Foresto Mana : Rhyme of Aurora - Bab 7

25 6 20
                                    

Foresto Mana : Rhyme of Aurora

Bab 7

Misi Sukses

Glein sudah pergi dan kini Arts sendirian. Dia masih duduk di gelonggong kayu di samping ladang. Ya, sebenarnya harusnya dia bersih-bersih, tapi sebelum itu, dia memilih untuk makan terlebih dahulu. Ngomong-ngomong ada pohon apel yang buahnya sudah ranum. Dia jadi bisa memakannya dengan cuma-cuma. Ini sepertinya tidak apa-apa karena mungkin saja pohon apel itu berada di tanah yang tidak dimiliki siapapun. Jadi semua orang bebas memakannya.

Tentu saja yang membuat Arts makan apel karena dia sedang kelaparan. Kalau diingat lagi, semenjak pagi dia belum makan makanan pokok. Hanya jajanan dan minuman yang dia peroleh. Tapi sekarang, dengan makan tiga buah apel, perutnya sudah agak terisi. Namun, kegelapan akan segera datang. Dia masih memiliki waktu beberapa menit untuk membersihkan rumah yang akan dia tinggali.

Usai makan apel, dia masuk ke rumah dan mulai bersih-bersih. Dia minum dulu sih dari pancuran dekat kolam dan memakai masker agar pernapasannya tidak terganggu. Karena dia menganggap kalau sebaiknya sarang laba-labanya dibersihkan dulu, dia mengambil sapu panjang untuk mengenyahkan sarang laba-laba dari langit-langit. Kadang dia harus jinjit karena posisi yang terlalu tinggi. Namun dia tidak banyak kesulitan. Sapu sekarang ada di tangannya dan dia menggunakannya untuk membersihkan debu dan kotoran di lantai. Dia berhasil membersihkan semuanya. Bersih.

Huf.

Kini semua sudah bersih. Kasurnya juga sudah dia tepuk-tepuk agar debu-debunya keluar. Ditambah, ada selimut yang rupanya masih bersih. Dia sangat beruntung. Baiklah, sekarang saatnya untuk tidur. Arts menutup pintu rumahnya dan karena lampu kristal sudah dia nyalakan, maka rumah itu terang benderang. Namun setelah itu dia malah memilih untuk meredupkan lampu dan tidur dalam gelap.

Tidur tidur tidur tidur tidur tidur tidur.

"Hwahh. Hah hah."

Ternyata Arts tidak bisa tidur. Pembawa perbekalan itu terlonjak dari tempat tidurnya.

"Aduh, kenapa sih aku tidak bisa tidur?"

Ini bisa gawat. Kalau dia tidak bisa tidur, apa yang harus dia lakukan?

Akhirnya Arts malah mondar-mandir tidak jelas. Sesekali dia membayangkan wajah-wajah gadis cantik. Kadang itu membuatnya merasa lebih baik. Tapi itu sama sekali tidak mengobati insomnianya.

"Ah, bodoh ah. Aku mau cari hiburan di luar."

Akhirnya, dia akan keluar dari rumahnya. Menguncinya. Lantas menuju ke desa. Seharusnya ada kedai malam yang buka. Di situ biasanya para petualang kumpul. Namun, di desa kecil seperti ini, apa sesuatu yang semacam itu ada?

Entah. Arts tidak tahu, makanya dia jalan-jalan dulu. Mungkin keliling desa akan membuatnya mengantuk. Ternyata jarak rumah-ruman penduduk di desa terbagi-bagi. Ada yang tiga rumah dan ada yang lebih yang berdekatan lalu rumah yang selanjutnya agak berjarak. Begitu terus yang dia amati. Yang pasti, desa itu memang seperti sebuah desa kecil. Walau begitu, ternyata desa cukup hidup. Dia dapat melihat rumah-rumah yang terang benderang. Setelah dipikir-pikir lagi, ternyata memang masih terlalu awal untuk tidur.

Saat berjalan, dia melihat beberapa orang yang tampaknya adalah petualang. Kemungkinan mereka sedang menuju ke kedai. Betul kan? Memangnya ke mana lagi mereka akan pergi? Ke hutan? Kalau itu sih cari perkara. Malam-malam ke hutan sendirian, atau berdua bisa-bisa hal gawat terjadi. Semua orang juga tahu kalau hutan sangat berbahaya saat malam. Makanya, dengan asumsi tersebut, Arts mengikuti petualang-petualang itu. Harusnya mereka akan ke kedai.

Foresto Mana : Rhyme of AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang