15_Ujian Ardan

2K 320 66
                                    

Kamila tidak mengerti mengapa Faraz bersikeras mendekatinya. Salahkan Arsyad yang memberitahu Faraz jika dirinya masih memiliki satu hari lagi di Medan. Rabu Kamila baru meninggalkan Medan kembali ke Surabaya. Ayah dan Bunda masih sibuk nostalgia berkumpul dengan keluarga besar. Ketika hampir semua saudara sepupu Kamila tahu jika ia mengenal Faraz –atau mereka biasa mengenalnya sebagai Pak Dian, Kamila dipaksa untuk menuruti keinginan Faraz mengajaknya keluar menghabiskan waktu hari ini menjelajahi kota Medan.

"Mampir ke galeri temenku bentar ya, La."

Kamila mengamati setiap gerak Faraz yang kini duduk di sampingnya, mengemudikan mobil sedan yang akan membawa keduanya entah ke mana. Jam menunjukkan angka tujuh malam. Kamila kira Faraz mengurungkan niat untuk mengajaknya pergi karena pekerjaan, namun ternyata dia salah. Faraz menepati janjinya untuk datang menghampiri meski tidak sesuai dengan rencana awal.

Perempuan itu tidak enak hati, dalam hati menebak-nebak apa ada pembicaraan serius dengan Bu Sasmi selepas acara resepsi pernikahan? Jika iya, Kamila sepertinya harus segera pergi meninggalkan Medan. Atau Faraz akan bertindak lebih aneh lagi. Kamila tidak mau menjadi buah bibir, cukup menjadi orang biasa saja, tidak perlu masuk ke dalam Keluarga Siregar yang ia dengar memiliki nama yang cukup baik di kota ini.

"Kok diem?"

"Iya." Kamila akhirnya buka suara. Masih melihat kaca mobil, ia mendapati lampu berjajar sepanjang perjalanan menuju galeri yang dimaksud.

"Galerinya bagus, tempat favorit Bapakku."

"Isinya apa aja?" Kamila berusaha menghormati Faraz, bagaimanapun Faraz tidak tahu apa isi pikirannya selama ini.

"Lukisan, patung, pahatan, eum... benda-benda klasik jaman Belanda."

"Seleramu juga?" Kamila menoleh ke samping, menatap wajah Faraz yang fokus menyetir.

"Lumayan, makanya kubilang bagus."

"Oh." Kamila mengangguk-angguk. Malam ini ia sengaja memakai gamis bermotif bunga daisy dengan hijab berwarna biru. Terlihat sangat adem di kedua mata Faraz.

"Mampir bentar, paling gak ada setengah jam."

"Terus habis itu mau ke mana?"

"Ngajak kamu jalan, makan."

Kamila mengerjap, "aku gak begitu laper."

"Apa kita ke rumahku aja?"

"Ha?" Kamila lagi-lagi dibuat terkejut. "Kenapa?"

"Ya gak apa-apa. Itu juga kalau kamu mau, aku gak maksa."

Menghembuskan nafas pelan, Kamila menunduk lalu mengangkat wajah dialihkan pada jendela –lagi. "Gak usah ya."

Faraz menlirik sekilas wajah Kamila yang terlihat resah, sepertinya dia salah bicara lagi. Dalam hati bertanya, kenapa Kamila bersikap antipati? Padahal kan Faraz maksudnya baik, dia ingin mendekati Kamila lagi. Mungkin benar kata Narendra kala itu, Kamila itu harus diperjuangkan, karena sosok perempuan itu sangat tertutup. "Maaf, La."

"Kenapa minta maaf?"

"Aku sering banget bikin kamu gak nyaman."

Kamila enggan menoleh, seketika kepalanya menunduk saat ponselnya bergetar. Kabar dari Amelia dibacanya cepat. "Astagfirullah!" Spontan Kamila berteriak.

"Eh, kenapa?"

"Mas berhenti dulu." Kamila menepuk lengan Faraz, membuat laki-laki di sebelahnya memarkirkan mobil di tepian.

"Kenapa, La?"

Kamila membaca dengan seksama pesan Amelia, tanpa pikir panjang, ia melakukan panggilan.

Mijil [Macapat Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang