11. Nasi Goreng Terenak

160 8 0
                                    

Markus melangkah masuk dengan santai dan mengacuhkan pertanyaan Devan. Matanya liar mengitari ruangan untuk nencari tempat tidur alternatif selain ranjang besar yang sedang dikuasai Devan.

"Aku akan tidur di sofa," celetuk Markus tatkala ia melihat sebuah sofa besar yang kelihatan sungguh empuk.

"Apa kau tak mendengar pertanyaanku tadi?" Devan berkata dengan kesal. Ia paling tidak suka perkataannya diacuhkan. Jika Markus adalah bawahannya, ia pasti akan memecatnya detik itu juga. Namun, dia adalah Markus sekaligus pria yang menumbuhkan perasaan aneh di hatinya.

Aneh tapi ia menyukainya.

"Maaf, Devanku sayang. Aku capek. Mau istirahat."

Setelah menyelesaikan perkataannya, Markus melempar dirinya sendiri ke sofa, merasakan betapa empuknya sofa itu. Sofa ini pastilah mahal sekali, batinnya. Markus merasa ia dapat tidur di sini selamanya karena ini sangat enak untuk ditiduri.

"Markus!"

Devan melihat Markus sedikit menggeliat, tetapi tetap tidak menjawabnya. Devan segera menghampiri Markus dan menyadari anak itu sudah tertidur pulas.

Devan menghela nafas dan mengejek,"dasar anak kecil!"

***

Markus terbangun dan bau makanan yang sangat lezat mengundangnya untuk segera bangkit. Ia berjalan ke dapur dan melihat sudah ada hidangan sarapan di meja makan.

Devan yang melihat kedatangan Markus pun menyambutnya. "Pagi, mau nasi goreng atau omelet?"

Markus dengan malas menjawab,"apapun."

Devan menggeleng melihat kelakuan Markus dan berniat mengerjainya.

"Baiklah kalau begitu. Kau tidak akan mendapatkan sarapan."

Devan menjauhkan nasi goreng dari hadapan Markus dan langsung disambar balik oleh Markus.
"Ini milikku!"

Devan tersenyum.
"Maksudnya milikmu, nasi goreng atau aku?"

Markus dalam sekejap menyadari bahwa ia sedang mencengkeram tangan Devan dengan erat. Ia merasa malu dan menarik kembali tangannya.
"Maksudnya, aku mau nasi goreng itu."

"Ceritakan dulu kepadaku semuanya."

Markus hendak menolak untuk menjawab apapun. Matanya melihat kepulan asap halus yang keluar dari nasi goreng yang masih hangat. Melihatnya saja, ia merasa begitu lapar dan ingin segera melahapnya.

"Aku tak mau kau tahu identitasku. Jadi, aku mencoba membohongimu dan sepertinya berhasil."

"Kau sungguh jahat. Kau takkan tahu bagaimana aku menghadapi fakta kalau kau ternyata hanya mimpi."

"Apakah itu sulit?"

Devan mengiyakan dengan cepat,"Tentu saja."

"Tapi kita belum sedekat itu."

Devan terdiam. Perkataan Markus benar. Hubungan mereka tidaklah sedekat itu. Tidak ada alasan baginya untuk menjadi galau karena kepergian Markus.

Sungguh ia tak tahu jawabannya. Jadi, ia menyerah.

Devan menyodorkan kembali sepiring nasi goreng tadi ke hadapan Markus yang disambut dengan senyum lebarnya.

"Makan yang banyak ya."

Markus sudah tidak bisa berkata-kata lagi dengan sesendok penuh nasi goreng di dalam mulutnya.

Ini mungkin nasi goreng terenak yang pernah ia cicipi. Eh, tidak! Kedua. Yang pertama tentunya adalah nasi goreng Mommy-nya. Markus menjadi kangen dengan ibunya yang berada di benua yang berbeda dengannya.

Ibu Markus adalah seorang aktris terkenal yang sedang naik daun. Ia kini sedang terlibat dengan beberapa proyek film luar negeri, sehingga mengharuskannya untuk tinggal sementara di Inggris. Di Jakarta, Markus tinggal bersama ayahnya yang merupakan direktur salah satu perusahaan rokok terkenal.

Keluarga Vrederick bukanlah termasuk keluarga yang harmonis. Kedua orang tua yang sering sekali rapat dan acting membuat Markus lebih terbiasa menghabiskan waktu seorang diri di kamarnya yang memiliki fasilitas lengkap, mulai dari playstation terbaru hingga berbagai alat musik. Jika kasih sayang bisa dibeli dengan uang, Markus akan rela menukarkan semua fasilitas yang ia peroleh dengan kasih sayang itu.

Selesai melahap piring pertamanya, Markus menatap Devan dengan mata berbinar. Devan, tanpa bertanya, langsung mengerti maksud Markus dan mengambil piring itu.

"Dasar rakus. Kalau kamu gendut, apakah karirmu akan berlanjut?" ejek Devan, sembari menambah nasi goreng ke piring Markus.

Markus tertawa nyeleneh, "tentu saja, mereka adalah fans setiaku."

Devan nyengir. Ia tahu para remaja itu hanya menyukai Markus karena tampangnya yang ganteng.

"Ayolah, lama sekali Bapak!"

Devan tersenyum kecil melihat kelakuan Markus, sungguh sama seperti adiknya dulu. Jika adiknya masih hidup, dia pasti akan sebesar Markus sekarang. Devan segera mengalihkan perhatiannya kepada Markus, mencoba melupakan tragedi yang menimpa keluarganya.

"Devan, nanti antarin aku ke Kokas ya." pinta Markus, lebih tepatnya perintah.

Devan mengingat apakah dia ada jadwal penting hari ini. Tapi, baginya sekarang, menghabiskan lebih banyak waktu dengan Markus akan lebih berharga.

"Baiklah."

***
Disclaimer:
Baru update! Hehe sorry. Lagi fokus tugas akhir. Semoga masih menunggu dan tetep membaca serta memberikan vote dan comment. Thank you

It's Forbidden But Okay [MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang