"Kenapa harus olah raga sih? Kenapa gak ke pasar aja?" Drupadi heran dengan ide Ardan. Baru tadi dini hari jam satu malam suaminya itu sampai rumah, masak iya sekarang mengajak olah raga?
"Biar sehat, sayang." Ardan membuntuti langkah sang istri turun dari lantai dua. Rumah hanya berisi mereka berempat. Dirinya, Pak Surya, Drupadi dan Mbok Lastri yang loyalnya minta ampun sama Drupadi.
"Tapi ke pasar kan juga sehat. Jalan muter-muter, lihat banyak orang, hablum minannas juga harus terjaga."
"Hablum minannas?"
Drupadi mengangguk, diusapnya jok motor saat mereka sampai di garasi. "Kalau kita ketemu penjual trus beli yang mereka jual juga membantu mengalirkan rejeki kan? Silahturahmi tetap terjaga. Banyak loh manfaatnya." Drupadi sudah mode ibu-ibu pengajian Mamah Dedeh saja.
"Iya, tapi sekali-kali olah raga juga penting." Ardan memasang kaos kaki, diliriknya Drupadi yang masih merajuk. "Udah minum susu?"
Drupadi mengangguk. "Percuma minum HiLo, tinggi Dru udah mentok."
Ardan tertawa kecil saat beranjak dari kursi, ditoelnya ujung hidung Drupadi sebelum berjalan menuju rak sepatu. Selalu seperti itu setiap kali dirinya gemas. Masalahnya tidak setiap hari dia bisa berlaku seperti demikian, ingat kan kalau mereka terpisah setelah menikah? Ardan masih menimbang perlukah Drupadi tinggal di Situbondo sementara pekerjaan sebagai akunting di perusahaan akuntan publik cukup bagus. Di sisi lain, Drupadi kadang masih meluangkan waktunya untuk mengajar menari di sanggar. Biar sementara Ardan yang mengalah pulang satu minggu sekali.
"Jadinya ke mana nih?"
Ardan masih sibuk menalikan sepatu olahraga saat Drupadi memanasi sepeda motornya. Dilihatnya sekilas istrinya itu berhasil menyalakan mesin lalu menunggu dengan wajah cemberut. Duh, tambah gemas rasanya. Memang kapan Ardan tidak gemas dengan istrinya? "Taman Bungkul aja."
"Nanti pulangnya maem di mana?"
"Belum apa-apa kok sudah mikir makan apa."
"Habis olahraga emang gak sarapan? Ini kita pergi jam lima pagi loh, Mas."
"Iya, iya nanti makan." Ardan mengalah juga. Aslinya tanpa Drupadi minta juga mereka nanti akan sarapan di satu tempat. Tapi kan bisa dipikirkan setelah joging.
"Mau makan soto apa rawon?" Lagi-lagi Drupadi mendadak semangat jika membahas makanan.
"Di Soto Kalkulator aja ya? Bisa milih mau rawon apa soto."
Drupadi mengangguk senang. "Oke! Tadi udah bilang papah juga."
"Papah nitip apa?"
"Gak ada, katanya makan sama jamaah di masjid habis kajian." Drupadi melihat Ardan telah selesai dengan kegiatan tali menali. Dilihatnya dari atas sampai bawah presensi suaminya tersebut. Kaosnya berwarna abu-abu dengan celana training kesayangan berwarna hitam. Sebenarnya malu mengakui, tapi badan suaminya itu cukup proporsional. Tidak kurus tapi tidak gemuk, cukup buat dipeluk. Duh malah ke mana-mana pikiranmu, Bu!
"Helmnya mana?"
"Mana ya?" Drupadi mengamati sekitar, diputarnya tubuh ke belakang. "Ini."
"Sini Mas pakein." Ardan mengulurkan tangannya.
"Gak ah, kayak anak kecil aja dibantu pasangin."
Drupadi memasukkan kepala pada helm, tapi yang namanya Ardan itu sukanya curi kesempatan, sok romantis biar terlihat selalu wow di mata Drupadi. Diraihnya pengait helm, buru-buru dipasangkan sampai berbunyi klik. Membuat bola mata Drupadi berputar ke atas.
![](https://img.wattpad.com/cover/153122427-288-k13303.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mijil [Macapat Series]
Romance[Tamat] 2nd Book of Asmarandana Sifat Mijil adalah welas asih, pengharapan, laku prihatin dan tentang cinta. Tembang macapat Mijil banyak digunakan sebagai media untuk memberi nasihat, cerita cinta, dan ajaran kepada manusia untuk selalu kuat dan ta...