Merasa dipanggil, pria yang masih berbaring di ranjang queen size itu perlahan membuka matanya. Pupil matanya melebar tatkala melihat sosok pria lain berada di kamar bersamanya dan telanjang pula.
Selama lima detik memperhatikan sosok Devan, ia tertawa kencang.
Devan mengerutkan keningnya.
Apakah orang ini setengah gila karena tiba-tiba tertawa?
Devan yang bingung, pun bertanya dengan nada dingin,"Apa yang kamu tertawakan?"
Tak menjawab, tawa pria telanjang itu semakin meledak. Devan semakin gusar melihat tingkah pria yang sama sekali tak ia kenal itu. Tangan pria itu lantas terangkat dan menunjuk Devan dengan jari tengahnya.
"Kau lucu sekali. Pegang pipimu."
Devan penasaran apa yang terjadi pada pipinya. Apakah pria ini mencoret-coretnya dengan spidol?
Ia menyentuh pipinya dengan tangan kanannya dan merasakan sesuatu yang aneh dan lengket.
Devan lantas berjalan menuju cermin rias untuk memeriksa kondisi pipinya dan akhirnya ia melihat cairan putih bening menghiasi pipinya.
Apa iniiiii?
Devan kembali menatap pria itu. Pria itu rupanya belum berhenti menertawakan pipinya. "Apakah semalam kau onani dan menempelkan pejuhmu di pipimu sendiri. Kau sungguh kocak."
"Tidak. Ini tidak mungkin. Bagaimana pejuhku dapat sampai di pipiku? Saat aku bangun, pipiku tepat berada di sebelah adik kecilmu. Tak salah lagi, ini pejuhmu."
Pria itu tiba-tiba terdiam.
"Jadi, kau yang menghisap adikku semalam?"Pria ini sudah gila. Bagaimana mungkin aku menyentuh batangnya sedangkan aku juga memilikinya.
"Omong kosong."
Pria itu menggelengkan kepalanya.
"Tidak...tidak... Aku sungguh mengingat aku bermimpi seorang wanita seksi sedang menghisapku hingga aku keluar. Aku sungguh mabuk hingga tak bisa bangun dan hanya bisa menikmati sensasi hisapan itu."Rahang Devan mengeras. Wajahnya menghitam. Ia layaknya disambar petir.
Aku juga bermimpi aku menghisap puting seorang wanita. Apakah batang itu yang kuhisap?
Devan mengelak dari pemikirannya sendiri.
Ia lantas menunjuk pria itu.
"Apakah kau homo? Adik kecilmu bahkan berdiri begitu tegaknya setelah tidur denganku."Pria itu mendengus, menyiratkan cemoohan.
"Lihat saja adikmu sendiri. Berdiri layaknya Menara Eiffel dan kau masih bisa menuduhku homo."Devan menurunkan pandangannya ke barangnya sendiri dan ternyata benar, barang itu sedang berdiri dengan gagahnya. Ia segera menarik handuk yang tergeletak di meja rias dan menutup barangnya. Ia tak sadar sedari tadi tak sehelai benangpun menempel di tubuhnya yang berkulit coklat muda. Handuk rupanya tak mempan karena jendolan besar tercetak tepat di selangkangannya.
Devan berdeham.
"Kalau begitu, keluar dari kamarku! Sekarang!"
Pria itu pun bangkit dan menantang Devan.
"Siapa kau berani mengusirku dari kamarku sendiri?""Ini kamarku. Bagaimana mungkin aku masuk ke kamar ini dengan kartuku jika ini bukan kamarku?"
Pria berkulit putih itu ternyata tak mau menyerah.
"Kau sungguh tak tahu malu. Masuk ke kamar orang dan kau bahkan tak mau mengakuinya."Devan geram sekali dengan pemuda itu. Ia ingin melayangkan tinju kerasnya pada pria tak tahu malu itu. Ia maju dengan mantap dan menyerang pria itu hingga ia melemparkan kedua tubuh mereka ke ranjang.
Tanpa sadar, handuk yang melilit pinggang Devan terjatuh dan tubuh polos Devan terekspos secara penuh.
Devan menindih tubuh pria itu dan menahan lehernya dengan sikunya hingga ia tak bisa bergerak.
Kedua batang mereka bertemu secara rahasia di bawah. Sama-sama keras. Sama-sama besar. Dan sama-sama siap bertempur.
Pria itu sedikit mendesah. Ia tak nyaman dengan posisinya yang membuatnya tak bisa bergerak sama sekali karena tubuhnya terkunci oleh sikutan Devan yang kuat. Belum lagi, hembusan nafas Devan yang kasar membuatnya semakin terganggu.
"Apa yang kau lakukan? Ini kamarku." Pria itu meronta di bawah Devan.
"Yang benar saja, ini kamarku."
"Bagaimana kalau ini kamarku?" Pria itu menantang Devan.
Devan ragu sejenak. Tapi, ia yakin, ia tak mungkin salah kamar. Jelas sekali satu kartu hanya bisa membuka satu pintu kamar.
"Aku akan menghisap batangmu sekali lagi."
Pria itu terkekeh seraya mencemooh.
Jelas pria di depannya adalah homo yang sedang berpura-pura, sangat jelas dari penawaran yang ia berikan.
"Bagaimana jika ini memang kamarku?" Devan menantang pria itu untuk memberikan tawarannya.
"Kau bebas melakukan apa saja padaku."
"Kau sungguh homo. Bagaimana seorang pria menawarkan dirinya sendiri?" Devan mencemooh.
Pria itu tak terima dengan cemoohan Devan dan melawan. Namun, kekuatan yang ia miliki tak sanggup meruntuhkan pertahanan Devan.
"Kau lah yang homo. Aku tak pernah menawarkan diriku. Kaulah yang berpikiran seperti itu."
Devan tertawa sinis. " Jadi, bagaimana dengan perjanjian kita?"
Pria itu tersenyum penuh percaya diri.
"Deal. Dan anyway namaku Markus. Markus Vrederick. Jangan mengganti namaku dengan sebutan "pria itu" di kepala kecilmu."Nama yang familiar, batin Devan.
***
Bagaimana pendapat kalian dengan part 2 ini? Kalian boleh banget menyertakan saran kalian di kolom komentar dan jangan lupa meninggalkan vote.

KAMU SEDANG MEMBACA
It's Forbidden But Okay [MxM]
RomancePeringatan : Cerita ini mengandung konten dewasa. Jangan membaca jika iman kalian belum kuat!!!!!!! Devan Antonio: CEO sebuah perusahaan minyak multinasional dengan karir yang cemerlang. Markus Vrederick: aktor baru yang namanya sedang melejit dan d...