Teriknya matahari menyambut kedatangan Kamila sesampainya ia di Bandara Kualanamu. Ayah dan Ibu telah berangkat terlebih dahulu kemarin dengan penerbangan yang sama. Sepupu Kamila menikah, usianya masih belia, sembilan belas tahun. Perempuan muda itu dipinang oleh Bangsawan Mandailing. Mereka berjodoh karena sama-sama kuliah di Malaysia, kalau semuda itu berani memutuskan untuk menerima pinangan, Kamila harus siap lahir batin ketika bertemu keluarga besar Sang Ibu nantinya.
Kapan nikah? Mau dikenalin? Nunggu mapan? Keburu tua loh, La.
Kalimat-kalimat itu sudah terlalu sering Kamila dengar. Awalnya sih mau menanggapi, tapi lama-lama didiamkan juga mereka bosan bertanya.
"Bang, aku udah sampai. Jemput di mana?" Kamila menelepon Arsyad, kakak sepupu yang adiknya akan segera menikah.
"Oke, aku ke sana." Kamila menutup sambungan telepon. Melangkah ringan, koper digelandang menuju tempat yang dimaksud.
Kling!
Kamila mengangkat ponsel yang berbunyi, sepertinya masuk banyak pesan setelah ponsel kembali diaktifkan. Salah satunya dari Drupadi.
Mbak Ila udah sampe?
Mau jalan-jalan ke mana?
Salam ya buat Mas Faraz!
Kamila menghentikan langkah, dibaca pesan terakhir Drupadi. Kenapa dia lupa kalau Faraz telah menetap di kota ini? Meski Kamila tidak yakin di mana alamat rumah Faraz. Alisnya beradu, membalas pesan Drupadi.
Udah di Kualanamu, gak bisa sampein salam. Gak ada rencana ketemuan.
Kamila menatap ponsel, dihempaskan nafas panjang sebelum ia kembali melangkah menuju pintu kedatangan. Medan satu jam dari Kualanamu, mungkin dia bisa sempatkan tidur nanti, kalau tidak ada yang menarik sepanjang perjalanan.
Tentang Faraz? Sepertinya menghubungi pemuda itu bukan ide bagus.
..
Kabar kepergian Kamila sepertinya cepat sekali menyebar, semua karena ibu hamil yang bernama Drupadi. Karena bawaan bayi, istrinya Ardan itu semangat empat lima memberitahu punakawan kalau Kamila telah menginjakkan kaki di tanah Sumatera hari ini.
Ardan mulanya biasa saja, toh dia tahu kalau Faraz –sepertinya, mulai belajar untuk melupakan Kamila yang tidak ada kemajuan sedikitpun untuk memperdalam hubungan dengan Faraz. Entah karena terpaksa atau tidak, tapi mengingat keluarga Faraz yang cukup terpandang di wilayahnya sana, sepertinya tidak menutup kemungkinan akan ada perjodohan. Untuk orang keturunan Batak, itu hal yang biasa. Bibit bebet bobot sangat diperhatikan, hampir miriplah dengan orang Jawa yang menerapkan budaya serupa. Meski kadang mungkin kuasa Tuhan bisa membelokkan segala sesuatu di muka bumi, tapi yakin pasti ada alasan di balik kenyataan di luar rencana yang telah dibuat manusia.
Woi, yang di Medan. Ardan atas titah sang istri tadi pagi, memulai percakapan di grup yang seringnya hidup kalau malam hari saja. Mumpung masih pagi, dia mulai menebar kasih sayang di antara lelaki.
Horas, bah! Narendra muncul.
Kembali lagi di grup chat yang hanya beranggotakan punakawan, Ananta dan Bimo. Satu personil terakhir ditambahkan setelah resmi menjadi saudara Drupadi dan Narendra.
Hadir, bro. Rio muncul.
Gimana rencana lamarannya, Yo? Narendra membalas.
Bulan depan.
Waduh, kenapa nambah lo di keluarga kita?
Jangkrik!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mijil [Macapat Series]
Romansa[Tamat] 2nd Book of Asmarandana Sifat Mijil adalah welas asih, pengharapan, laku prihatin dan tentang cinta. Tembang macapat Mijil banyak digunakan sebagai media untuk memberi nasihat, cerita cinta, dan ajaran kepada manusia untuk selalu kuat dan ta...