2022
WAKTU dapat menyembuhkan setiap luka. Eshell mempercayai betul kalimat sederhana yang sering kali muncul diingatannya itu.
Empat tahun-pun sudah berlalu. Semuanya berubah. Dari tampilan, suasana kota, bahkan isi hatinya pun telah berubah. Memang benar, waktu dan obat dapat menyembuhkan semua luka.
Shazfa dapat membuat Eshell kembali bersinar lagi saat sempat redup untuk dua tahun pertama saat dia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Shanum. Shazfa adalah obat baginya. Perempuan paling berharga yang pernah dia sia-siakan di masa muda.
Perempuan di masa lalu, yang sempat dia tinggalkan begitu saja, lalu sulit untuk move on setelahnya. Perempuan yang menjadi cinta pertamanya.
Dan dua minggu lagi, Eshell akan menikahi cinta pertamanya. Eshell tidak sabar untuk menunggu detik-detik membahagiakan itu. Dia benar-benar mencintai Shazfa dengan sepenuh hatinya. Dan dia rasa, Shazfa pun begitu. Shazfa adalah jawaban dari doa-doanya. Shazfa adalah muara hatinya.
Segala tentang Shanum, saat ini hanyalah sebuah kenangan yang tak patut disesali ataupun diratapi. Segala tentang Shanum sebatas kenangan di masa lalu yang tidak perlu diungkit lagi. Segala tentang Shanum, biarlah melebur bersama waktu.
Shanum dulu memang sempat menjadi bagian besar dalam hidupnya, tapi saat ini, Shanum hanyalah sepercik masa lalu yang tidak akan menjadi seistimewa dulu.
Sudah bertahun-tahun lamanya, tepat setelah pengumuman kelulusan, Eshell tidak pernah lagi melihat perempuan dengan rambut sebahu itu.
Dia benar-benar hilang, bak ditelan bumi. Membuat Eshell beberapa tahun yang lalu putus asa mencari keberadaannya.
Dan hari ini, di tahun keempat, Eshell kembali melihat perempuan dengan wajah manis yang sempat begitu dia rindukan dahulu. Tak banyak berubah, dia masih semanis kali pertama Eshell melihatnya.
Dengan senyum lebar, Eshell menghampiri perempuan yang sedang duduk di kursi taman itu. Perempuan itu tampak sedang begitu fokus mendengarkan sesuatu di ponselnya. Mungkin saja lagu, entahlah.
"Hei.. " Eshell menyapa.
Shanum, melepaskan headshet di telinganya. Eshell tersenyum samar. Ternyata perasaanya kepada perempuan ini sudah benar-benar tidak ada. Dia tidak merasakan jantungnya berdetak tak beraturan seperti dulu. Bahkan, segelintir rindupun tak lagi tersisa. Shanum hanyalah sebatas kawan lama.
"Oh, lo..." Shanum bergumam kecil, saat sempat terdiam untuk beberapa saat.
"Iya, gue Eshell, lo lupa?" tanya Eshell sambil tersengih.
"Sempat lupa. Oh iya, kita belum kenalan kan?" Shanum mengulurkan tangan, Eshell memperhatikannya dengan heran.
"Kita udah kenal." kata Eshell saat sebelumnya menggeleng kecil.
Shanum belum menarik tangannya."Gue Shanin.."
"Shanin?" Eshell menyeringitkan dahinya merasa begitu heran dan bingung.
Dia salah orang, kah? Tapi, perempuan di sampingnya ini benar-benar Shanum. Eshell yakin itu, tidak pernah Eshell bertemu dengan orang yang begitu mirip dengan Shanum.
Dan setau Eshell, Shanum tak punya kembaran ataupun saudara kandung. Apakah sepupu?
"Iya, gue Shanin."
"Lo bukan Shanum? " tanya Eshell memastikan.
Bagaimana bisa Shanum membohonginya seperti ini? Sebenci itu kah Shanum dengan dirinya sampai-sampai harus menyamar menjadi orang lain? Belum sembuhkah luka dihatinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
MUARA (END)
Teen Fiction[COMPLETED] "Kok muara? Namaku kan bukan muara? " "Karena... Kamu itu tempat hatiku bermuara.. " • • • Hope u like my story guys! Happy reading!