BAGIAN 5

348 21 0
                                    

Duduk sendiri di pojokan library and coffee shop tak jauh dari kompleks perkantoran. Itulah kebiasaan Pai hampir setiap kali ia pulang lebih cepat dari kantor. Kebiasaan ini sudah sejak SMA karena SMA-nya juga hanya lima belas menit ke kantor dan coffee shop.

Aslinya ia tidak sendiri. Ada Medi yang selalu menemani kalau tidak ada jadwal futsal atau bahkan urusan penting lainnya. Tapi Medi itu bukan orang yang rakus sama buku. Hobinya nonton dan mengoleksi banyak film. Film apa saja kecuali horor lokal dan roman. Tapi lebih prefer action begitu. Pengecualian kalau roman. Berhubung sahabatnya yang cakep itu suka roman, Medi bisa saja menemani nonton – dengan penuh penyesalan dan kebosanan tiada tara. Pai hanya cekikikan melihat ekspresi Medi setiap kali diajak nonton film roman. Ujung-ujungnya untuk meminta maaf, Pai menyogok Medi dengan bebek goreng kesukaan Medi. Alhasil Medi stop gondok dan bosannya.

Kali ini tak ada Medi yang sering menemaninya. Kalau ada Medi pasti dia  memilih mengutak-atik tablet canggihnya, “iseng” merancang bangunan aneh-aneh yang tak jarang membuat Pai takjub dengan kejeniusan sang kawan. Kalau ada Medi, Medi juga ngopi. Keduanya suka kopi. Pai suka mocca, Medi suka cappucino. Medi sedang ada acara ke Bali untuk beberapa hari ke depan. Alamat hidup Pai hambar karena tak ada teman makan siang, mengobrol sepulang kerja atau bercanda bersama. Bisa saja bersama rekan kerja lain tapi hei, Medi itu sudah seperti saudara kembar – tapi beda rasa – dengan Pai. Belahan jiwa yang saling menghidupkan satu sama lain.

Pai juga tidak sedang membaca buku kali ini. Ia ingin otaknya benar-benar kosong sejenak setelah bekerja ekstra selama hampir satu bulan mengerjakan proyek besar perekrutan perusahaan negara kerja sama dengan Robin sebelum besok akan ada perekrutan karyawan untuk perusahaan yang skalanya lebih kecil. Mumpung Pai juga pulang lebih cepat tanpa membawa tumpukan tugas kantor ke rumah, ia mampir untuk ngopi dan menenangkan pikiran. Sambil diiringi suara Adele. Sialnya kenapa lagu Chasing Pavement yang terdengar? Apa alam sedang menunjukkan keprihatinan terhadap Pai yang baru saja melewati titik paling kacau dalam hidupnya untuk urusan asmara selama sebulan terakhir? Bahkan kejadian sebelumnya. Pai hampir saja mendeklarasikan cintanya pada Robin. Belum saatnya, pikir Pai. Atau dia memang benar-benar tak bernyali? Padahal seharusnya cinta itu harus disampaikan pada orangnya langsung. Percuma jika hanya seluruh dunia tahu tapi orang bersangkutan tidak merasa. Oke, tapi Pai waktu itu langsung membungkam sendiri mulutnya kemudian disusul ia masuk ke dalam situasi paling menyesakkan walau tak bisa disejajarkan dengan kejadian-berdarah-di-kamar-bersalin-Bunda bertahun-tahun silam.

Jadi, selama proses perekrutan berlangsung selama sekitar satu bulan – minggu pertama Pai dan rekan-rekannya turun lapangan melakukan tes pengetahuan umum sampai wawancara psikolog untuk para pelamar perusahaan negara bersangkutan, minggu kedua sibuk melakukan skoring dan membuat psikogram sampai memutuskan siapa saja para pelamar yang lolos sampai tahap wawancara psikolog dan psikotes, minggu ketiga mengumpulkan laporan kepada Robin dan pihak direksi perusahan negara bersangkutan dan minggu terakhir untuk mengumumkan peserta yang lolos seleksi final di website Rajendra – semuanya praktis selalu berhubungan dengan Robin. Robin terus memantau perkembangan proses perekrutan ini karena ia sendiri berkoordinasi dengan pihak direksi perusahaan negara itu. Tentu saja dengan Erika juga. Tapi oke, Pai bisa profesional. Ia berusaha tetap fokus pada pekerjaannya. Toh Robin tidak selalu menungguinya bekerja, kan? Bukan masalah. Ia tidak akan mendadak lemas didahului (seakan-akan) serangan jantung lalu salah tingkah di depan Robin. Tapi laju perasaan siapa sih, yang bisa menahan begitu saja? Setiap kali selesai meeting, Pai tidak bisa cuek terhadap pemandangan “kembar dempet” Robin dan Erika. Apa mereka benar-benar pacaran seperti dugaan kuat Medi?

Iya, Medi sebelum berangkat ke Bali curhat pada Pai.

“Kamu kenapa murung gitu, Med?” tanya Pai nyeletuk ketika Medi main sebentar ke rumah Pai usai mengantar Pai pulang.

BERGANTI HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang