Foresto Mana : Rhyme of Aurora - Bab 16

2 0 0
                                    

Foresto Mana : Rhyme of Aurora

Bab 16

Akan Aku berikan Kau Korting

Arts masih tidur dengan iler mengapung di bantalnya. Nyaman sekali kelihatannya dia tidur. Mungkin karena dia kelelahan. Tapi tidak juga, satu-satunya yang membuatnya kelelahan kemarin kan cuma saat memancing, dan karena dia dapat banyak ikan, lelahnya bisa saja sudah hilang.

Kalau begitu ceritanya, satu-satunya kemungkinan adalah Arts memang pemuda yang malas.

Woy, bangun!

Woy, bangun!

Woy, bangun!

Padahal sudah tiga kali alarm berbunyi. Namun Arts masih sibuk menggenangi bantalnya. Begitu ada tawon kecil yang menyengatnya, dia baru membuka mata dan menegakkan kepala. Dia lalu bergegas menuju ke kamar mandi.

"Adouw." Begitu keluar dari dalam kamar mandi, pipi Arts sudah bengkak. Rasakan. Hadiah yang pantas bagi seorang pemalas.

Kini Arts harus menambal pipinya. Bebat di pipi membuatnya tampak tidak keren--padahal dia yang biasanya memang tidak ada keren-kerennya sih. Yah, ternyata lumayan juga dia bisa memerban pipinya.

Asal tahu saja, Arts semestinya sudah bangun sejak subuh untuk merawat lahannya. Tapi berhubung dia malas, jam segini dia baru bangun. Satu jam setelah matahari terbit. Aduh, dia memang payah. Apa dia tidak berpikir kalau dia malas-malasan begini, jadinya bagaimana nanti? Bisa jadi dia malah akan diusir oleh Glein. Itu sama sekali tidak bagus.

Dan sekarang ...

"Aduh, lapar. Cari makan ah."

Cuma makan yang ada di kepalanya. Memprihatinkan. Apa dia tidak bisa berpikir sejenak soal ladangnya?

"Kalau ladang urusannya nanti. Mana aku bisa kerja kalau perutku lapar. O iya, karena aku punya uang, mungkin aku mau beli bubur kluckbell."

Arts pergi meninggalkan ladangnya menuju ke desa. Ngomong-ngomong mau ke mana dia pergi? Memangnya ada yang jualan bubur kluckbell? Kalau ada, orang itu mungkin akan jadi miskin kalau Arts membeli jualannya. Eh, tidak ding. Rasanya itu berlebihan.

"Nah, itu ada satu." Arts berlari menuju seorang penjual bubur di pinggir jalan. Dia jualan di depan kedai malam. "Lho, bukannya kamu anak berambut jerami yang jadi koki di kedai malam?"

"Mmm." Anak itu memandang Arts dengan tatapan rahasia. "Benar."

"Hmm, begitu-begitu." Arts manggut-manggut. "Jadi kalau pagi kamu jualan bubur ya."

Tepat sekali dugaan Arts.

"Iya, namaku Late Straw. Kamu mau beli apa? Aku tidak menjual otak encer."

"Hmm, otak encer, apa maksudnya itu?"

"Bukannya otakmu kurang encer?" (catatan: otak encer sama dengan cerdas)

"Woy, maksudmu aku bodoh apa?" Arts mencak-mencak. Pfrrt. Perut Arts mengaum. "Ya, sudah, karena aku baik hati, aku akan memaafkanmu. Ngomong-ngomong, karena aku lapar, aku beli buburnya satu."

"Baiklah, silakan duduk."

Arts kemudian duduk di bangku kayu yang kelihatan rapuh. Meski begitu, setelah diduduki, ternyata bangkunya cukup nyaman dan ringan. Apakah seperti ini rasanya menjajah?

"Silakan." Late memberikan seporsi mangkuk bubur kluckbell.

Akhirnya datang juga. Uap buburnya masih mengepul dan ada kuah santan yang baunya mencolok. Paling enak sih bau daging kluckbellnya. Apa ini kluckbell dari peternakan Glein? Ah, rasanya tidak. Glein hanya menjual telur kluckbell.

Foresto Mana : Rhyme of AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang