Bagian Sepuluh

1.6K 180 37
                                    

Ketika Ardi Marah


Semoga yang membaca bahagia selamanya..

.
.
.

Nana menatap pilu pada ujung jari tangannya, bibirnya masih melirihkan kata oppa dan oppa setiap saat. Merutuki kesalahannya yang meninggalkan botol minum untuk Ardi dan berakhir Ardi marah dan mengusirnya, pikiran perempuan itu terlalu polos.

Nana memang sudah meninggalkan rumah Ardi namun entah kenapa dua kakinya tak sanggup untuk melanjutkan langkah mencari taksi untuk pulang ke rumahnya. Tak mempedulikan sekitarnya, Natasya mendudukkan dirinya begitu saja di dekat gerobak abang - abang nasi uduk yang mangkal di depan komplek Ardi.

" Hhuuu.. Hhuu " Irama tangisannya begitu menyayat hati membuat bapak penjual nasi uduk seketika iba dan menghampiri gadis itu.

" Neng geulis kenapa nangis di sini, ada yang sakit? " Bapak penjual nasi uduk yang sangat peduli. Tangannya meraih bahu permpuan yang setia menyurukkan kepalanya dilipatan lutut.

" HHUUU ... HHUUUU... " Tangisan Natasya naik 3 oktaf. Bapak itu tersentak kaget dan mengucap.

" Neng ayo bilang ke bapak yang sakit mana? Bapak antar berobat mau? Apa lapar? Apa mau makan nasi uduk buatan bapak? Jangan nangis atuh neng bapak kan panik" Tangan si bapak ingin meraih bahu perempuan itu lembut namun sepasang mata menatap tajam padanya.

" Astaghfirullah mas polisi, kaget bapak mah " Bapak itu mengusap dadanya dengan tangan, menjauhi Nana.

" Kasihan anak orang pak polisi, saya ga bisa nenangin, nangis terus dari tadi " Jelas sang bapak paruh baya.

Ardi masih dalam mode datar, menghela nafas sejenak sambil memejamkan mata dan mengusap peluhnya yang kembali mengucur deras Ardi tersenyum lembut pada sang bapak.

" Ga papa pak Madi, saya kenal dia, makasih ya sudah mencoba menenangkan " Si bapak membalas dengan senyum lembut dan mengangguk antusias.

" Sama - sama atu pak polisi, sok di coba tegor dulu neng nya, tadi saya tegor si eneng nya histeris, takutnya kenapa - napa kan kasihan, kejahatan sekarang ada di mana - mana dan ada kesempatan jadi kudu waspada begitu ya pak " Ardi tersenyum lagi dan mengangguk.

Si bapak memutuskan kembali ke gerobak saat melihat kerumunan ibuk - ibuk mulai bergosip di lapaknya.

Ardi menekuk kakinya dan menatap rambut kusut yang mengintip dari balik tudung jaket yang Natasya pakai. Tangan Ardi ingin meraih bahu si perempuan namun dia urungkan, isakan yang terdengar lirih membuat Ardi dihinggapi rasa bersalah yang teramat besar.

" Natasya.. " Ardi memanggil dengan pelan.

" Hhuu.. hhuu bahkan suara oppa pun ada dekat telinga Nana " Ardi ingin mengulum senyum mendengar perempuan itu bermonolog,namun sebagian hatinya menolak.

" Heii.. Natasya ini saya, kenapa kamu menangis ? (Disini) ?" Lanjut Ardi dalam hatinya.

Tangan Ardi mengguncang bahu nya pelan. Natasya mengangkat muka dan Ardi merutuki dirinya kembali, penampakan mata bengkak memerah dan berair, hidung merah dan berair dan kedua pipi memerah karna panas, bibir yang mencebik pilu adalah kondisi perempuan itu sekarang.

Ditambah dua bola mata yang nyaris keluar dari bongkahannya.

" Oppa... " Bisiknya.

" Kenapa kamu menangis Natasya? " Ulang Ardi.

" Huhuhuu... mianhae oppa,Nana salah udah ngilangin botol jus untuk oppa, Nana salah beli minum buat oppa, Nana sedih dimarahin huhuhu... " Tangisnya mengeras saat laki - laki didepannya hanya menatap datar padanya.

Miss Lepo & Mr.PoppoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang