08_Senyum Kamila

2.5K 334 123
                                    

"Haikal bobok sini, Dru?" Ardan tidak ada jadwal pergi siang ini. Setelah shalat dzuhur di masjid dekat rumah bersama Pak Surya dan Narendra, ia akan menghabiskan waktu tidur siang sampai sore nanti. Mereka tidak jadi kedatangan tamu. Mungkin malam ini Ardan akan pergi bertemu dengan Faraz dan Rio. Mumpung laki-laki satu itu main ke Surabaya. Baru pagi tadi sampai katanya, sekarang sudah bersama Rio sibuk mencari barang yang belum sempat Faraz beli sebelum pulang ke Medan.

Drupadi yang kini telah rebahan dengan Haikal di sampingnya mengangguk-angguk. Sebelah tangannya memainkan boneka jari, dinaik turunkan hingga terdengar teriakan gemas Haikal yang gagal mau meraih. "Kamu anaknya siapa sih? Ganteng banget!"

Ardan menatap aneh Drupadi yang menguyel-uyel pipi Haikal. "Ntar Mba Ana ngambek loh denger kamu ngomong gitu."

"Eh? Ngomong gimana?" Drupadi melihat sekilas Ardan lalu kembali pada wajah bulat Haikal. "Anak siapa sih, utu utuuu...," Drupadi menciumi genggaman jemari Haikal pada jari telunjuknya.

"Itu diulangi lagi."

"Apaan sih, Mas?" Drupadi berdecak kecil.

"Udah tau anaknya Mas Naren, masih ditanyain anak siapa." Ardan kini ikut tengkurap di atas kasur.

Satu. Dua. Tiga. Drupadi dan Ardan saling pandang, bedanya raut Ardan tertawa, sedangkan Drupadi cemberut. "Kirain apa, norak ih."

"Ye, kamunya yang gak jelas."

"Lha kan ngudang-nya biasa gitu."

"Masak sih?" Ardan menyenggol bahu Drupadi dengan bahunya.

"Wajahnya dikontrol ya, Pak Ardan. Gak usah genit."

Ardan mulai memasang wajah tertawa, membuat putra Narendra itu beralih padanya. Kaki-kaki kecil itu terlihat menjejak. "Haikal seneng ya dicium."

"Iyalah diciumi, wangi ya Dek." Drupadi mulai menguyel lagi.

"Om juga udah wangi, tapi Tante gak peka." Masha Allah! Ini Ardannya lagi ngode tapi Drupadi yang gak ngeh.

"Emang wangi?" Drupadi memajukan hidungnya.

"Udah dong, gak kalah ganteng sama Dek Haikal." Ardan kini mengambil tubuh Haikal, diikuti Drupadi yang sama-sama berlaih posisi menjadi duduk bersila.

"Gantengan Dek Haikal dong."

"Gak juga. Nanti kalo ada Dedeknya Tante Dru, gantengnya Kakung jadi banyak."

Drupadi tiba-tiba berhenti memainkan jemari Haikal saat mendengar celetukan Ardan. "Jadi mau beli test pack?"

"Jadi." Ardan sudah duduk memangku Haikal. "Siapa tahu Allah kasih kejutan."

"Amin, Insha Allah." Drupadi tersenyum tulus, dimajukan wajah hingga mengenai kaos lengan Ardan. "Pake parfum apa sih?"

"Enggak,"Ardan menggeleng. "Kayaknya pelembut deh." Ardan ikut membaui kaosnya saat Drupadi menempelkan hidung pada lengan kanannya, sudah mirip vacum cleaner.

"Wanginya enak." Drupadi menyandarkan pipi pada lengan Ardan, lalu ia menciumi kaos suaminya sekali lagi.

Ardan mengerjap, ditatapnya mata Drupadi yang kini tertuju padanya. "Ciuman di depan Haikal gak apa-apa kan ya?"

Tadinya yang rame setengah mati karena candaan Drupadi, kini beralih menjadi sepi. Drupadi tersenyum saat Ardan mencium keningnya, lalu beralih pada ujung hidung yang tidak sembangir suaminya. Tangan kanannya beralih pada pipi Ardan. "Ati-ati loh, Haikal kalo anteng gini harus dicurigain."

Belum sempat Ardan bertanya, ada hangat yang menjalar di kaki suaminya Drupadi itu. "Kenapa gak dipakein pampers sih? Duh."

Drupadi tertawa kecil, diangkatnya Haikal dari pangkuan Ardan. "Kan lagi gak jalan-jalan. Cepetan berdiri, Mas. Keburu pipisnya kena sprei." Drupadi buru-buru berdiri membawa Haikal ke kamar mandi.

Mijil [Macapat Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang