembilan pagi untuk disetor ke pihak IT.
Pekerjaan lembur sudah selesai. Pai bersiap menemui Herdi di lobi.
“Halo, Pak Bos! Apa kabar?” seru Pai menyapa Herdi yang sudah berdiri dengan senyum menawan menyambut Pai yang setengah berlari ke arahnya.
Mereka bersalaman dan berpelukan sesaat.
“Baik, Pai. Seperti yang kamu lihat. Tetep ganteng, kan?”
Pai tergelak menanggapi kepedean Herdi.
“Oke, oke, selalu ganteng, kok,” puji Pai. Memuji yang sesungguhnya karena dengan setelan kemeja biru langit berlengan panjang yang sudah digulung sampai siku rapi dan celana resmi berikut sepatu pantofel hitam legamnya, Herdi masih tetap bening. “Eh, nggak nungguin lama kan, tadi?”
Herdi menggeleng sambil tersenyum.
“Sori ya, agak telat dari yang kubilang dulu. As you know lah gimana di sini, kerja rodi,” bisik Pai kemudian tersenyum lebar.
Herdi membalasnya dengan senyuman tak kalah lebar menunjukkan deretan gigi putihnya. Wajah Herdi yang selalu tampak segar membuat Pai merasa adem sekali hatinya.
Kemudian mereka berdua berjalan menuju mobil Herdi terparkir. Ingat bahwa Herdi akan menjemputnya, Pai sengaja tidak membawa motor ke kantor. Jadi tidak perlu repot ambil-ambil motor setelah pergi dengan Herdi.
Mereka memutuskan pergi ke festival kuliner di Pakuwon City. Di sana warga Surabaya dan sekitarnya dimanjakan oleh banyak makanan khas Surabaya dan Indonesia. Termasuk Herdi dan Pai yang juga ingin memanjakan lidah dan perut mereka.
“Aku kangen makanan Surabaya yang begini, Pai. Di sana kan, nggak ada,” celetuk Herdi.
“Iya, ya. Memangnya kamu pindah ke Makassar sudah lama?” tanya Pai.
“Sekitar tiga tahunan. Sebelumnya ya, di kantor pusat sini. Setelah dari Rajendra tentunya.”
Pai tersenyum simpul.
“Eh, cobain deh, daging bebeknya empuk bener. Nih,” kata Pai mengambil sedikit daging bebek miliknya lalu disodorkannya kepada Herdi. Hal seperti ini persis ketika ia bersama Medi. Tapi saat ini Pai lupa sama Medi.