Foresto Mana : Rhyme of Aurora - Bab 9

16 7 4
                                    

Foresto Mana : Rhyme of Aurora

Bab 9

Kasus Tak Terduga

Cuk.

"Huh. Lelahnya." Padahal dia baru mencangkul sepuluh menit. "Karena mata cangkul agak tumpul, jadi agak susah mencangkulnya. Sepertinya aku memang harus membawa ini ke pandai besi. Baiklah kalau begitu." Arts meregangkan badannya. "Aku pergi." Dia memanggul cangkulnya di pundak kanan.

"Rumah pandai besi ada di mana ya? Kalau tidak salah seharusnya dekat." Arts keliling ke sana kemari, tapi dia belum menemukan juga rumah si pandai besi. Sepertinya dia harus tanya orang. Ah, kebetulan sekali di depan ada orang. Dia segera menghampiri orang yang kelihatannya adalah petualang.

"Permisi kakak petualang, apa kau tahu di mana letak rumah pandai besi?"

"Eh, jangan sembarangan panggil kakak, memangnya aku ini kakakmu apa, lagi pula kita terlihat seumuran." Petualang itu membentak-bentak. Untungnya dia segera bisa menguasai diri setelahnya. "Tapi baiklah, kalau kau mencari panda besi, jalanlah ke barat lalu saat bertemu simpangan belok ke kiri. Habis itu jalan terus ke selatan sampai kau lihat ada bengkel pandai besi di samping jalan."

"Oh, jadi di sana ya." Arts manggut-manggut. "Oke, sip kakak."

"Sudah kubilang untuk tidak memanggilku kakak." Petualang itu masih kesal saja. Ya, sebenarnya meski kelihatan seumuran dengan Arts, dia memang punya wajah tua. Boleh juga sebenarnya kalau dipanggil kakak atau om.

Tidak perlu menghiraukannya. Arts sekarang pergi sesuai petunjuk yang dia peroleh. Dia harus pergi ke barat, lalu di depan ada persimpangan dan dia belok ke kiri. Habis itu lurus ke selatan. Terus bergerak ke selatan dan akhirnya dia melihatnya ada sesuatu yang tampaknya adalah tempat yang hendak dituju. Ada rumah di pinggir jalan yang bertuliskan, Pandai Besi Mal. Itu pasti tempatnya.

Arah rumahnya tampak sepi. Arts berkali-kali mengetuk pintu tapi sepertinya tutup. "Aduh, di mana ya?" lantas dia mendengar ada suara logam yang beradu. Letaknya ada di belakang rumah. itu adalah bengkel pandai besi.

"Permisi."

Dapat terlihat kalau ada seorang kakek-kakek berbadan kekar sedang memalu pedang di landasan logam. Kakek itu tampak mengenakan helm dan kacamata anti cahaya agar matanya tidak sakit terciprat butir api dan terlalu silau. Kaos oblong putih pendek membuat otot-otot di badannya terekspose. Mendengar ada orang, dia pun menghentikan aktivitasnya.

Kacamata anti cahaya yang dipakai pandai besi itu dilepas agar dia dapat melihat dengan jelas.

"Siapa kau? Dan ada urusan apa kau kemari?"

"Ah, begini kakek, aku mau mengasah cangkulku ini. Mata bilahnya sudah karatan dan tidak tajam." Arts tampak sedikit ragu-ragu. Apa benar dia pandai besi itu? Kalau dilihat sekilas memang benar dia orangnya. Namun Arts sebenarnya masih ragu. "Kakek ini pandai besi, kan?"

"Tentu saja. Namaku adalah Mal, dan aku adalah pandai besi desa yang ramai ini." Dia berkata dengan bangga. Dadanya membusung. "Kau sendiri siapa? Aku tidak mengenal orang sepertimu, apa kau seorang petualang?"

"Petualang? Bukan. Perkenalkan. Aku adalah Arts dan aku tinggal di ladang sebelah timur dari sini. Yah, baru tinggal di sana sih."

"Tunggu dulu, sebelah timur? Hanya ada ladang terbengkalai di sana. Aku rasa aku tidak salah."

"Nah, iya, di situ." Arts membenarkan. "Aku tinggal di sana."

"Tapi tempat itu adalah milik Glein, kau pasti maling kan?"

"Eh, bukan." Arts mengelak. Nada suaranya agak naik dan dia jadi sedikit emosi karena dituduh yang tidak-tidak. "Sebenarnya Pak Glein memberikan kesempatan kepadaku untuk mengolah ladangnya. Makanya sekarang aku tinggal di sana." Arts menjelaskan sebisa mungkin.

Foresto Mana : Rhyme of AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang