3. Kenyataan Pahit

380 14 1
                                    

Devan menggertakan giginya dan melepas sikutannya pada Markus.

Saatnya kebenaran terungkap.

Keduanya dengan sigap menutupi tubuh polos mereka dengan pakaian. Devan juga tak lupa mencuci wajahnya yang berlumuran pejuh. Devan sebenarnya mulai ragu apakah ini kamarnya atau bukan karena koper miliknya tak kelihatan dimanapun. Namun, ia tetap bersikukuh karena ia bisa masuk ke kamar itu dengan kartunya.

Devan membuka pintu layaknya pemilik kamar dan mendapati sebuah kartu tergeletak di depan pintu.

Kartu siapa ini?

Devan menatap nomor yang tertera pada pintu dan bagaikan pisau menghujam jantungnya, ia terdiam.

Kamar 410 tertera dengan jelas di pintu kamar.

Devan melirik Markus dan kilat kemenangan sudah tampak dari tatapannya.

"Hah! Ini adalah kamarku." Markus berseru dengan girang karena sudah pasti dialah yang menang.

Devan masih belum menerima kekalahannya.
"Tunggu. Kita cek dulu mengapa aku bisa sampai mendapat kartumu."

Akhirnya, mereka berdua menuju ruang CCTV untuk mengetahui kejadian sebenarnya.

Markus tampak lunglai saat memasuki kamarnya semalam. Setelah ia membuka pintu, kartunya ia buang ke lantai lantas ia masuk ke dalam kamarnya.

Devan mulai mengerti alur cerita ini. Ia datang, menjatuhkan kartunya sendiri dan kemudian mengambil kartu milik Markus.

BAAAMMM! Ia sudah kalah.

Devan menelan ludahnya dan mulutnya seketika kelu. Markus menggodanya dengan menatap selangkangannya sendiri, seolah mengingatkan Devan akan janjinya.

Wajah Devan makin menghitam.
Ia baru ingat janji itu.

"Aku akan menghisap batangmu sekali lagi."

Kata-kata itu terngiang di kepalanya. Ia sudah mengucapkan janji yang membuatnya sungguh menyesal. Ia bukan homo dan ia harus melakukan hal yang menjijikan itu sekali lagi, jika kemarin malam ia benar menghisap barang Markus.

Seusai mengetahui kebenaran, mereka berdua kembali ke kamar Markus dengan perbedaan ekspresi yang mencolok. Yang satu tersenyum tiada henti. Yang satu memasang tampang masam. Tidak perlu bagiku untuk mengatakan siapa yang berekspresi apa, bukan.

Markus membuka pintu kamarnya dan mengundang Devan masuk. Markus lantas melempar dirinya sendiri ke ranjangnya yang empuk dan mengangkangkan kedua kakinya layaknya aktor film panas yang siap dihisap barangnya.

Belum puas menggoda Devan, ia membuka kaos hitamnya dan memperlihatkan perutnya yang memiliki enam abs.
"Ayo hisap aku! Ohya, aku belum tahu namamu."

Devan dengan enggan menutup pintu karena ia sungguh tahu apa yang akan terjadi setelah pintu itu tertutup. Namun, sebagai seorang lelaki sejati, ia wajib menjalankan janjinya.

"Devan Antonio." Jawabnya singkat.

Devan berjalan menuju Markus yang kelihatan sudah tak sabar.

"Devan... Ayo hisap!"

Devan mendengus kesal. Markus benar-benar memperlakukannya seperti anjing. Dia diam pun, Devan akan memenuhi janjinya. Namun, yang Markus lakukan malah sebaliknya.

Sialan, umpat Devan dalam hati.

Ia perlahan jongkok di hadapan Devan dan meletakkan tangannya di risleting celana Markus.

Aku akan melakukannya dengan cepat.

Devan mulai menurunkan risleting itu saat tangan Markus tiba-tiba menghentikan aksinya.

Devan menatap Markus dengan bingung.

"Kau rupanya sungguh ingin menghisap adik kecilku, ya. Tapi, maaf, aku bukan homo. Jadi, kau kena!" Tawa mengembang di wajah Markus.

Devan mulai mengerti apa yang dikatakan Markus. Ia hanya mempermainkannya. Markus tak benar-benar ingin dihisap.

Devan lantas berdiri dan menghadap Markus dan berkata dengan mantap,"aku sudah berjanji jadi aku akan melakukannya."

Ia mencoba menurunkan celana Markus lagi. Markus bergerak mundur dan berkata,"apa kau gila? Aku tak mau dihisap olehmu. Kau bahkan tidak cantik."

Devan tak menyerah. Ia adalah laki-laki sejati dan laki- laki sejati harus memenuhi janjinya.

Markus tampak kewalahan dengan aksi Devan yang agresif.

"Oke. Oke. Bagaimana kalau kau menemaniku saja sepanjang liburanku di sini? Sebagai pengganti hisapan itu."

"Berapa lama lagi kau di sini?

"Lusa, aku akan pulang ke Jakarta."

Devan menimbang-nimbang. Ia lebih baik menghisap barang itu dan palingan hanya butuh waktu lima menit untuk membuat ia keluar. Itu lebih baik daripada harus menemani bedebah ini selama dua hari.

"Aku akan menghisapmu saja."

"TIDAK!" teriak Markus secara spontan.

Markus berkata lagi,"kau tak punya pilihan. Kau harus menemaniku. Aku tak sudi dihisap olehmu walau tak ada seorangpun wanita hidup di bumi ini."

Devan menyeringai dan berbalik menuju pintu.

"Eh kau mau ke mana?" Tanya Markus keheranan.

"Balik."

Ia membuka pintu dan dengan cepat menghilang di balik pintu, meninggalkan Markus yang setengah telanjang.

"Apakah ia sudah tak waras? Ia bahkan belum menyetujui untuk menemaniku dan ia malah pergi," ucap Markus pada dirinya sendiri.

***

Sesampainya Devan di kamarnya sendiri, ia langsung melucuti pakaiannya, melemparnya ke keranjang cucian dan melesat ke kamar mandi. Mandi nujum sangat ia butuhkan saat ini karena ia merasa dirinya sungguh kotor.

Butuh waktu setengah jam baginya untuk yakin bahwa ia sudah bersih.

Dengan berbalut handuk putih khas hotel, ia melenggang ke luar kamar mandinya. Ia melepas balutan handuk itu lantas melemparkan dirinya sendiri ke ranjang.

Ia melirik adik kecilnya.

Sungguh kasihan. Kau bahkan belum sempat mengeluarkan apapun.

Devan bangkit dan mengambil laptop dari ranselnya. Ia mulai membuka situs-situs video panas kesukaannya.

Adik kecilnya mulai berdiri saat wanita-wanita berdada besar muncul di layar. Namun, sensasi yang biasa ia rasakan berkurang. Bayangan akan adik kecil Markus tiba-tiba muncul di layar laptopnya.

Sial, batang itu lagi.

***

Gimana guys dengan part 3 ini. Ayo tinggalkan vote dan komentar kalian.

It's Forbidden But Okay [MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang