[Tujuh]

786 132 16
                                    

...

...

...

Renjun berjalan mengitari Myeongdong dengan langkah yang pelan luar biasa. Berjalan seperti di bawah kakinya di penuhi ribuan paku, sangat berhati-hati. Pertama, karena ia belum terbiasa dengan wedges. Tentu saja, dia adalah laki-laki. Dan kedua, karena ia tidak ingin jatuh dan malu kalau sampai wedges itu mengganggu keseimbangan tubuhnya. Dia akan malu berkali lipat kalau sampai orang-orang menyadari kalau dia adalah laki-laki yang memakai pakaian wanita. Holy shit! Dia tidak mau melihat tawa kemenangan dari kakak perempuannya yang kurang waras itu.

Renjun mendesah. Seumur hidup, tidak pernah terbayang olehnya kalau ia akan melewati hari semacam ini. Berjalan di tengah keramaian Myeongdong dengan pakaian wanita. Tapi, sejak dia menjalani takdir sebagai adik dari seorang Do Kyungsoo, Renjun tahu segalanya menjadi mungkin.

"Kalau aku menyerah sekarang, Kyungsoo noona pasti akan menertawakanku dengan wajah menyebalkan miliknya." Renjun memilih duduk di salah satu kursi kosong disana, untuk sejenak mengistirahatkan kaki pegalnya. Mengurut kakinya yang terasa lelah karena berjalan dengan hak setinggi lima centimeter.

Pandangannya menyapu setiap sudut Myeongdong yang selalu ramai, terutama di sore hari begini. Sudah setengah jam dia berjalan, dan belum mendapatkan siapapun untuk di ajak kencan. Tentu saja. Ia terlalu fokus menyeimbangkan langkahnya, dari pada mencari sasaran pria tampan yang berlalu lalang di depannya. Mungkin ini pula yang menjadi pertimbangan kakaknya waktu memaksa ia dan Doyoung memakai hak tinggi.

Renjun terjengkat ketika bagian kosong di sebelahnya, diisi oleh seseorang. Ia menoleh, dan menemukan pria berpakaian hitam dan berwajah sangar yang mengisi bagian itu. Posisi duduknya sangat dekat, dan itu membuat Renjun bergidik ngeri. Dan, mata Renjun membulat sangat lebar ketika sebuah pisau ditodongkan padanya.

"Serahkan tasmu, manis," kata pria itu dengan wajah garangnya.

Renjun langsung merasakan kakinya melemas. Ia melirik ke arah orang-orang yang berlalu lalang, namun tak satupun yang menyadari pisau kecil yang di pegang pria itu. Ia memejamkan mata, ketakutan. Bukannya mendapatkan pria untuk di ajak berkencan, dia malah bertemu dengan perampok yang memanfaatkan kelemahannya dalam balutan pakaian perempuan.

"Sayang? Sudah lama menunggu?" Renjun langsung membuka matanya, saat mendengar suara itu. Didapatinya Jeno berdiri tepat didepannya, sambil tersenyum lembut.

Renjun mengerutkan alis. Astaga! Apa Jeno menyadari kalau ini adalah dirinya? Renjun memilih untuk mengkhawatirkan indentitasnya, daripada pisau yang teracung di perut sebelah kanannya.

"Oh? Ya. Eh? Tidak. Maksudku, aku baru saja datang." Renjun segera paham dan melanjutkan bermain peran dengan Jeno. Dilihatnya, pria di sebelahnya sudah menjauhkan pisau, dan dalam sekejap, sudah pergi dari sana. Renjun menghela napas lega.

Setelah pria itu pergi, Jenolah yang mengisi bagian kosong di samping Renjun.

"Kau baik-baik saja?" tanya Jeno. Raut khawatir terlihat jelas dari wajahnya.

Renjun tidak menjawab. Ia masih memikirkan apakah Jeno menyadarinya atau tidak, kalau ini adalah dirinya.

"Maaf," suara Jeno terdengar lagi. "Aku memperhatikanmu sejak tadi, karena kupikir aku mengenalmu."

I am a FujoshiWhere stories live. Discover now