Chapter 11

1.3K 116 25
                                    

Mungkin jika ia memiliki mesin waktu ia ingin kembali ke masa itu. Tapi sayang itu hanya sebuah khayalan. Air yg sudah tumpah ke tanah tidak bisa dimasukan ke dalam gelas lagi bukan. Semua sudah terjadi.

Jika mereka mengatakan bahwa dirinya nekat, maka dengan senang hati ia mengakuinya. Mungkin ia sudah tidak bisa berpikir jernih. Ego dan nurani menguasai dirinya penuh. Seperti air yang terus dituangkan kedalam gelas, tentunya akan tumpah jika berlebihan.

"Joon!" Suara lelaki itu membuyarkan lamunan Suho. Ia tersenyum membalas. Kedua pemuda itu mendekat, satu dengan ekspresi datar dan satu dengan ekspresi sedih.

"Maaf ya kami hanya bisa menyediakan ini. Ia sangat payah dalam berbelanja". Suho tersenyum mendengarnya. Wajahnya tersenyum namun hatinya merasa terluka. Air mata sudah menggenang di pelupuk mata. Rasanya ia terlalu sombong jika tidak merasa sedih.

Keduanya pun duduk berhadapan dengan Suho. Kris sibuk memandangi mantan rekan satu timnya. Sedangkan Luhan sibuk menuangkan minuman ke masing-masing gelas. Kedua iris Suho dan Kris saling bertemu. Datar. Tidak ada emosi yang tergambar jelas.

"Maaf aku membuat kalian repot" ramah Suho pada keduanya.

"Tidak tidak, kau sangat tidak merepotkan. Kami sangat senang kita bisa bertemu lagi..... secara baik-baik" ucap Luhan sambil memberi jeda pada akhir. Kris merubah posisi duduknya, membuat tubuhnya lebih condong ke depan.

"Apa tujuanmu ingin bertemu dengan kami?" Tanya Kris dingin. Suho tersenyum dan tanpa sadar air matanya mengalir lembut. Tidak ada isakan.

Kris merutuki kebodohannya. Ia terlalu jual mahal pada temannya ini. Ia semakin miris melihat air mata itu yang semakin menganak sungai. Ia terlalu gengsi untuk menghapus air mata itu. Ia dan Luhan hanya mampu diam mematung.

Sebuah isakan kecil akhirnya lolos dari bibir tersebut. Bahunya semakin bergetar hebat. Mungkin ia sudah tidak sanggup menahan semuanya.

"Kalian bodoh!" Ucap Suho pelan disela isakannya. Mata teduh itu menatap sayu. Tidak ada pancaran indah seperti biasanya. Hanya tampak guratan kesedihan dan lelah.

"Aku tidak mau bertemu dengan kalian lagi. Menjauhlah dari kami!" Suho menatap keduanya secara bergantian. Amarah dalam diri bercampur dengan kesedihan dan kekecewaan. Kris menatap tajam iris sayu tersebut. Ia bangkit dan menarik paksa lengan Suho menyeretnya menuju pintu keluar.

Suho bahkan tak berniat melawan pada temannya ini. Emosinya terlalu sibuk ditumpahkan. Luhan dengan panik menahan lengan Kris.

"Apa yang kau lakukan Yifan!" Teriak Luhan. Ia berusaha menahan laju keduanya. Namun gagal, tubuhnya terlalu kecil untuk menahan tenaga seorang Wu Yifan. Dengan sekali hentak Yifan melepaskan Luhan.

"Aku hanya mewujudkan keinginannya, Lu. Ia tidak ingin bertemu dengan kita. Namun dengan bodohnya ia menemui kita!"

"Hentikan Yifan! Kita selesaikan masalah ini dengan baik-baik!"

"Aku sudah cukup bersabar!"

Teriakan keduanya memenuhi seluruh ruangan. Saling menyahut dengan intonasi yang tinggi, membuat telinga Suho berdengung. Kepala Suho mendadak pusing. Teriakan keduanya memenuhi isi kepalanya. Yifan kembali menyeretnya dengan paksa.

"Cepat ikut aku Joon! Aku ingin mewujudkan keinginanmu!" Hardik Yifan padanya. Kepalanya semakin pusing mendengar ucapan Kris. Ia merasa seluruh pandangannya berputar hebat.

"YIFAN LEPASKAN JOON MYEON!"

"TIDAK AKAN SEBELUM IA KELUAR DARI SINI!"

"KEPARAT KAU YIFAN!" Sebuah pukulan telak mengenai wajah tampan seorang Kris. Membuat pria itu terhuyung beberapa langkah. Luhan segera menarik lengan Suho yang terlepas dari genggaman Kris. Kris kembali menatap nyalang pada keduanya. Kesabarannya sudah habis.

I. When your smile has goneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang