6. Supir eks-Peramal

303 8 0
                                    

"Aku ingin tidur bersamamu malam ini."

Perkataan Devan membuat Markus menggila. Ia sungguh tak mengerti apa yang ada di otak Devan. Mengapa ia begitu agresif padanya, yang juga sama-sama pria.

"Aku bingung kenapa kita harus memesan dua kamar hotel kalau kita akan tidur bersama," jawab Markus dengan sarkastik.

"Waktu yang kita miliki hanya tersisa besok. Aku ingin menghabiskan waktu lebih lama denganmu." Devan memohon.

Tatapan Devan yang dalam berhasil membuat Markus luluh.
"Baiklah, Pisang Ambon Raksasa. Namun,  kali ini sungguh tidak ada pelayanan seksual."

"Kenapa tidak?"

Sepertinya pria ini hypersex, batin Markus.

"Kau kira aku boneka seks. Aku lelah. Aku butuh tidur."

Devan mengangkat jempolnya.

Malam itu, mereka tidur dalam selimut yang sama. Markus ternyata benar-benar lelah sehingga dia sudah tertidur pulas. Sedangkan, Devan masih dengan betah menatap wajah Markus yang sedang tertidur. Ia tak bisa bosan dengan wajah tampan itu.

Entah mengapa, Devan merasa ia memiliki ikatan yang kuat dengan pria di depannya ini.

***

Pagi-pagi sekali, mereka berdua sudah bangun. Mereka memutuskan untuk mengunjungi Pantai Kuta, yang cukup jauh dari hotel mereka. Selain itu, mereka ingin menghabiskan waktu mereka lebih banyak untuk berjalan-jalan, bukan tidur.

Keduanya pun naik taksi dan segera melaju ke Pantai Kuta pukul 7 pagi. Keuntungan lainnya yaitu pantai belum terlalu ramai sehingga mereka dapat memilih tempat yang paling pas untuk berjemur.

Devan menggelarkan kain sepanjang dirinya sebagai alas dari pasir pantai. Tak lupa ia juga melakukan hal demikian untuk Markus. Sedangkan, Markus pergi untuk memesan cocktail untuk mereka berdua.

Markus daritadi mengenakan sebuah kacamata hitam dan topi koboi berpola khas pantai. Penampilan itu sangat cocok untuknya tetapi Devan merasa ada yang aneh. Markus seperti sedang menyamar dan menghindari orang-orang.

Apakah ia kriminal atau apa.

Devan mulai berbaring, diikuti oleh Markus yang berbaring tepat di sebelahnya.

Devan, yang penasaran, pun bertanya," Apakah ada masalah?"

"Tidak," jawab Markus cepat.

Devan percaya saja dengan jawaban Markus. Markus tak mungkin adalah orang jahat, setidaknya itu hal yang ia percayai.

Siang pun tiba dan matahari berada di titik tertingginya. Devan melihat Markus yang mulai bergerak bagai cacing kepanasan. Ya memang dia sedang kepanasan.

"Kau mau ke mana?" Markus bertanya saat ia melihat Devan bangkit.

"Hanya ke toilet."

Lima belas menit kemudian, Devan kembali dengan sebuah payung besar. Dari kejauhan, ia bisa melihat Markus sedang berfoto dengan sekumpulan gadis remaja. Devan tiba tepat saat kumpulan itu pergi dan mengucapkan selamat tinggal pada Markus. Beberapa dari mereka membuat Devan tertawa geli.

"Dah, Markus, suamiku."

"Sampai jumpa, Markus cayang."

Devan sungguh kepo siapa sebenarnya Markus dan mengapa para gadis remaja tadi minta berfoto dengannya. Devan tak mau bertanya lebih lanjut pada Markus karena ia harus memenuhi permintaan Markus yaitu tidak ada identitas.

Devan pun berpikir mungkin karena Markus tampan dan gadis remaja itu heboh karena melihat seseorang yang tampan.

Markus agak kaget dengan kedatangan Devan. Namun, ia berhasil menguasai ekspresinya sehingga perasaan kaget itu tidak tercetak di wajahnya.

"Kau sudah datang."

Devan tak menjawab. Ia sibuk memasang payung besar itu di sebelah Markus, mencegah sinar matahari jatuh langsung ke tubuh Markus.

Markus merasa bahwa Devan sangat perhatian padanya. Ia hanya menggeliat sedikit dan Devan sudah memberikannya payung. Ia mulai melamunkan apakah jika ia meminta mobil, sebuah BMW akan tiba di depannya dalam waktu singkat.

"Sore adalah waktu terbaik untuk berfoto. Jadi, ayo kita mengambil beberapa," ajak Markus saat merasa matahari sudah turun dan cuaca tidak terlalu panas.

Mereka berdua mengambil setidaknya seratus foto. Karena lelah seharian berada di pantai, mereka pun memutuskan untuk pulang setelah makan malam di pantai. Saat itu, waktu sekitar pukul 8 malam.

Markus sungguh lelah sehingga ia langsung tertidur begitu masuk mobil. Devan merasa ia harus tetap terjaga agar supir taksi ini tak membawa mereka ke sembarang tempat.

Tok! Tok!

Oleh karena Markus menyandarkan kepalanya ke kaca mobil, kepalanya terus berlaga pada kaca mobil. Devan dengan hati-hati mengubah posisi Markus untuk bersandar di bahunya. Ia melakukannya sedemikian rupa agar Markus tak terbangun dari tidurnya.

Supir taksi ini tiba-tiba berceletuk," Mas, kalian berdua cocok. Saya mendukung hubungan kalian."

Dasar supir sok tahu.

"Bapak pasti salah paham," balas Devan.

"Jangan ingkar, Dik. Bapak bisa melihat cinta dari pandanganmu. Selain itu, bapak dulunya adalah peramal. Jadi, bapak bisa melihat kalian akan berhubungan dekat nantinya."

Devan memberi senyuman kecil kepada pak supir, berharap bapak itu tak melanjutkan omong kosongnya lagi. Ia sama sekali tak percaya pada ramalan. Ia tak tahu bagaimana menanggapi perkataan supir itu lantas ia diam saja. Beruntung, pak supir juga tak melanjutkan pembicaraannya lagi.

Sesampainya di hotel, Devan turun dari taksi dan membayar ongkos. Ia melihat Markus masih tertidur pulas. Devan pun menggendong Markus dan membawanya ke kamarnya.

Ia dengan pelan menidurkan Markus di kasurnya sendiri, lalu melepas sepatu dan kaos kaki Markus. Saat ia hendak melepas kaos Markus, Markus tiba-tiba menarik tubuh Devan ke bawah dan memberinya sebuah ciuman singkat.

"Nada...." Markus mengigau.

***

It's Forbidden But Okay [MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang