Foresto Mana : Rhyme of Aurora - Bab 12

11 1 0
                                    

Foresto Mana : Rhyme of Aurora

Bab 12

Cara Menanam Lobak

Arts berjalan di samping kanan gadis muda itu. Sesekali dia mencuri pandang ke wajah gadis di sampingnya. Memang sih, walaupun sudah dilihat dengan saksama, gadis itu memang seorang gadis desa biasa. Sangat berbeda dengan Ayu yang memiliki paras jelita dan cemerlang. Namun, berbeda dengan Rini yang bersikap ramah, gadis elf itu memberikan balasan sebaliknya, yaitu menunjukkan ketidaksukaannya kepada Arts.

Menurut Arts, Rini adalah gadis yang baik dan suka menolong tanpa pamrih. Dia bahkan rela akan memberikan sebagian pupuk yang dia miliki kepada Arts. Apa itu tidak baik namanya? Bahkan Arts yang sembrono juga tahu kebaikan orang.

Mereka melangkahkan kaki mengikuti jalan tanah. Memang agak berbeda dengan jalanan di dalam desa yang terkadang tersusun atas batu-batuan, jalan ke arah dekat hutan memang dominan tanah. Meski begitu, tidak tampak kalau tanahnya jelek. Tanah jenis ini tidak akan becek meski digenangi air di masa hujan. Entah itu karena penyerapannya yang baik atau malah sebaliknya. Yang pasti, akibat saluran air di kiri kanannya, air dapat mengalir dengan bagus dan memang seperti itulah adanya.

Baru kali ini Arts bingung dan merasa canggung. Sebenarnya dia ingin bicara, apa pun itu, tetapi seolah mulutnya tidak mau diajak kompromi. Setiap pertanyaan yang hendak dia lontarkan terasa sulit untuk diucapkan. Selain itu, Arts juga tidak berjalan normal. Bisa dibilang dia seperti daun yang tertiup angin. Bergoyang ke sana kemari seolah tanpa massa. Mungkin juga dia seperti bulu angsa yang berada di angkasa.

Mungkin karena melihat hal itu yang membuat akhirnya Rini mengucapkan sebuah pertanyaan. "Kamu pernah melewati jalan ini?"

"E, maksudnya jalan ini bagaimana?" Arts melirik ke arah Rini.

"Ya, jalan ini. Mungkin kau masih baru di sini tapi tidak menutup kemungkinan kau sudah pernah melewati jalan ini, kan?" gadis itu mulai menyelidik. Syukurlah, sepertinya ini akan menjadi perbincangan untuk menghilangkan kecanggungan yang ada.

"Ya, kalau itu, sepertinya belum. Tapi aku pernah ke Hutan Timur tapi itu melewati jalan di utara dari sini. Itu kalau aku tidak salah ingat." Arts menggaruk-garuk pipi kanannya dengan telunjuk. Itu salah satu caranya untuk mengingat-ingat.

"Oh, begitu. Ngomong-ngomong, kenapa kau pergi ke Hutan Timur? Untuk mengumpulkan tumput obatkah?"

"Ah, orang sepertiku? Itu mana mungkin. Aku sama sekali tidak tahu tentang obat-obatan dan sejenisnya. Paling juga ramuan yang sudah jadi. Kalau harus buat sendiri atau mengumpulkan tanaman di hutan rasanya aku tidak pernah. Aku ke Hutan Timur kan untuk berburu." Waktu itu dia pergi bersama seorang pemuda bernama Zave dan di hutan itu kejadiannya tidak berakhir baik. Sungguh sebuah keajaiban Arts mau mengingat soal itu.

"Berburu? Iya sih. Kadang ada beberapa petualang yang pergi ke sana sekadar untuk berlatih atau menuju rong. Tapi aku tidak suka."

"Kenapa?" Arts bertanya.

"Seharusnya manusia dan monster itu tidak saling mengganggu. Aku suka kalau melihat semuanya harmonis. Hidup saling membantu. Itu membuatku bahagia karena aku tidak merasakan adanya konflik di sana."

Arts terdiam sejenal. Jujur saja. Yang dikatakan oleh Rini itu ada benarnya. Beberapa orang mungkin lebih suka hidup damai dikelilingi oleh monster jinak atau momon. Namun tidak dimungkiri juga kalau ada yang memang suka berkonflik dan membuat ketidaknyamanan hadir bersama mereka. Mencari ribut mungkin memang sudah menjadi tabiat alam untuk manusia. Sesuatu yang tak bisa dihilangkan. Akan tetapi, sebenanrya semua itu bisa dibendung. Karena beberapa orang juga sudah berhasil melakukannya.

Foresto Mana : Rhyme of AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang