"Namanya Adinda Bestari Harjono, Papanya dokter, Mamanya udah gak ada, adiknya dua cowok semua, satu masih kuliah di Undip, yang satu lagi kelas satu SMP. Mbak Jis lulus dari Kedokteran Unair tiga tahun yang lalu, kata Mbak Aya sih barusan putus dari pacar pertamanya. Mereka udah pacaran tujuh tahun."
Rio menyimak penjelasan Drupadi yang pagi ini menemuinya memakai daster panjang, berhijab tanpa berpoles make up. Sebelas dua belas dengan Ardan yang masih mengenakan kaos oblong dan celana pendek sambil cuci mobil. Ini hari Sabtu, sengaja dipilih Rio untuk main ke rumah Pak Surya, mumpung Ardan pulang.
"Kamu sepagi ini ke sini cuma buat nanyain dia?"
Rio mengerjap-erjap tanda setuju. "Lha kan usaha, Met."
"Terus kalau udah tau info-infonya mau ngapain?"
"Mau ndeketinlah, emang mau ngapain lagi?"
"Mbak Jis barusan putus loh, ada dua kemungkinan, nrima Bang Rio atau malah nolak."
Rio berdecak, "namanya pedekate ya pelan-pelan, Dru."
"Tapi kalau gak garcep ntar gak jadi juga, Yo."
"Emangnya kamu, maunya cepet-cepet." Rio berkilah.
"Lha kan ada gunanya juga, perempuan itu butuh komitmen. Tuh tanya ke orangnya yang udah pernah ngalamin." Ardan menunjuk pada sang istri yang kian gembul pipinya.
Rio melirik Drupadi yang memanyunkan bibir, "iya ya, Dru?"
"Kalau mau serius ya gitu, Bang. Buat apa pacaran lama-lama kalau gak jadi istri?"
"Lha kalian bukannya pacaran ya? Sampe lama gitu baru nikah."
"Emang iya kita pacaran?" Drupadi balik bertanya.
"Tapi kita jarang ketemu, Yo. Sekalinya ketemu ya khitbahin, gak pake nunggu lama."
"Tapi kalian lama loh, hampir dua tahun kan dari suka-sukaan sampe nikah?"
"Ya itu karena kita masih punya kepentingan lain, keputusan keluarga juga harus dipertimbangkan." Ardan membela diri, aslinya memang ingin nikahin Drupadi secepatnya kala itu, tapi Narendra juga harus dihormati keputusannya untuk menikahi Ayana terlebih dahulu.
"Tetap aja status kalian pacaran."
"Ih, ya gak gitu juga." Drupadi mengetuk bahu Rio dengan gulungan koran. "Intinya cewek tuh perlu komitmen, biar saling percaya, lagian Bang Rio sama Mbak Jis kan tinggal di sini, segerakan gih kalau mau serius. Banyak-banyakin minta petunjuk sama Allah biar ditunjukin jodohnya siapa."
"Nah, bener banget Bunda."
"Yaelah!" Rio menepuk paha, "kalian udah manggil Ayah Bunda aja."
"Makanya nikah." Drupadi menyodorkan ponsel, "ni nomernya Mbak Jis kalau mau."
Rio menatap wajah Drupadi, lesung pipinya mengembang. "Enggak, Dru. Ntar aja kalau ketemu lagi aku mintain nomernya."
"Serius gak mau? Emang gimana caranya mau ketemu?"
"Liat nantilah, kalau jodoh juga nanti ketemu lagi."
"Yee! Itu namanya gak usaha, ngapain nanya-nanya kalau pending ndeketin? Gak kece ih, Bang Rio."
..
"Rio anaknya gimana sih, Yang?"
Kanaya sedang menata sarapan saat suaminya itu bertanya. Ini hari Sabtu, Bimo masuk setengah hari kerja. Orang tua Kanaya masih jalan pagi dan belum pulang, jadilah hanya mereka bertiga di rumah, termasuk asisten rumah tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mijil [Macapat Series]
Romansa[Tamat] 2nd Book of Asmarandana Sifat Mijil adalah welas asih, pengharapan, laku prihatin dan tentang cinta. Tembang macapat Mijil banyak digunakan sebagai media untuk memberi nasihat, cerita cinta, dan ajaran kepada manusia untuk selalu kuat dan ta...